Tangani Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Polri harus Hati-hati

Sinergi satu pintu dan tak gali informasi berulang

Jakarta, IDN Times - Kasubag Sumbda Setpusinafis Polri AKBP Rita Wulandari Wibowo mengungkapkan, bagaimana polisi harus hati-hati dan bekerja sama menangani kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Dia menjelaskan, dalam aturan yang ada, penanganan kasus perempuan dan anak tak dilakukan sendiri, ada kerja sama dari berbagai unit.

“Kalau kami jelas ya, sudah ada undang-undang yang mengatur kegiatan penanganan kasus di Bareskrim. Kami sudah memiliki  Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) , sekian banyak unit PPA di tingkat Mabes Polri, polda, polsek. Mereka ini kita, sudah dalam satu team work, jadi ketika kita menangani kasus maka kita tidak sendiri,” kata Rita saat ditemui di kantor usai agenda Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan di Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023).

Baca Juga: Komnas Perempuan: Kekerasan Pacaran Urutan Kedua di Ruang Personal

1. Sinergi satu pintu penanganan kasus

Tangani Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Polri harus Hati-hatiilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Mantan Kapolres Tegal Kota Polda Jawa Tengah ini juga menjelaskan, saat menangani kasus perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya, pihaknya menjalin kerja sama dengan mitra lainnya, seperti lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat. Namun, penanganannya haruslah satu pintu dengan sinergi yang sama.

“Mereka itu ketika mendapati korban yang melaporkan di lembaga-lembaga tadi, maka pintunya akan sama-sama dengan kita. Tapi, mekanismenya kita lakukan secara bersinergi,” kata dia.

2. Gali informasi ke korban tidak dilakukan berulang, karena bisa sebabkan trauma

Tangani Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Polri harus Hati-hatiKasubag Sumbda Setpusinafis Polri AKBP Dr. Rita Wulandari Wibowo usai agenda Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan di Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Selain sinergi satu pintu, kata Rita, perlu dilakukan upaya agar korban tidak menceritakan kasusnya berulang kali. Jika korban menceritakan pengalaman buruknya berkali-kali, hal itu bisa menimbulkan trauma yang mendalam.

“Tidak dilakukan penggalian informasi dia (korban) harus menceritakan lagi,  traumanya berkepanjangan, reviktimasi,” katanya.

3. Kondisi korban yang rentan bisa menyulitkan saat pembuktian

Tangani Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Polri harus Hati-hatiFoto pakaian korban kekerasan seksual yang dipamerkan di Gedung Monood Kota Lama Semarang. Dok Humas LBH Apik Semarang

Kondisi tersebut bisa berpotensi rentan bagi korban saat kasusnya akan naik ke meja hijau, dan berupaya dibuktikan. Maka, perlu ada upaya menjaga bagaimana kasus itu berproses, dengan tetap memperhatikan hak korban.

“Sangat rentan bagi korbannya yang akhirnya nanti ketika akan jadikan pembuktian dengan kondisi korban, tentu akan sangat sulit ketika maju di pengadilan. Makanya harus saling menjaga, bagaimana kasusnya berproses, bagaimana haknya terlindungi, dan bagaimana ada team work juga untuk melakukan pemulihan,” kata dia.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya