Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka Tinwinning

Diakuinya kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949

Bangka, IDN Times - Bangunan berarsitektur kolonial berdiri di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tepat di depan bangunan itu, menjulang Tugu Proklamasi penanda diakuinya kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949.

Pasanggrahan (BTW) Banka Tin Winning, Roemah Persinggahan, demikian tulisan di bawah lambang Garuda Pancasila, tepat di kanan halaman bangunan. Menuju gerbang utama bangunan, seorang pria berikat kepala berbaju batik, berdiri seperti menunggu siapa saja yang ingin melihat bagian dalam bangunan. "Silakan isi buku tamu," sapa pria ini dengan ramah, Kamis (6/2).

Papan nama yang melekat di bajunya bertuliskan Anton Sujarwo, dari pengakuannya sebagai juru pelihara Pasanggrahan BTW. Anton langsung mengajak melihat ruang tengah di mana terdapat meja panjang yang dikelilingi kursi. Di atas meja, ditempatkan nama-nama untuk menunjukkan siapa yang duduk di kursi mengelilingi meja tersebut. "Meja ini menjadi saksi pembahasan para tokoh Bangsa sebelum perjanjian Roem-Roijen," kata Anton membuka kisah.

1. Perjuangan diplomasi di Pasanggrahan Banka Tin Winning

Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka TinwinningMeja tempat berlangsungnya kompromi terakhir dari persetujuan Roem Roijen (IDN Times/Ramond EPU)

Dikisahkan Anton, bangunan ini dibangun pada tahun 1827 oleh Kolonial Belanda, berfungsi sebagai gedung pengadilan di Mentok. Pada 1851, bangunan dikelola Perusahaan Belanda, Pertambangan Timah Banka. Gedung ini sempat menjadi tempat pengasingan Pangeran dari Pakualaman Kanjeng Pangeran Hario dari Kesultanan Jogja yang menentang pemerintahan Belanda saat itu.

Pada 5 Februari 1949, Presiden Ir Soekarno dan H Agus Salim berangkat dari pengasingan Prapat menuju Bangka, dan tiba di Mentok 6 Februari 1949. "Soekarno dari Prapat dipindahkan dengan menggunakan pesawat Amfibi, mendarat di Pangkal Balam, naik sampan ke darat dan dibawa ke Menumbing menggunakan mobil," jelas Anton.

Ternyata Ir Soekarno tidak betah di Menumbing. Soekarno membaca situasi, dan mengatakan memiliki penyakit asma untuk dipindahkan ke Pasanggrahan Banka Tin Winning. "Menumbing itu di atas bukit, dingin dan jauh dari masyarakat. Sehingga, Ir Soekarno minta pindah ke pasanggrahan. Sebenarnya, ini strategi Soekarno untuk lebih dekat dengan rakyat," jelas Anton.

Ditambahkan Anton, lahirnya konsepsi pimpinan (tracee baru) di Bangka merupakan kunci dasar. Dari Bangka awalnya perjuangan diplomasi itu. Hasil yang didapat berupa persetujuan Roem-Roijen dan Konfrensi Meja Bundar. Presiden Ir Soekarno pernah menyampaikan "Kompromi terakhir dari persetujuan Roem Roijen berlangsung di meja dapurku, di rumah instansi milik pertambangan timah dimana aku diasingkan. Van Roijen yang mewakili Negeri Belanda bersedia mengembalikan pada pemimpin Republik ke Djogdja. Moh Roem yang mewakili Republik bersedia untuk menghentikan kegiatan gerilya pasukan Republik dan kedua belah sepakat untuk segera mengadakan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag, guna membicarakan pengakuan kedaulatan kepada Republik Indonesia." (Roem, 1989)

2. Mentok kota pemerintahan Republik Indonesia sementara

Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka TinwinningTugu untuk mengenang tokoh-tokoh kemerdekaan yang diasingkan di Muntok (IDN TImes/Ramond EPU)

Dijelaskan Anton, tugu Proklamasi yang dibangun pada tahun 1950, setelah kemerdekaan Republik Indonesia diakui di Pasanggarahan Banka Tin Winning pada tahun 1949. "Diresmikan Moh Hatta pada tahun 1950," ujarnya.

Mentok Bangka merupakan tempat diserahterimakannya surat kuasa kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta dari Ir Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada Juni 1949.Konsep surat kuasa itu dibuat Bung Hatta di Pasanggrahan Menumbing dan diketik Abdul Gafar Pringgodigdo. Penyerahan surat kuasa pemerintahan disaksikan Bung Hatta, Mr Roem, dan Ali Sastroamidjojo di hari itu juga.

Selain itu, Mentok juga menjadi salah satu kota yang dilewati jejak Sangsaka Dwi Warna, selain Jakarta Dan Jogjakarta. Pada hari Proklamasi 17 Agustus 1945, dikibarkan di Jakarta. Pada tahun 1946, bendera dari Jakarta dibawa ke Jogjakarta. Bendera pusaka dipisah merah dan putihnya agar tidak disita atau dikenal sebagai bendera oleh Belanda. Kemudian diserahkan kepada Husein Mutahar untuk dijahit kembali selanjutnya diserahkan kepada Soedjono H, delegasi Republik Indonesia.

Kemudian dibawa untuk diserahkan kepada Presiden Ir Soekarno di pengasingan Pasanggrahan Banka Tin Winning Mentok Bangka. Bendera sangsaka dipercaya kepada AM Yusuf Rasidi untuk disembunyikan.

Baca Juga: Kisah Bung Hatta dengan 16 Koper Bukunya yang Menemani di Pengasingan

3. Pasanggrahan Banka Tin Winning sempat tak terawat

Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka TinwinningAnton Sujarwo, juru pelihara, memperlihatkan tempat Ir Soekarno berfoto sebelum bersurat ke Fatmawati (IDN Times/Ramond EPU)

Saat ini, Pasanggrahan Banka Tin Winning sudah didesain seperti ketika Ir Soekarno diasingkan. Setiap ruangan diberikan informasi yang memudahkan pengunjung mengetahui ruangan itu digunakan untuk apa pada masa itu. Selama enam bulan di pasanggrahan, banyak kisah dan upaya yang dilakukan Ir Soekarno bersama tokoh bangsa lainnya dalam meraih kedaulatan Republik Indonesia.

Seperti ruangan 1B tempat di mana terpampang foto Soekarno di atas sebuah kursi. Dengan foto ini, Ir Soekarno pernah bersurat kepada Fatmawati. Petikan suratnya berbunyi "Fat, ini adalah gambar Mas pada waktu sehari di Mentok. Kurus ataukah gemuk? Mas". Pada foto itu terlihat ubin yang sama masih ada hingga saat ini.

Begitu juga dengan foto yang menunjukkan Ir Soekarno bersama rakyat berfoto bersama di halaman depan pasanggrahan. "Terlihat masih ada pagar kawat. Sedangkan Garuda Pancasila yang ada di atas Pasanggarahan yang ada saat ini hanya duplikat saja. Kalau yang aslinya lebih besar dari yang sekarang," jelas Anton.

Kondisi Pasanggarahan kata Anton, baru rapi pada tahun 2003, setelah ada pemugaran dari Balai Pelestarian Cagar Budaya. Sebelumnya, kondisi Pasanggarahan jauh dari kata layak sebagai tempat bersejarah. Pasanggarahan juga pernah digunakan sebagai asrama PT Timah. "Sebelum saya, yang menjadi juru pelihara tempat ini adalah ayah saya sendiri," ungkapnya.

4. Pasanggrahan BTW beberapa kali mengalami perubahan dan fungsi

Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka TinwinningKamar tempat pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka Tinwinning (IDN TImes/Ramond EPU)

Dari data cagar budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pasanggrahan Banka Tin Winning juga disebut Wisma Ranggam. Bangunan ini memiliki luas lahan 9000 m2, dan luas bangunan 1500 m2. Pasanggrahan BTW beberapa kali mengalami perubahan dan fungsi. Awalnya dibangun menggunakan kayu. Pada 1924, direnovasi arsitek bernama Antwerp J Lokollo dari Ambon dengan tidak mengubah bentuk dan ukurannya.

Kemudian, pada 1927, pasanggrahan BTW direnovasi lagi dengan penambahan pada bagian sayap. Pada tahun 1930, arsitek yang sama, BTW membangun kolam renang untuk pegawai dan keluarganya. Selain digunakan untuk mengasingkan Pangeran Hario Pakuningrat, Pesanggrahan Muntok juga digunakan sebagai tempat pengasingan para pemimpin Kemerdekaan Republik Indonesia, Ir Soekarno dan H Agus Salim, Menteri Luar Negeri kala itu, pada 6 Februari 1949.

Selain Ir Soekarno dan H Agus Salim tokoh lain yang diasingkan ke Pesanggrahan BTW adalah Mr Moch Roem dan Ali Sastroamidjojo. Empat tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia tersebut ditempatkan di kamar yang berbeda-beda. Kamar 12 untuk Ir Soekarno besebelahan dengan kamar 11 untuk H Agus Salim. Sedangkan kamar 12-A ditempati Moch Roem, bersebelahan dengan kamar 1 yang ditempati Ali Sastroamidjojo.

5. Berganti menjadi Wisma Ranggam PT Timah

Menapak Jejak Pengasingan Ir Soekarno di Pasanggrahan Banka TinwinningPasanggrahan Banka Tinwinning, Roemah Persinggahan tempat pengasingan Ir Soekarno di Muntok (IDN Times/Ramond EPU)

Pada tahun 1976, pasanggerahan BTW diganti menjadi Wisma Ranggam di bawah penguasaan PT Timah. Bangunan ini terdiri atas bangunan utama yang diapit dua bangunan lain di kiri dan kanannya. Ruangan utama memiliki ukuran panjang 32 meter dan lebar 15,6 meter. Ruangan utama memiliki ruangan yang diteruskan ke belakang sebagai ekor yang difungsikan sebagai gudang serta teras belakang. Bangunan di sayap kiri dan kanan masing-masing memiliki ukuran panjang 14 meter dan lebar 8 meter. Bangunan sayap terdiri dari enam ruangan. Atap bangunan induk berbentuk limas sedangkan pada bangunan sayap berupa atap pelana.

Tepat di depan Pasanggrahan BTW, terdapat enam buah tugu berbentuk obelisk. Tugu yang paling tinggi berada di bagian tengah, dikelilingi tugu-tugu lain lebih yang lebih kecil. Keenamnya membentuk konfigurasi Pentagon. Tugu ini diresmikan Bung Hatta untuk mengenang tokoh-tokoh kemerdekaan yang diasingkan di Muntok. Tugu yang paling besar mempunyai tinggi 17 meter dan di bagian dasarnya terdapat trap tangga yang terdiri dari 8 anak tangga yang dibuat dari koral batu kali. Di sekelilingnya terdapat pagar pengaman dari plat besi setinggi 90 cm.

Wisma Ranggam telah beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan untuk menjaga kelestariannya. Pada tahun 1976 dan 1982 ada penambahan ruangan, pada tahun 1998 Kanwil Depdikbud Sumatera Selatan melakukan pemugaran dengan menambahkan bangunan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Tahun 2002-2004 pemugaran juga dilakukan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi dan pada tahun 2007 dilakukan pemintakatan. Pemugaran bagian atap dilakukan oleh Kementerian Perumahan Rakyat pada tahun 2013. Saat ini Wisma Ranggam dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan, serta kunjungan wisata sejarah.

Baca Juga: Lahir dari Gagasan Soekarno, Riwayat Monas yang Kisruh Revitalisasi 

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya