Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sejumlah mahasiswa mulai memenuhi jalan di depan Gedung DPR menuntut transparansi draft RKUHP pada Selasa (28/6/2022). (IDN Times/Yosafat Diva)

Jakarta, IDN Times - Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Muhammad Yuza Augusti, mengatakan ada sejumlah pihak yang berusaha mengintervensi mahasiswa ketika berencana menggelar aksi demonstrasi.

Adapun dalam upaya penunggang kepentingan itu, salah satunya mahasiswa diiming-imingi oleh sejumlah nominal uang.

"Masalah penunggang, banyak memang bentuknya. Ketika kita mau aksi, diajak ketemu dulu, kita dikasih sejumlah nominal uang untuk tidak turun aksi misalnya, ketika kita aksi dijanjikan bahwa 'ya sudah ke sini saja mas nanti dimudahkan segalanya', itu pasti ada," kata dia dalam acara Ngobrol Seru bersama IDN Times,  (26/10/2022).

"Saya rasa, persma (pers mahasiswa), Ketua BEM, sudah sangat paham. Hal itu memang ada, cobaan untuk kita diajak, dibawa, dipaksa ke mana, itu memang ada. Tapi secara aliansi, berkomitmen dan tahu bahwa kita gerak secara bersama. Ketika memang ada gejala itu, kita tahu cara preventifnya atau cara untuk menangkisnya, setidaknya untuk menjaga kemurnian kita," sambung Yuza.

1. Mahasiswa minimalisir intervensi kepentingan politis dengan tindak preventif

Sejumlah aliansi mahasiswa demo di Patung Kuda, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kendati demikian, Yuza memastikan pihaknya selalu mengabaikan adanya godaan dan intervensi tersebut. Sebelum menggelar aksi, biasanya mahasiswa mempertimbangkan berbagai mekanisme aksi di lapangan. Termasuk upaya preventif meminimalisir adanya potensi ditunggangi kepentingan politis.

"Kalau untuk usaha preventif kita, kita pahamlah sebagai mahasiswa, apalagi mungkin orang yang bernegara pun paham, ketika kita turun menyampaikan aspirasi setidaknya kita tahu dulu gejala apa yang akan muncul ketika adanya penunggang tersebut," ucap dia.

2. Mahasiswa tidak sembarangan gelar aksi

Yuza menegaskan, ketika menggelar aksi unjuk rasa, mahasiswa tidak sembarangan turun ke jalan. Supaya tidak mudah diintervensi, mereka juga membuat konsolidasi dan kajian, sehingga mahasiswa yang ikut aksi memahami isu yang disuarakan.

"Kita aksi gak cuma dengan kepala kosong, tangan kosong iya, kita gak bawa apa-apa. Tapi kalau kepala kosong saat aksi kan ini aneh, kita perlu bawa pondasi yang kita suarakan. Itu PR terbesar kita untuk bisa menyamakan perspektif dari seluruh massa aksi, bahwa kita aksi untuk menyuarakan hal yang sama," ucap dia.

3. Mahasiswa pastikan bakal terus mengawal dan kritisi pemerintah

Demo mahasiswa di DPR bergeser ke pintu masuk kecil. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Yuza lantas menilai, wajar jika kerap mendapat komentar negatif soal aksi unjuk rasa. Menurut dia, aksi merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengawal isu dan mengkritisi kinerja pemerintah.

"Tapi itu wajar ya ketika dapat komentar negatif, bahwa mahasiswa cuma datang saat aksi-aksi saja. Karena setidaknya ketika kita sudah membuat pengawalan isu, yang membuat perjuangan mahasiswa ada, ya aksi," tutur dia.

Selain itu, Yuza juga menjelaskan, yang membuat semangat mahasiswa untuk turun ke jalan ialah untuk membuktikan secara nyata bahwa mahasiswa masih terus mengawal kerja pemerintah.

"Setidaknya eksistensi kita masih terlihat dan menunjukkan bahwa kita terus mengawal, mahasiswa tidak diam," jelas dia.

Pihaknya juga tak memungkiri, dalam berbagai aksi mahasiswa hanya sekadar diberi kesempatan audiensi oleh pemerintah. Namun kritikan dan aspirasi yang disampaikan justru tidak dibahas lebih lanjut.

"Pun ketika nanti akhirnya kajian dan audiensi itu tetap ada dan tidak terlihat, yang menunjukkan eksistensi kita ya aksi di jalannya karena sudah sering kali kasih surat, audiensi, dan lain-lain, hasilnya ya nihil."

"Kita hanya dapat janji manis secara diskusi saja, makanya perlu adanya pendekatan secara social force, penekanan kepada pemerintah bahwa ketika adanya penolakan masif perlu adanya perubahan," imbuh Yuza.

Editorial Team