Makna dan Hukum Murur-Tanazul yang Diterapkan pada Haji 2025

- Puncak haji dimulai pada 5 Juni 2025, dengan jemaah melakukan wukuf di Arafah dan melanjutkan ke Muzdalifah untuk mabit atau bermalam.
- Skema murur diterapkan untuk mengurai kepadatan di Muzdalifah, sementara skema tanazul digunakan untuk menghindari kepadatan di Mina.
- Jemaah lansia, disabilitas, dan yang uzur dibolehkan tidak bermalam di Muzdalifah dan langsung menuju ke Mina. Sekitar 30 ribu jemaah haji Indonesia akan mengikuti skema tanazul.
Makkah, IDN Times - Untuk mengurai kepadatan dan melindungi jemaah lansia serta kelompok rentan pada saat mabit di Muzdalifah, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi kembali menerapkan skema murur pada penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M. Skema ini terbukti efektif pada penyelenggaraan haji tahun lalu.
Selain murur, PPIH juga akan menerapkan skema tanazul untuk mengurai kepadatan di Mina. Dua skema ini diterapkan karena ada dasar hukum syariah yang kuat. Musytasyar Dini PPIH Arab Saudi, KH M. Ulinnuha, mengatakan kedua skema ini dibolehkan dalam fikih haji, dan pelaksanaan ibadah tetap sah.
1. Makna murur dan hukumnya dalam ibadah haji

Murur adalah pergerakan jemaah dari Arafah dengan bus yang hanya melewati Muzdalifah, tanpa turun dari kendaraan. Mereka langsung melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melakukan lempar jumrah dan mabit.
KH Ulinnuha menjelaskan secara fikih, mabit di Muzdalifah memang merupakan bagian dari wajib haji. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti uzur fisik, lansia, atau alasan syar’i lainnya, jemaah dibolehkan tidak bermalam di Muzdalifah.
“Dalam riwayat sahih, sejumlah sahabat yang bertugas memberi makan, menggembala, atau kaum perempuan yang khawatir mengalami haid lebih awal, diberi izin oleh Nabi Muhammad SAW untuk tidak mabit di Muzdalifah,” kata di di Makkah, Jumat (30/5/2025).
Menurut mazhab Hanafi, mabit di Muzdalifah hukumnya sunah. Karena itu, murur dibolehkan, hajinya sah dan tidak terkena dam atau denda.
“Salah satu fatwa dari ulama Mesir menyebutkan bahwa murur dibolehkan karena mustahil bagi jutaan jemaah menempati Muzdalifah dalam waktu bersamaan. Ini menjadi dasar PPIH menerapkannya secara selektif, khususnya bagi jemaah lansia, disabilitas, dan yang uzur,” kata dia.
Tahun ini, ada sekitar 50 ribu jemaah haji, termasuk kelompok tersebut akan mengikuti skema murur.
2. Tanazul, skema untuk mengurai kepadatan di Mina

Setelah mabit di Muzdalifah, jemaah biasanya melanjutkan mabit di Mina. Namun, untuk menghindari kepadatan tenda dan demi kenyamanan, PPIH juga menerapkan skema tanazul, yakni pemulangan lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai lempar jumrah aqabah.
“Tanazul juga mengikuti pendapat Mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa mabit di Mina hukumnya sunah. Maka jemaah yang memilih langsung kembali ke hotel tidak terkena dam dan hajinya tetap sah,” jelas KH Ulinnuha.
Sekitar 30 ribu jemaah haji Indonesia, terutama dari sektor Syisyah dan Raudhah, dijadwalkan mengikuti tanazul. Mereka yang melempar jumrah pada 11, 12, dan 13 Zulhijjah tidak kembali ke tenda di Mina, tetapi langsung kembali ke hotel masing-masing.
“Semoga semua rangkaian ibadah haji tahun ini berjalan lancar. Mari kita jaga niat, kesehatan, dan kekhusyukan, serta memohon kepada Allah agar dikaruniai haji yang mabrur,” kata KH Ulinnuha.
3. Linimasa puncak haji di Armuzna

Beberapa hari ini jemaah dari berbagai negara akan melaksanakan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armunaz). Prosesi puncak haji dimulai pada 1 Juni 2025, di mana operasional bus shalawat untuk jemaah haji dihentikan sementara.
Pada 2 Juni 2025 atau 6 Zulhijah 1446 Hijriah, jemaah safari wukuf khusus menuju hotel transit. Wukuf merupakan rukun haji yang tidak bisa ditinggalkan. Safari wukuf khusus adalah layanan istimewa bagi jemaah haji yang sakit, atau tidak mampu melakukan wukuf di Arafah secara mandiri.
Layanan ini memungkinkan jemaah haji tetap menjalankan wukuf melalui kendaraan, seperti bus atau ambulans, yang melintasi Padang Arafah selama waktu wukuf berlangsung.
Pada 4 Juni 2025 atau 8 Zulhijah 1446 Hijriah, layanan konsumsi sarapan pagi terakhir diberikan kepada jemaah haji di Makkah.Pada pukul 07.00 Waktu Arab Saudi, jemaah haji diberangkatkan ke Arafah untuk melaksanakan persiapan jelang wukuf.
Pada 5 Juni 2025 atau 9 Zulhijah 1446 Hijriah, seluruh jemaah haji melaksanakan wukuf di Arafah.Selesai magrib, jemaah haji menuju ke Muzdalifah untuk melaksanakan mabid atau bermalam. Bagi jemaah lansia atau disabilitas, melaksanakan murur atau langsung menuju ke Mina.
Pada 6 Juni 2025 atau 10 Zulhijah 1446 Hijriah, jemaah haji melaksanakan lempar jumrah Aqabah di Jamarat, Mina, atau wilayah timur Makkah.Usai melempar jumrah tujuh kerikil, jemaah kemudian malanjutkan melaksanakan tahalul atau bercukur.
Pada 7, 8, atau 9 Juni 2025, atau 11, 12, 13 Zulhijah 1446 Hijriah, jemaah haji bermalam di Mina dan lempar jumrah pada hari Tasyriq. Pada 8 Juni, jemaah haji kembali ke hotel di Makkah dari Mina bagi jemaah Nafar Awal.
Nafar Awal adalah jemaah haji yang kembali ke Makkah dari Mina sebelum akhir hari 12 Dzulhijjah. Nafar Awal merupakan pilihan bagi jemaah yang ingin pulang lebih awal, setelah melaksanakan wukuf di Arafah dan lempar jumrah di Mina.
Nafar Awal berbeda dengan Nafar Tsani, atau jemaah haji yang memutuskan untuk tinggal di Mina hingga 9 Juni atau 13 Dzulhijjah dan melakukan lempar jumrah lagi sebelum pulang.Pada 9 Juni ini, jemaah haji kembali menerima layanan konsumsi makan siang.
Pada 10 Juni 2025 atau 14 Zulhijah 1446 Hijriah pukul 00.30 Waktu Arab Saudi, bus Shalawat kembali beroperasi untuk melayani jemaah haji. Jemaah safari wukuf lansia non mandiri kembali ke kloter.