Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi Amnesty

Lebih baik era SBY atau Jokowi?

Jakarta, IDN Times - Penuntasan kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib hingga kini belum rampung. Dari tahun ke tahun, pemerintah seperti tutup mata dalam menangani kasus ini.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid membandingkan cara penanganan pemerintah pada era Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan era pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

"Karena kedua pemerintahan ini sama-sama ditagih oleh kalangan masyarakat sipil untuk mengusut, siapa pelaku dan dalang di balik pembunuhan terhadap Munir," kata Usman, dalam diskusi di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (23/9).

1. Standar PBB dijadikan dasar penilaian

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyIDN Times/Margith Juita Damanik

Dalam resolusi umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang deklarasi pencarian fakta, PBB menyebutkan beberapa standar. Standar ini, menurut Usman, dijelaskan lebih dalam lagi oleh kantor Komisioner Tinggi HAM PBB, khususnya dalam hal pembentukan komisi penyelidikan atau menentukan tim pencari fakta kasus-kasus yang disebut sebagai pembunuhan yang tidak sah.

Beberapa ukuran yang digunakan PBB disebutkan. "Yang pertama adalah landasan hukumnya harus kuat. Kalau mau bikin tim pencari fakta, membuat komisi penyelidik, maka landasan hukumnya harus kuat," kata Usman.

Kedua, anggotanya harus independen. Ketiga, harus segera dilakukan. Keempat, harus efektif dan menyeluruh. Kelima, independen dan tidak memihak. Keenam, terbuka atau transparan, dan ketujuh, ditindaklanjuti.

Standar-standar ini, menurut Usman, yang digunakan untuk membandingkan sikap pemerintahan Indonesia dalam menyelesaikan kasus pembunuhan  Munir. Termasuk, sikap pada era SBY dan Jokowi.

2. SBY bentuk TPF berlandaskan hukum, Jokowi tidak

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyIDN Times/Prayugo Utomo

Menurut Usman, hingga hari ini dalam kasus pembunuhan Munir, pemerintahan Jokowi tidak membentuk komisi penyelidikan atau tim penyelidik ad hoc atau misi pencari fakta guna mencari tahu dalang atau pihak yang bertanggung jawab di balik pembunuhan Munir.

"Berbeda dengan pemerintahan Jokowi, pemerintahan SBY, kepresidenan SBY menerbitkan satu keputusan di tingkat presiden. Artinya, landasan hukumnya setingkat dengan Keppres (Keputusan Presiden), yaitu pembentukan tim pencari fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir," kata dia.

Alasan penggunaan kata "meninggalnya Munir" dalam tim pencari fakta, menurut Usman, karena ketika itu pemerintah mungkin belum yakin, apakah ini sebuah pembunuhan atau tidak.

"Dasar hukumnya adalah Keppres. Pemerintahan Jokowi tidak menerbitkan Keppres," kata dia.

3. Anggota TPF era pemerintahan SBY

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyIDN Times/istimewa

Dari segi anggota, kata Usman, TPF kasus meninggalnya Munir pada era SBY terdiri dari 14 orang, termasuk unsur pemerintahan seperti Kementerian Luar Negeri.

"Menteri luar negeri yang sekarang itu anggota tim pencari fakta kasus Munir. Duta Besar Indonesia untuk Kanada Abdul Kadir Jailani itu anggota tim pencari fakta kasus Munir, Duta Besar Indonesia untuk Jerman itu anggota tim pencari fakta kasus pembunuhan terhadap Munir, itu contoh dari Kementerian Luar Negeri," kata dia.

Selain itu, ada juga unsur dari masyarakat sipil yang turut menjadi anggota TPF pada era SBY. TPF dibuat tiga bulan setelah kematian Munir. Sementara, pada era Jokowi, hal-hal seperti ini tidak ada.

4. Efektifitas TPF kasus pembunuhan Munir pada era SBY

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyIDN Times/Margith Juita Damanik

Sayangnya, kata Usman, hasil penyelidikan TPF dalam kasus Munir tidak disampaikan ke publik. 

"Yang ketiga apakah efektif atau menyeluruh? Kejelasannya yang bisa saya katakan adalah laporan tersebut sayangnya tidak dirilis ke publik," kata dia.

Namun, menurut Usman, berdasarkan sumber-sumber diketahui penyelidikan tersebut menemukan bukti-bukti yang cukup kuat dan komprehensif untuk menuntut akuntabilitas.

"Salah satunya yang tadi saya sebutkan dalam laporan, pertama adalah penetapan tersangka Pollycarpus," ujar dia.

Selain itu juga dalam laporan kedua disebutkan terkait penetapan tersangka terhadap direktur utama Garuda ketika itu. "Bahkan, lebih jauh lagi sampai akhirnya ke mantan deputi lima Badan Intelijen Negara," kata Usman.

5. Independensi dan transparansi TPF kasus pembunuhan Munir

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyIDN Times/Irfan fathurohman

Soal independensi dan keberpihakan, menurut Usman, terdapat beberapa anggota TPF yang memang menimbulkan persepsi bahwa tim ini independen. Walau pun, menurut dia, tidak semua pihak kala itu bergerak secara aktif.

Terkait transparansi, Usman mengakui, laporan TPF dirilis secara berkala, namun laporan akhirnya tidak pernah dirilis secara terbuka. "Padahal pemerintah ketika menerbitkan itu memuat suatu klausul di dalam diktum kesembilan dari Keppres bahwa hasilnya akan diumumkan oleh pemerintah," kata Usman.

6. Tindak lanjut dari hasil penanganan TPF

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Penilaian terakhir adalah terkait tindak lanjut kasus kematian Munir. Usman menyinggung soal aktor utama. "Dalam hal ini yang tidak ada di lapangan, tetapi dianggap membantu, itu sudah ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, dan divonis bersalah. Yaitu mantan direktur utama Garuda," kata dia.

Selain itu, menurut Usman, ada juga satu crew Garuda. Namun hal ini tidak terlalu signifikan.

7. Jokowi kurang berminat terkait kasus Munir?

Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi AmnestyTwitter/@KSPgoid

Dari standar tersebut, Usman menyimpulkan penuntasan kasus Munir pada era SBY dan Jokowi. "Sikap pemerintahan SBY tentu lebih baik dari pada sikap pemerintahan Jokowi," kata dia.

Usman mengatakan, setidak-tidaknya pemerintahan SBY menerbitkan Keppres tentang pembentukan TPF seperti yang ada dalam standar internasional. "Meski pun ada kekurangan-kekurangannya, dibandingkan dengan presiden atau pemerintahan Jokowi, tampaknya sikap kepresidenan Jokowi lebih terlihat kurang berminat untuk menyelesaikan kasus Munir dibandingkan dengan pemerintahan SBY," kata dia.

Baca Juga: Komnas HAM: Kasus Munir Lebih Mudah Diungkap Ketimbang Pollycarpus

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya