Urgensi Revisi UU Desa, Gus Halim: Bukan Semata Masa Jabatan Kades

Masa jabatan kepala desa bukan isu utama

Jakarta, IDN Times – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar (Gus Halim) menegaskan masa jabatan kepala desa (kades) bukan isu utama yang menjadikan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa layak direvisi. Setidaknya ada 7 alasan kenapa harus dilakukan revisi UU Desa yang telah berusia hampir 10 tahun tersebut. 

“Kebutuhan untuk melakukan revisi Undang-Undang Desa bukan semata-mata terkait dengan aspirasi perpanjangan kepala desa, tapi jauh lebih besar, umum, dan rumit dari itu serta strategis. Urusan masa jabatan kepala desa adalah hal yang sangat teknis dan sebagian kecil dari kebutuhan untuk revisi Undang-Undang Nomor 6 2014 tentang Desa,” kata Gus Halim saat menjadi narasumber dalam webinar Urgensi Evaluasi Undang-Undang Desa di Tengah Hiruk Pikuk Pemilu 2024 yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara virtual, Senin (10/4/2023).

1. Terdapat 7 hal yang melatarbelakangi urgensi revisi UU Desa

Urgensi Revisi UU Desa, Gus Halim: Bukan Semata Masa Jabatan KadesPeringatan 9 tahun UU Desa di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/3/2023) (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Gus Halim menjelaskan ketujuh hal yang melatarbelakangi urgensi revisi UU Desa antara lain status desa dalam tata kelola pemerintahan NKRI, kewenangan desa dan pemerintah desa dalam mengatur dan mengurus rumah tangga desa dan kepentingan masyarakat desa, alokasi dana pembangunan desa yang bersumber dari APBN. 

Selanjutnya status kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintahan desa, kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa, dan arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. 

“Jadi, kalau perpanjangan jabatan kepala desa tersebut hanya sebagai urusan teknis. Bukan faktor utama dalam arah kebijakan pembangunan desa,” katanya. 

Baca Juga: Desa di PPU Diminta Melengkapi Berkas Pencairan Alokasi Dana Desa

2. Revisi UU Desa diharapkan dapat mempertajam status kepala desa beserta perangkatnya

Urgensi Revisi UU Desa, Gus Halim: Bukan Semata Masa Jabatan KadesMenteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengikuti rapat kerja Pansus Rancangan Undang-Undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua di Gedung DPR RI pada Rabu (9/6/2021). (Dok. Kemendes PDTT)

Gus Halim mengatakan bahwa pemerintah desa perlu ruang yang luas untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa. Di antaranya untuk membuat perencanaan dan pemanfaatan dana desa yang menggunakan data terbaru baik daftar potensi maupun masalah desa sebagai dasarnya.

Selain itu, dalam revisi Undang-Undang Desa juga diharapkan dapat mempertajam status kepala desa beserta perangkatnya. Dengan demikian, kepala desa dapat bergerak lebih luas untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat tanpa diganggu oleh hal-hal yang berkaitan dengan administrasi.

“Status kepala desa dan perangkat desa ini juga perlu dipertajam lagi dalam revisi Undang-Undang No 6 Tahun 2014. Operasional pemerintahan desa ini juga menjadi dinamika tinggi di desa. Kepala desa butuh banyak anggaran untuk melakukan komunikasi, pembinaan masyarakat, dan dana operasional untuk pemerintahan desa,” papar Gus Halim.

3. Kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa menjadi hal penting

Urgensi Revisi UU Desa, Gus Halim: Bukan Semata Masa Jabatan KadesKoordinator Kades asal Gresik, Bahrul Ghofar, ketika berorasi dalam aksi damai yang digelar, sebelum rombongan Kades dari seluruh Indonesia menuju gedung DPR RI, Selasa (17/1/2023). (Dok. Bahrul Ghofar)

Gus Halim juga mengatakan, kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa ini menjadi hal penting untuk mendapat kepastian hukum supaya jelas hak-haknya dan kewajibannya. Keterlibatan masyarakat desa juga butuh porsi yang sangat besar di dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 meskipun keterlibatan desa terus dicoba untuk ditingkatkan. 

“Misalnya di dalam Musdes untuk membahas APBDes. Warga kita kasih ruang untuk datang meskipun tidak punya hak berbicara dan hak bersuara,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, sejak 2023 kepala desa dapat memanfaatkan 3 persen dari total dana desa untuk kebutuhan operasional pemerintah desa. Namun, sistem pertanggungjawabannya masih diupayakan oleh Kemendes PDTT agar berbentuk lumpsum, bukan ad-cost sehingga tidak memberatkan kepala desa. (WEB)

Baca Juga: 3 Desa Wisata NTB Lolos 75 Besar Anugerah Desa Wisata Indonesia 2023 

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya