Kementan Tingkatkan Kewaspadaan Terkait Wabah Penyakit ASF

Pemerintah siap lakukan langkah cepat bila penyakit ASF terjadi

Bogor, IDN Times - African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi. Sejauh ini, belum ada vaksin yang mampu mencegah penularan virus tersebut.

"Tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis yang meliputi pengamatan/deteksi cepat, pelaporan cepat, dan pengamanan cepat,” tegas Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita, saat menjadi keynote speech Seminar International African Swine Fever (ASF) di Bogor, Sabtu (19/10).

Ketut menambahkan, Kementan terus berupaya meningkatkan kewaspadaan dini dalam penanganan dan pencegahan penyebaran wabah penyakit ASF. Langkah terpenting menurut Diarmita ialah pemerintah siap melakukan langkah cepat dan eksekusi bila penyakit ini terjadi.

Menurutnya, upaya yang dilakukan selama ini sebenarnya sudah tepat. Dalam mengamati perkembangan penyakit yang sangat cepat dan telah mendekati perbatasan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, potensi ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia sangatlah besar.

Terkait dengan kondisi tersebut, tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ASF harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis.

1. ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan, serta menyebabkan kematian yang tinggi

Kementan Tingkatkan Kewaspadaan Terkait Wabah Penyakit ASFIDN Times/Kementan

Ketut menambahkan, ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan, serta menyebabkan kematian yang tinggi. Dengan demikian, dampak kerugian di bidang ekonomi pun tinggi. Indonesia termasuk wilayah terancam, mengingat populasi babi yang sangat tinggi di beberapa wilayah, antara lain Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Papua, dan Papua Barat.

Pemerintah telah menyiapkan pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF (Kiatvetindo ASF) dengan empat tahapan penanggulangan, yaitu tahap investigasi, tahap siaga, tahap operasional, dan tahap pemulihan.

Hal lain yang dilakukan pemerintah ialah sosialisasi terkait ASF di wilayah-wilayah risiko tinggi, membuat bahan komunikasi, informasi dan edukasi untuk dipasang di bandara, pemantauan dan respons terhadap kasus kematian babi yang dilaporkan melalui iSikhnas, serta membuat penilaian risiko masuknya ASF ke Indonesia sehingga membantu meningkatkan kewaspadaan.

2. Barantan telah melakukan upaya antisipatif terhadap penyakit ASF

Kementan Tingkatkan Kewaspadaan Terkait Wabah Penyakit ASFIDN Times/Kementan

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Agus Sunanto, menegaskan Badan Karantina Pertanian (Barantan) telah melakukan upaya antisipatif terhadap penyakit ASF, di antaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan negara.

Beberapa kali Barantan berhasil menggagalkan masuknya komoditas yang berpotensi membawa virus, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus, dan olahan babi lainnya.

Sebagai contoh, petugas Karantina Pertanian Soekarno Hatta menahan komoditas petensial sebanyak 225,28 kg yang berasal dari barang bawaan penumpang hingga September 2019.

Selain melakukan pengawasan, Agus menjelaskan, pihaknya merangkul semua instansi, baik di bandara, pelabuhan maupun pos lintas batas negara, seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, unsur airlines, agen travel, serta dinas peternakan di daerah.

Menurut Agus, Kementan telah menghitung potensi kerugian kematian akibat ASF. Apabila dihitung 30% saja populasi terdampak, kerugian peternakan babi bisa mencapai Rp7,6 triliun.

Selain itu, Indonesia akan kehilangan pasar ekspor dan potensinya, baik untuk babi maupun produknya. Saat ini, Indonesia memiliki banyak peternakan babi dan merupakan salah satu pemasok utama bagi pasar Singapura.

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya