Perwakilan Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (KOMPAKS), Neqy dalam acara Ngobrol Seru: Waspada Pelecehan Seksual di Transportasi Umum!", Rabu (10/6/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Perempuan yang akrab disapa Neqy itu menjabarkan lima alasan yang membuat orang membagikan kasus kekerasan seksual. Pertama adalah seseorang tidak tahu dampak apa dari membagikan kasus kekerasan seksual yang dialami.
Korban atau kerabat korban yang membagikan kasus mereka, menurut Neqy , hanya ingin mencoba mencari bantuan dengan harapan semakin banyak yang memperhatikan kasus ini. Padahal ada risiko yang menunggu, seperti jerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), digeruduk, diteror, hingga bisa membuat putus sekolah pada korban dan lainnya.
Kedua, ada indikasi hero compleks atau savior syndrom, di mana seseorang yang tahu kasus kekerasan seksual, ingin jadi yang paling pertama membagikan isu ini. Dia merasa paling cepat dan bisa jadi kiblat warganet untuk kasus terkait.
Ketiga, teman korban yang membagikan kasus kekerasan seksual korban sangat polos atau hanya karena ingin membantu dengan niat baik, namun kadang caranya malah tidak tepat.
Keempat, fenomena spill the tea kasus kekerasan seksual di media sosial ini, kata Neqy, juga terjadi karena banyak yang beranggapan kasus viral bakal cepat ditangani aparat. Hal ini jadi motivasi dan orang-orang berpikir ini adalah preseden, jika kasus mau diproses maka harus viral.
Terakhir, spill the tea juga terjadi karena ada pembebanan dari warganet ke korban, supaya kronologi kasus bisa diceritakan secara detail, karena jika tak dijelaskan maka dianggap bohong, penjahat sosial, atau bahkan berhalusinasi.