Mengenal Monique Rijkers: Wanita Berdarah Yahudi, Berjiwa Merah Putih, Beragama Nasrani

Jakarta, IDN Times - Siang itu hujan deras mengguyur Ibu Kota. “(Tunggu) Di Isuka Resto Jepang,” ujar Monique Rijkers melalui pesan singkat kepada IDN Times, pertengahan Maret 2018. Setelah 20 menit menunggu, akhirnya Monique tiba.
Sebagian orang mengenal wanita kelahiran Makassar ini sebagai figur kontroversial, terutama pasca foto dirinya bersama Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu tersebar di jagat maya. Monique dihujat warganet sebagai agen Zionisme alias antek Yahudi. Meski begitu, tatkala dirinya menuruni eskalator Gedung Menara BTPN yang berlokasi di Jakarta Selatan, tak ada satu pun orang yang mengenalnya.
“Kalau tidak salah Oktober 2017, saya pernah diundang ke Israel untuk menghadiri Christian Media Summit. Ada sekitar 130 wartawan dari 70 negara. Nah, setelah Benyamin Netanyahu pidato, dia lewat ke arah penonton. Ya saya langsung respons sambil berteriak ‘Prime Minister Bibi, I am from Indonesia’,” ungkap Monique tatkala mengklarifikasi soal tuduhan dirinya sebagai kaki tangan Israel.
“Eh dia nengok terus panggil saya ‘Come here’. Ya saya langsung loncat,” sambung dia. 'Di situ saya bawa selebaran yang menunjukkan meski di Indonesia ada banyak perbedaan, tapi ada juga yang memperjuangkan keragaman. Ya udah saya izin sekalian selfie sama dia. Jadi kalau ada yang bilang saya agen Mossad, saya yakin itu dari foto saya bersama Perdana Menteri Bibi yang dipelintir,”.
1. Monique memilih mengedukasi masyarakat Indonesia mengenai Yahudi dan Israel
Perbincangan bersama Monique semakin intens. Kala itu jarum jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Suasana langit gelap menyelimuti Jakarta, sesekali suara petir bersambut cahaya kilat mengejutkan para pengunjung yang berteduh menanti redanya hujan.
Para pegiat keberagaman mengenal alumni Universitas Kristen Salatiga Fakultas Biologi ini sebagai pendiri Hadassah of Indonesia, sebuah yayasan berbadan hukum yang memperjuangkan keragaman beragama, khususnya segala hal terkait Yahudi dan Israel.
Kecintaan Monique terhadap segala hal yang berbau Yahudi bermula pada 2012. Hal itu diawali seusai perhelatan dirinya ke Israel. Sekembalinya dari sana, Monique merasa dirinya terkecoh oleh pemberitaan yang ada. Sebagai seorang jurnalis, dia merasa ada prinsip jurnalisme yang terabaikan, yaitu prinsip berimbang.
“Tahun 2012 saya ke Israel. Sebagai wartawan saya terkecoh, kok gini. Saya merasa, waduh, kok saya merasa diri saya konyol banget. Ternyata apa yang terjadi di Israel berbeda banget dengan apa yang diberitakan. Informasi yang tersaji (di Indonesia) ternyata banyak yang gak terverifikasi dan gak kredibel. Karena itulah saya ingin hadir di tengah ceruk itu, untuk mengedukasi dan menyajikan berita yang berimbang dan kredibel,” beber Monique.
Setahun kemudian, Monique ditugasi untuk meliput komunitas Yahudi di Indonesia. Baginya, pengalaman peliputan ini turut menjadi faktor yang merubah arah hidupnya. Setelah ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta, Monique dilaporkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh salah satu organisasi mahasiswa berbasis Islam.
Dia lanjut bercerita, “KPI tidak menemukan kesalahan jurnalistik apapun pada peliputan saya, sehingga berakhir baik. Tapi ini menimbulkan kesan bagi saya, ternyata isu Yahudi bisa berdampak seperti ini ya. Inilah yang semakin memupuk rasa keingintahuan saya.”.
Atas semua itu, setelah melalang buana selama 16 tahun di dunia jurnalistik, akhirnya Monique lebih memilih untuk berjuang bersama Hadassah of Indonesia untuk mengedukasi masyarakat Indonesia mengenai topik yang menurutnya sangat sensitif dan sedikit orang yang berani membahasnya.
“Kemudian saya mempelajari dari diskusi, kajian, dari Alkitabiyah. Awalnya memang untuk pengalaman pribadi, cuma kelamaan menarik. Karena isunya ini seolah berhubungan banget dengan keseharian kita. Akhirnya saya jadi sibuk di situ (edukasi soal Yahudi dan Israel) dan akhirnya saya harus memilih salah satu profesi ini agar lebih fokus. Dan saya pilih mundur dari profesi jurnalis,” tandas dia.