Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah belum akan memberlakukan darurat militer atau darurat sipil di Papua. Menurutnya, hingga saat ini aksi teror yang dilakukan oleh segelintir orang di Papua dinilai tidak terlalu besar.
"Orang-orangnya sudah teridentifikasi, sehingga kita sebut orang-orang itulah terorisnya, bukan orang Papua terorisnya. Bukan organisasi Papua (pelaku terornya)," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, yang disiarkan melalui YouTube pada Rabu (19/5/2021).
Menurut Mahfud, ada tiga lapis kelompok yang ada di bumi Cendrawasih. "Pertama, gerakan politik bahkan ada yang menyatakan gerakan Papua Merdeka. Mereka kami ajak berembuk karena kami menggunakan pendekatan kesejahteraan," tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Kelompok kedua, kata Mahfud, kelompok klandestin. Dua kelompok pertama, kata dia, masih bisa diajak untuk berdialog. Namun, kelompok ketiga yang kerap menggunakan tindak kekerasan terhadap warga sipil tak mungkin diajak berdialog. "Merekalah yang kami sebut sebagai teroris," tutur dia.
Menurut Mahfud, yang dilakukan oleh kelompok yang mengutamakan kekerasan di Papua sudah tak lagi bisa ditoleransi. Mereka telah menebar teror dengan beragam aksi mulai dari membakar dokter hingga pegawai KPU (Komisi Pemilihan Umum) dibacok. KKB juga membakar pesawat hingga sekolah.
"Nah, yang seperti itu sudah memenuhi unsur pelanggaran di dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 (tentang pemberantasan terorisme)," kata dia.
Mahfud berdalih situasi di Papua tidak kunjung kondusif karena pemerintah mengedepankan tindakan dialog dan kebijakan untuk menyejahterakan warga Papua. Lalu, apa strategi pemerintah untuk membawa perdamaian di Tanah Papua?