Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Sosial Syaifullah Yusuf bertemu dengan MenHAM Natalius Pigai di Gedung Kemensos, Selasa (21/1/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Menteri Sosial Syaifullah Yusuf bertemu dengan MenHAM Natalius Pigai di Gedung Kemensos, Selasa (21/1/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Intinya sih...

  • Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR untuk memastikan aspirasi masyarakat tersalurkan dan ketertiban publik tetap terjaga.

  • Ruang demonstrasi bukan hal baru di Indonesia, dengan wacana serupa pernah ada sebelumnya namun tidak berlanjut.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengusulkan penyediaan ruang demonstrasi di halaman Gedung DPR-RI sebagai langkah untuk memperkuat demokrasi substantif.

Menurut dia, gagasan ini akan memastikan aspirasi masyarakat tersalurkan, ketertiban publik tetap terjaga, dan simbol kedaulatan rakyat hadir dengan tepat.

“Masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai. Negara bukan hanya menghormati, tetapi juga berkewajiban memastikan ruang itu ada. Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” kata Natalius Pigai dalam keterangannya, dikutip Senin (16/9/2025).

1. Contoh negara lain

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengisi kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Jumat (14/3/2025).(dok.Istimewa)

Pigai mengatakan, praktik demonstrasi di Indonesia selama ini sering menimbulkan gesekan. Aksi kerap dilakukan di jalan utama, menimbulkan kemacetan, dan berpotensi memicu benturan dengan aparat maupun pengguna jalan lain.

Menurut dia, dengan menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR, maka kebebasan tetap dijamin dan ketertiban tetap terkendali.

Dia mencontohkan di Jerman yang membuka alun-alun publik di Berlin untuk aksi besar dengan pemberitahuan resmi. Kemudian, Inggris mengatur demonstrasi di Parliament Square dengan izin khusus. Singapura punya Speakers’ Corner di Hong Lim Park, sedangkan Amerika Serikat membuat free speech zones dalam acara politik besar. Demikian pula Korea Selatan yang melarang aksi di sekitar istana, parlemen, dan pengadilan, tetapi memfasilitasi demonstrasi besar di ruang publik ikonik seperti Gwanghwamun Square.

2. Sudah ada wacana serupa

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (IDN Times/Lia Hutasoit)

Pigai mengatakan, gagasan ruang demonstrasi bukan hal baru di Indonesia. DPR pernah merancang Alun-Alun Demokrasi dalam Rencana Strategis DPR 2015–2019.

Lokasinya berada di sisi kiri kompleks DPR, menempati area Taman Rusa, lapangan futsal, dan parkir, dengan kapasitas sekitar 10 ribu orang serta fasilitas panggung orasi permanen, pengeras suara, jalur evakuasi, dan akses aman. P

eresmian simbolis dilakukan pada 21 Mei 2015, tetapi proyek ini tidak berlanjut. Pemprov DKI Jakarta juga sempat membangun Taman Aspirasi di Monas pada 2016, namun ruang tersebut lebih bersifat simbolik dan tidak difungsikan sebagai lokasi resmi demonstrasi.

3. Sebut bisa menghadirkan delapan manfaat utama

Menteri HAM Natalius Pigai. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Pigai mengatakan, halaman DPR sebagai ruang demonstrasi bisa menghadirkan delapan manfaat utama, mulai dari menjadi simbol autentik demokrasi, mendekatkan aspirasi pada lembaga representatif, mengurangi beban lalu lintas, meningkatkan keamanan, membangun budaya dialog langsung, menghapus stigma negatif demonstrasi, mengefisiensikan logistik, serta memberi preseden positif bagi DPRD di seluruh Indonesia.

Bagi Pigai, momentum politik saat ini membuka peluang untuk menghidupkan kembali ide lama tersebut.

“Dulu, DPR pernah menuliskannya dalam renstra, Pemprov DKI pernah membangunnya di Monas. Kini, dengan momentum politik yang tepat, kita bisa memastikan ruang demokrasi itu benar-benar hadir, bukan sekadar wacana,” kata Natalius Pigai.

Editorial Team