Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri HAM Natalius Pigai: Teguran PBB soal Kekerasan Demo Telat

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (IDN Times/Lia Hutasoit)
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Kementerian HAM merespons pernyataan OHCHR yang prihatin atas kekerasan dalam demonstrasi di Indonesia.
  • Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan bahwa pernyataan PBB terlambat, karena Indonesia sudah mengambil langkah-langkah lebih cepat tiga hari sebelumnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Kementerian HAM merespons pernyataan kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang prihatin atas kekerasan yang terjadi dalam konteks demonstrasi nasional di Indonesia.

Pernyataan PBB lewat Juru Bicara, Ravina Shamdasani, menyatakan, PBB menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk merespons aspirasi publik.

Menteri HAM, Natalius Pigai, mengatakan, pernyataan OHCHR yang menegaskan pemerintah Indonesia wajib menghormati hak masyarakat untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat secara damai dengan tetap menjaga ketertiban sesuai standar hukum internasional adalah terlambat. Menurut dia, Indonesia sudah lebih cepat dari OHCHR

"Telat! (too late) Indonesia telah mengambil langkah-langkah lebih cepat tiga hari dari Juru Bicara OHCHR (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights)," kata dia, Selasa (2/9/2025).

Langkah-langkah yang dimaksud Natalius adalah soal respons Presiden pada rangkaian peristiwa yang terjadi dalam aksi demo yang turut menelan korban. Salah satunya tewasnya Affan Kurniawan yang dilindas rantis polisi.

"29 Agustus 2025 Presiden menyatakan, 'terkejut dan kaget atas tindakan polisi yang berlebihan sehingga menyebabkan kematian almarmhum Affan' dan Presiden mengambil tindakan tegas kepada aparat polisi yang bertanggungjawab," kata Natalius.

Dia mengatakan, pada 29 Agustus 2025 Presiden mengambil langkah pemulihan (remedy) dengan mendatangi keluarga korban serta menjamin kehidupan keluarga korban.

Kemudian, pada 31 Agustus 2025, Presiden menyampaikan pernyataan resmi dengan mengutip UN Covenant on ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) untuk menghormati kebebasan berpendapat, berkumpul, dan penegakan hukum sesuai peraturan dan hukum serta standard hak asasi manusia.

"Dan saat ini proses hukum secara transparan sedang berlangsung dan menjaga kebebasan ekspresi. Serta pemerintah sedang dan akan lakukan pemulihan korban," kata Natalius.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us