Menteri Siti mengungkapkan karhutla dulunya ternyata disebabkan persoalan berlapis di tingkat tapak, mulai lemahnya regulasi, sampai pada oknum masyarakat hingga korporasi yang sengaja membakar atau lalai menjaga lahan mereka.
''Ada konsesi buka lahan pakai kontraktor dengan menyuruh rakyat untuk bakar, setelah itu mereka lari. Itu memang terjadi dan terus terjadi berulang. Dulu penegakan hukumnya lemah sekali, tata kelola lahannya kacau, ada korporasi besar tapi tak punya peralatan pemadaman, penetapan status yang lamban karena kepemimpinan di daerah lemah, alih fungsi lahan yang bermasalah, izin yang tidak sesuai peruntukan, dan banyak sekali masalah lainnya. Jadi, saat kejadian karhutla 2015 itu, memang luar biasa kita menabung ilmu masalahnya. Instruksi Presiden Jokowi setelah itu jelas: Perbaiki, benahi, jangan ada kejadian karhutla lagi. Apalagi sampai terjadi asap lintas batas ke negara tetangga,'' ungkap Menteri Siti.
Dalam waktu relatif singkat setelah karhutla 2015, di bawah instruksi Presiden Jokowi, dikeluarkan berbagai kebijakan dan langkah koreksi besar-besaran untuk pengendalian karhutla.
Berbagai kebijakan tersebut di antaranya dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 11/2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla, Inpres 8/2018 tentang Moratorium Izin, PP 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor: 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, hingga pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Sementara itu, KLHK mengeluarkan kebijakan krusial seperti Peraturan Menteri LHK Nomor 32/2016 tentang Pengendalian Karhutla, membenahi tata kelola gambut dengan baik dan berkelanjutan melalui pengawasan izin, penanganan dini melalui status kesiagaan dan darurat karhutla, dan berbagai kebijakan teknis lainnya.
''Jadi, paradigma menangani karhutla berubah total. Kalo dulu, api sudah besar saja belum tentu Pemdanya ngapa-ngapain. Pemerintah pusat juga gak bisa bantu karena harus nunggu status dulu. Harus nunggu api besar dulu baru dipadamin, itu yang menyebabkan bencana berulang-ulang. Kalau sekarang kita antisipasi dari hulu hingga ke hilir. Terjadi perubahan paradigma dari penanggulangan ke pengendalian. Kebijakannya melibatkan banyak stakeholders, termasuk para pemilik izin konsesi. Semuanya berubah total di bawah pengawasan penuh pemerintah,'' ungkap Menteri Siti.
Pengendalian yang dimaksud dari tahap perencanaan, pencegahan, penanggulangan, pascakebakaran, koordinasi kerja, hingga pada tahap status kesiagaan. Pengendalian karhutla juga melibatkan TNI/Polri, BNPB, dan lembaga lainnya secara bersama-sama.
KLHK juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan keluarnya fatwa haram bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan. Selain itu, KLHK juga meningkatkan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalkarhutla hingga ke tingkat tapak.