Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250725_111533_271.jpg
Menteri PPPA Arifah Fauzi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Intinya sih...

  • Aturan Permendikbud ristek 55/2024 mendorong civitas akademika untuk melaporkan kekerasan di kampus

  • Meski sudah ada Satgas PPKS, masih banyak korban yang belum berani melapor kekerasan yang mereka alami

  • Perlindungan terhadap kekerasan di ranah daring juga perlu diperhatikan dan diawasi secara ketat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mendorong perguruan tinggi bisa ciptkan lingkungan akademik yang inklusif, setara, dan bebas dari kekerasan.

Arifah mengatakan, dari survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tahun 2020, tercatat 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di lingkungan kampus. Namun 63 persen di antaranya tidak pernah dilaporkan.

"Temuan ini harus menjadi alarm bersama bahwa ruang intelektual pun belum sepenuhnya terbebas dari kekerasan dan ketimpangan. Kita tidak boleh menutup mata, karena diam berarti membiarkan kekerasan terus hidup di sekitar kita,” kata Arifah dalam keterangannya, dikutip Senin (27/10/2025).

1. Sudah ada aturan Permendikbud ristek 55/2024

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Arifah Fauzi melakukan pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, di Balai Kota Jakarta, Rabu (28/8/2025). (Dok. Humas KemenPPPA)

Arifah minta seluruh civitas akademika bisa saling menjaga dan berani melaporkan setiap bentuk kekerasan. Sudah ada penanggulangan kekerasan di kampus yang menggunakan regulasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Setiap kampus memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Jika ada yang melihat, mengetahui, atau mengalami kekerasan, Satgas PPKS akan membantu korban mendapatkan perlindungan," ujar Arifah.

2. Banyak korban belum berani berbicara

Menteri PPPA, Arifah Fauzi, dalam acara Puncak Lokakarya Forum Anak Nasional (FAN) 2025, pada Minggu (20/7/2025)

Hanya saja, meski sudah ada Satgas PPKS, dia mengatakan masih banyak yang belum berani berbicara atau ragu untuk melapor ketika mengalami kekerasan.

"Kita harus mendorong masyarakat untuk berani melaporkan kekerasan, karena dengan cara itu kita dapat menyelamatkan para korban sekaligus menegakkan keadilan bagi pelaku,” kata Arifah.

Hal ini dia ungkapkan saat mengunjugi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dan sejak 2021, UTM sudah membentuk Satgas PPKS dan kini telah berkembang menjadi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).

3. Waspadai kekerasan yang ada di ranah daring

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Jumat (23/5/2025). IDN Times/Ashrawi Muin

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR, Ansari turut menekankan upaya perlindungan kekerasan khususnya di ranah daring. Ansari menilai berbagai bentuk kekerasan digital seperti pelecehan, penyebaran konten pribadi, grooming, hingga pencurian data, semakin sering terjadi dan menimbulkan trauma serius bagi korban, terutama perempuan dan anak.

“Dari sisi regulasi, kami juga mengawal penyempurnaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU ITE, agar tidak disalahgunakan dan tetap efektif melindungi korban kekerasan di ruang digital,” ujar Ansari.

Editorial Team