Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Intinya sih...

  • Empat PMI selamat dari penembakan APMM dirawat di rumah sakit
  • KBRI meminta pengacara retainer untuk mendampingi kasus keempat PMI yang masih berpotensi dijerat hukum
  • Migrant Care mencatat 75 kasus penembakan terhadap PMI di Malaysia sejak 2005, dengan mayoritas korban meninggal dunia

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, tak menampik empat Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berhasil selamat dari penembakan oleh petugas Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) tetap berpotensi dijerat hukum di Negeri Jiran. Hal itu lantaran keempatnya tertangkap basah hendak menyeberang kembali ke Tanah Air lewat jalur tak resmi.

Total ada lima PMI yang menjadi korban penembakan oleh APMM saat pengejaran terhadap pekerja migran ilegal pada 24 Januari 2025 lalu di tepi Pantai Banting, Kuala Langat. Satu PMI di antaranya ditemukan tewas di dalam kapal yang ditumpangi menuju Indonesia. 

"Kemungkinan mereka bisa dijerat dengan akta (aturan) imigrasi karena melewati perbatasan tanpa melewati pemeriksaan keimigrasian," ujar Wahyu kepada IDN Times melalui pesan suara, Rabu (29/1/2025). 

Itu sebabnya, kata Wahyu, pihak KBRI meminta agar pengacara retainer mulai mendampingi kasus keempat PMI yang menjadi korban penembakan tersebut. Sebab, meski menjadi korban penembakan, keempat PMI itu tetap berpotensi dijadikan tersangka. Apalagi Polisi Negara Bagian Selangor diketahui tengah menyelidiki kasus yang sama menggunakan Pasal 186 KUHP, yang berisi dugaan menghalangi pegawai pemerintah melakukan tugas mereka. 

Di sisi lain, Wahyu menyebut, dalam catatan Migrant Care, penembakan terhadap lima PMI tersebut tidak hanya terjadi pada 2025 saja. Peristiwa serupa terjadi sejak 2005 lalu. Bahkan, kata Wahyu, mayoritas PMI yang menjadi korban penembakan itu meninggal dunia.

1. Ada 75 kasus penembakan yang dialami oleh PMI di Malaysia

Ilustrasi penembakan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Wahyu mengatakan, dalam rentang 2005 hingga 2025, sudah ada 75 kasus penembakan yang menimpa PMI di Negeri Jiran. Sayangnya, kata Wahyu, tidak ada yang diusut secara tuntas oleh Pemerintah Indonesia. Lantaran berujung impunitas sehingga diduga menimbulkan persepsi tak masalah bila penembakan dilakukan terhadap PMI yang tak memiliki dokumen bekerja yang resmi. 

"Ada 75 atau 76 kasus penembakan dilakukan oleh Polisi Diraja Malaysia, sejak 2005 hingga 2025," katanya. 

Ia mengatakan, lokasi penembakan tidak hanya terjadi di perairan tetapi juga di perkebunan dan di lokasi yang tak disaksikan oleh orang banyak. Maka, Wahyu menduga penembakan itu diduga sengaja dilakukan terhadap PMI yang tak memiliki dokumen bekerja resmi. 

"Sehingga, kami menduga ini memang langkah extrajudicial killing yang disengaja untuk menghindarkan ada banyak saksi di situ," tutur dia. 

"Dari 75 korban (penembakan), hampir semuanya meninggal dunia. Kecuali di kasus yang terakhir ini," imbuhnya. 

Situasi semakin memburuk lantaran sudah ada stigma negatif yang melekat kepada PMI. Mereka kerap dijuluki 'Indon' atau pelaku jenaya (tindak kriminal). Sehingga respons keras dari Pemerintah Indonesia harus dirilis. 

"Respons keras itu dibutuhkan untuk mengakhiri ini semua. Bukan terbatas pada yang lima kasus penembakan (PMI) ini saja. Kasus-kasus 20 tahun lalu, sampai sekarang tidak tertuntaskan," tutur dia. 

2. Migrant Care kecewa karena Prabowo tak singgung kasus penembakan saat temui Anwar Ibrahim

Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Anwar Ibrahim, bertemu di Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur, pada Senin (27/1/2025) (dok. Sekretariat Presiden)

Migrant Care pun turut mengecam sikap Presiden Prabowo Subianto yang tidak menyinggung isu penembakan lima PMI ini ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Negeri Jiran. Padahal, kasus penembakan tersebut mencuat bersamaan dengan ketibaan Prabowo di Kuala Lumpur. Di dalam pernyataan bersamanya, Prabowo hanya menyinggung secara singkat bahwa pemerintah akan menertibkan isu tenaga kerja di Negeri Jiran yang bermasalah. 

"Ini juga menjadi kecaman Migrant Care. Alih-alih memberi perhatian kepada persoalan pekerja migran yang ditembak, Prabowo malah tutup mata ketika dia menerima penghargaan dari Raja Malaysia," katanya.

Ia pun menilai hal itu menjadi salah satu penyebab terjadi impunitas dalam kasus-kasus penembakan yang menimpa PMI. Selama ini, kata Wahyu, yang muncul adalah harmoni semu yakni diplomasi negara serumpun. 

"Persoalan pekerja migran dianggap hanya isu kecil dan itu tidak boleh merintangi hubungan baik, hubungan serumpun Indonesia-Malaysia," tutur dia. 

3. Satu jenazah PMI yang ditembak sudah tiba di Riau

Ilustrasi jenazah (IDN Times/Mia Amalia)

Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan, pihaknya sudah menerima hasil autopsi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tewas ditembak petugas Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Hasilnya, PMI berinisial B itu tewas akibat luka tembak di bagian leher. 

"Korban terkena gunshot wound to the neck," ujar Judha kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Rabu kemarin. 

Namun Judha mengaku tak tahu apakah luka tersebut akibat tembakan jarak dekat atau bukan. "Yang tertulis di sertifikat autopsi hanya menyebutkan penyebab kematian," kata dia. 

Judha mengatakan, dirinya sudah sampai di Pekanbaru untuk mendampingi pemulangan jenazah B ke Pulau Rupat, Riau. Di sisi lain, empat PMI lainnya sedang dirawat di dua rumah sakit berbeda. 

Dua PMI yang berinisial HA dan MZ dalam kondisi stabil dan masih menjalani perawatan intensif. Sedangkan, dua PMI lainnya belum sadarkan diri pascaoperasi. 

Editorial Team