Dubes Hermono Usulkan Bentuk TPF Independen Penembakan PMI di Malaysia

- Duta Besar Indonesia di Malaysia ingin membentuk Tim Pencari Fakta independen untuk mengungkap peristiwa penembakan PMI oleh petugas APMM.
- Lima PMI yang menjadi korban penembakan tidak memiliki dokumen resmi untuk bekerja di Malaysia dan sering kembali ke Indonesia melalui jalur tikus.
- Indonesia dan Malaysia perlu mengambil langkah serius dalam mencegah keberangkatan PMI ilegal serta memberlakukan hukuman tegas kepada majikan pekerja migran undocumented.
Jakarta, IDN Times - Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Malaysia, Hermono bakal mengusulkan dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang independen untuk menggali informasi soal peristiwa penembakan yang terjadi pada 24 Januari 2025 lalu di tepi Pantai Banting, Kuala Langat. Hal itu lantaran adanya dua versi pernyataan soal penyebab petugas Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Pihak Negeri Jiran mengatakan mereka melepaskan tembakan lantaran ada upaya untuk melawan. Dua di antaranya menyerang petugas dengan parang dan menabrakan kapal patroli APMM.
Sementara, berdasarkan dari keterangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban penembakan, klaim petugas APMM itu dibantah. Tiga PMI yang dimintai keterangan mengaku tidak melakukan upaya perlawanan ketika dikejar oleh petugas APMM pada pukul 03.00 dini hari waktu setempat.
"Karena sekarang ada dua pandangan yang berbeda, maka diperlukan semacam komisi independen untuk menilai sebenarnya apa yang terjadi. Bila tidak ada pihak ketiga yang menangani masalah ini, maka ini dikhawatirkan semakin memburuk," ujar Hermono kepada media pada Rabu (29/1/2025).
Sebab, sudah ada persepsi berbeda baik di pihak Malaysia dan Indonesia. Maka, ia menilai perlu untuk menjajaki kemungkinan dibentuk tim pencari fakta independen.
"Proses penyelidikannya ini harus dilakukan secara independen dan transparan," tutur dia.
1. 5 PMI yang ditembak Polisi Malaysia tak punya dokumen resmi

Lebih lanjut, Hermono membenarkan lima PMI yang menjadi korban penembakan petugas APMM tak memiliki dokumen resmi untuk bekerja di Malaysia. Itu sebabnya, mereka kerap kembali ke Tanah Air lewat jalur tikus.
"Ini adalah masalah yang klasik, selalu terjadi dari tahun ke tahun. Menjelang hari Idulfitri dan Idul Adha, akan banyak WNI yang kembali ke Indonesia melalui jalur tikus. Mereka sengaja memilih jalur tikus dengan membayar RM1.200 hingga RM1.500 untuk menghindari blacklist," kata mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol itu.
Bila PMI yang tak memiliki dokumen kerja yang resmi ditemukan oleh otoritas Malaysia, maka akan ditangkap. Ia pun menilai tidak sulit bagi PMI untuk mendapatkan izin resmi bekerja di Malaysia.
"Ini disebabkan kurangnya edukasi, terutama di daerah-daerah asal. Ini yang menurut saya perlu diperkuat. Selain itu penjagaan di pantai-pantai juga perlu diperkuat," tutur dia.
Area yang diperkuat pengamanannya di wilayah Indonesia, kata Hermono, tidak jauh-jauh dari Dumai, Tanjung Balai Asahan, Kabupaten Batu Bara dan Batam. "Itu selalu dari situ-situ saja, orang lalu-lalang. Dalam kasus ini, kapal yang ditumpangi itu kan bukan untuk menjemput, tetapi bolak-balik untuk mengantarkan pekerja ilegal," imbuhnya.
2. Pemerintah dorong Malaysia hukum pihak yang mempekerjakan PMI ilegal

Hermono mengatakan untuk mencegah kejadian serupa terulang, maka baik Indonesia dan Malaysia perlu mengambil langkah serirus. Otoritas Indonesia perlu memperketat agar mencegah keberangkatan PMI ilegal ke Negeri Jiran. Sementara, otoritas Malaysia juga harus penindakan hukum yang tegas kepada pihak yang mempekerjakan PMI ilegal.
"Sebenarnya undang-undang di Malaysia juga tertulis dapat menghukum majikan-majikan pekerja migran undocumented. Bila ini tidak diselesaikan, maka kasus-kasus pekerja migran undocumented akan selalu terjadi," katanya.
Ia pun memastikan 95 persen kasus yang menimpa PMI berakar dari pekerja tersebut tidak dilengkapi dokumen ketenagakerjaan.
3. PMI yang ditembak tewas akibat tembakan di bagian leher

Sementara, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan, pihaknya sudah menerima hasil autopsi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tewas ditembak petugas Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Hasilnya, PMI berinisial B itu tewas akibat luka tembak di bagian leher.
"Korban terkena gunshot wound to the neck," ujar Judha kepada IDN Times melalui pesan pendek, Rabu (29/1/2025).
Namun Judha mengaku tak tahu apakah luka tersebut akibat tembakan jarak dekat atau bukan. "Yang tertulis di sertifikat autopsi hanya menyebutkan penyebab kematian," kata dia.
Judha mengatakan, dirinya sudah sampai di Pekanbaru untuk mendampingi pemulangan jenazah B ke Pulau Rupat, Riau. Di sisi lain, empat PMI lainnya sedang dirawat di dua rumah sakit berbeda.
Dua PMI yang berinisial HA dan MZ dalam kondisi stabil dan masih menjalani perawatan intensif. Sedangkan, dua PMI lainnya belum sadarkan diri pascaoperasi.