Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)
Kemudian, pihak DPR yang diwakili Habiburokhman menyampaikan pandangan terhadap gugatan batas usia capres dan cawapres tersebut.
Senada dengan pernyataan presiden yang diwakilkan Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian, Habiburokhman menyinggung soal putusan MK sebelumnya, yakni nomor perkara 58/PUU-XVII/2019. Putusan itu mengatakan, batasan usia capres dan cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang jadi ranah pembentuk undang-undang.
Habiburokhman menegaskan, perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara. Oleh sebabnya, yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dia lantas memperkuat pandangannya dengan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana pada 2045 masyarakat Indonesia kebanyakan berasal dari usia produktif.
Habiburokhman menyimpulkan, penduduk usia produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang. Termasuk mencalonkan diri sebagai calon pemimpin.
"Oleh sebab itu, penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya, untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres," kata dia di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Habiburokhman menjelaskan, MK pernah memberikan putusan berbeda terkait aturan batas minimum umur capres dan cawapres pada Putusan MK 15/PUU/V/2007.
Habiburokhman menjabarkan, dalam putusan tersebut disebutkan aturan batas minimum umur capres dan cawapres bukan open legal policy, tapi bisa dinyatakan inkonstitusional.
"Terdapat beberapa pergeseran pendirian MK dalam beberapa putusan terakhir, dari semula legal policy menjadi inkonstitusional," ucap dia.
Oleh sebabnya berdasarkan putusan MK tersebut, dia menilai perubahan dapat dilakukan MK sepanjang memenuhi beberapa hal pokok yang menjadi landasannya. Menurut dia, terdapat ruang untuk diajukan uji materi terhadap norma tentang aturan batas usia capres dan cawapres terhadap UUD 1945.
Uji materi bisa dilakukan sepanjang batasan usia itu melanggar nilai moralitas, intoleran, bertentangan dengan hak dan kedaulatan rakyat, melampaui kebijakan pembentuk UU, penyalahgunaan wewenang, dan bertentangan dengan UUD 1945.
"Terbuka bagi JR (judicial review) terhadap norma yang membuat pengaturan angka penetapan batas usia terhadap UUD 1945, sepanjang batasan usia itu jelas-jelas melanggar nilai moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable," ujar Habiburokhman.
Diketahui, gugatan soal batas minimal usia capres dan cawapres dilayangkan tiga pemohon sekaligus ke MK. Adapun pemohon pertama diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana sebagai pemohon dan Desmihardi dan M Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.
Kemudian, pemohon kedua diajukan Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi. Pemohon ketiga, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dengan kuasa hukum Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman.