Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Akhmad Mustaqim

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi pasal makar di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Gugatan tersebut diajukan oleh pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Syahrial Wiriawan bersama rekannya.

1. MK menolak uji materi soal makar

Default Image IDN

ICJR mengajukan gugatan agar MK menguji norma Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b dan Pasal 140 KUHP tentang makar. Namun MK dalam sidang putusan perkara yang dihadiri oleh 9 hakim menolak gugatan tersebut.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam pembacaan putusan uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, Rabu (31/1).

2. Pertimbangan dalam penolakan uji materi soal makar

Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan ada sejumlah pertimbangan mengapa MK menolak uji materi pasal makar itu. Dalam pertimbangan putusan itu, majelis menyebut pasal makar dan pemufakatan jahat diperlukan untuk menjaga keutuhan NKRI.

"Hal itu harus dipahami bahwa regulasi tersebut demi melindungi kepentingan negara," kata Arief.

Lebih lanjut majelis menyebut pasal soal makar dan pemufakatan jahat juga melindungi masyarakat dari ancaman tindakan makar. Pasal tersebut menurut majelis berfungsi agar memberikan rasa aman bagi warga negara.

"Justru harus dipahami bahwa pengaturan pasal a quo juga demi memberikan perlindungan kepada diri pribadi, keluarga pada rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan atas perilaku tindak pidana makar," ungkapnya.

Dalam pertimbangan itu, penegak hukum juga diatur agar lebih jeli melihat kasus makar. Perlu ada batasan yang jelas antara perilaku makar dalam tahap perbuatan, atau terbatas pada konsep, gagasan ataupun pikiran.

"Adapun adanya tindakan penegak hukum yang melakukan penangkapan atau tindakan hukum lainnya sebagaimana yang didalilkan pemohon, di mana pelaku masih dalam tahap perbuatan yang baru terbatas pada konsep, gagasan, dan pikiran, apabila hal yang disampaikan pemohon tersebut benar adalah persoalan implementasi norma yang disebabkan karena tidak adanya persepsi yang sama antarpenegak hukum tentang pengidentifikasian batas-batas yang jelas tentang tindak pidana makar yang secara ketat menerapkan Pasal 87 KUHP maupun yang memaknai dengan mengaitkan tindak pidana percobaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 KUHP," ujar Arief

3. Putusan MK dinilai membingungkan

Default Image IDN

Kuasa Hukum dari ICJR Erasmus Napitupulu menilai perlu ada batasan yang jelas yang diberikan MK agar aparat penegak hukum tidak salah ambil langkah. Erasmus menganggap keputusan MK masih membingungkan.

"Aparat penegak hukum harus hati-hati menegakkan ini, tadi saya dengar tadi keputusan MK itu muyer-muyer banget. Saya catat tadi tiga kali dia bilang logika kami tidak masuk karena tidak boleh dimaknai serangan diulangi sampai tiga kali, tapi hakim MK tidak memberi batasan yang jelas sejauh mana makar itu dimaknai sebagai persiapan," kata Erasmus.

Dia mencontohkan beberapa kasus di luar negeri soal makar. Menurutnya makar belum bisa dianggap makar sebelum ada tindakan perlawanan bersenjata kepada pemerintah.

"Makar itu harus dilaksanakan, begitu dia angkat senjata makar. Itu makar karena dia angkat senjata. Tapi orang mimpin doa, nyajikan makanan, ngerek bendra itu bukan makar," ujarnya. 

 

Editorial Team