Greenpeace Anggap Debat Cawapres Tak Bahas Akar Masalah Krisis Iklim

Greenpeace sebut cawapres gagal identifikasi masalah

Jakarta, IDN Times - Greenpeace Indonesia menilai para calon wakil presiden tak membahas akar masalah krisis iklim dalam Debat Pilpres Keempat 2024 yang digelar pada Minggu (21/1/2024), di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat. Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengatakan masing-masing cawapres gagal mengidentifikasi masalah utama krisis iklim, yakni alih fungsi lahan, hingga masifnya penggunaan batu bara.

“Dari debat semalam, kita menyaksikan bahwa ekonomi ekstraktif masih menjadi watak dalam visi para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden," ujar Leonard dilansir dari laman resmi Greenpeace Indonesia, Senin (22/1/2024).

Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka menggaungkan ekonomi ekstraktif lewat isu nikel dan hilirisasi, sedangkan cawapres 01 Muhaimin Iskandar dan cawapres 03 Mahfud MD, juga tak tegas menyatakan komitmen mereka untuk keluar dari pola-pola yang sama,” sambungnya.

Baca Juga: Greenpeace: Penanganan Kebakaran TPA Rawa Kucing Cukup Cepat

1. Ekonomi ekstraktif selama ini picu banyak masalah

Greenpeace Anggap Debat Cawapres Tak Bahas Akar Masalah Krisis IklimPuluhan aktivis Greenpeace Indonesia, LBH Palangkaraya, Save Our Borneo dan WALHI Kalteng menggelar aksi dengan membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Food Estate Feeding Climate Crisis” di area proyek Food Estate di bawah Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada 10 Nopember 2022 (dok. Greenpeace Indonesia)

Leonard mengatakan, watak ekonomi ekstraktif pemerintah selama ini banyak memicu masalah. Leonard mencontohkan, masalah itu terkait ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan tanah, hasilnya lahir konflik agraria.

Konflik itu mulai dari merampas hak masyarakat adat, masyarakat lokal, hingga masyarakat pesisir. Menurutnya, proyek strategis nasional (PSN) yang selama ini dibuat pemerintah juga memunculkan konflik agraria.

Leonard menerangkan, berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria, ada 42 konflik agraria yang terjadi akibat PSN pada 2023. Konflik itu meliputi 516.409 hektare lahan dan memiliki dampak pada 85 ribu kepala keluarga.

Baca Juga: Amnesty: Intimidasi Terhadap Tim Greenpeace Bentuk Arogansi Negara

2. Janji lindungi masyarakat adat selalu disampaikan di musim pemilu

Greenpeace Anggap Debat Cawapres Tak Bahas Akar Masalah Krisis IklimPuluhan aktivis Greenpeace Indonesia, LBH Palangkaraya, Save Our Borneo dan WALHI Kalteng menggelar aksi dengan membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Food Estate Feeding Climate Crisis” di area proyek Food Estate di bawah Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada 10 Nopember 2022 (dok. Greenpeace Indonesia)

Greenpeace kemudian menyoroti mengenai janji ketiga cawapres akan melindungi masyarakat adat. Menurutnya, hal itu sudah selalu ada saat musim kampanye.

Bila sudah terpilih, tak ada efek apapun. Hanya sekadar retorika. Menurut Greenpeace, tanpa mencabut Undang-Undang Cipta Kerja dan menghentikan PSN, janji melindungi masyarakat adat hanya omong kosong.

Ruang hidup masyarakat adat terus tergerus akibat pembukaan lahan dan deforestasi. Food estate, proyek pemerintah yang jelas secara kasat mata merusak hutang.

Greenpeace mencontohkan, kegagalan food estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah tak bisa diselesaikan dengan melakukan penanaman kembali.

3. Angka kerusakan hutan dari 2015-2022 akibat deforestasi 3,1 juta hektare

Greenpeace Anggap Debat Cawapres Tak Bahas Akar Masalah Krisis IklimPuluhan aktivis Greenpeace Indonesia, LBH Palangkaraya, Save Our Borneo dan WALHI Kalteng menggelar aksi dengan membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Food Estate Feeding Climate Crisis” di area proyek Food Estate di bawah Kementerian Pertahanan di Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada 10 Nopember 2022 (dok. Greenpeace Indonesia)

Greenpeace kemudian mengambil data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai kerusakan hutan. Berdasarkan data dari tahun 2015-2022, angka deforestasi mencapai 3,1 juta hektare.

Menurut Greenpeace, hutan Papua juga terancam rusak. Sejak 1992-2019, ada 72 surat keputusan pelepasan[asan kawasan hutan di Papua.

"Perspektif para kandidat dalam isu lingkungan hidup dan sumber daya alam masih bias darat. Memang ada yang menyinggung tentang masyarakat pesisir dan nelayan, tapi mereka tidak menjabarkan bagaimana agenda mitigasi dan adaptasi iklim bersama warga yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil–yang makin terjepit dampak krisis iklim," kata Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid.

"Fakta lainnya, keanekaragaman hayati laut Indonesia juga terancam dengan praktik ekonomi ekstraktif dan tekanan pembangunan berbasis darat. Padahal Indonesia telah berkomitmen untuk melindungi 30 persen kawasan dan keanekaragaman hayati laut kita pada 2030,” imbuhnya.

Baca Juga: Gibran Sebut Investor PLTS Cirata Dapat Insentif Pajak, Cek Faktanya!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya