[WANSUS] Meutia: Wasiat Bung Hatta Tolak Dikuburkan di Makam Pahlawan

Apa alasan Bung Hatta enggan dimakam Taman Makam Pahlawan?

Jakarta, IDN Times - Indonesia pada 2022 ini merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan yang ke-77. Kemerdekaan yang dirasakan hari ini tentu buah pengorbanan darah dan nyawa para pahlawan.

Salah satunya Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Pikiran dan perjuangannya di masa penjajahan akhirnya berbuah manis.

Pada 17 Agustus 1945, Bung Hatta dan Soekarno mendeklarasikan Kemerdekaan Indonesia. Keduanya pun diberi gelar oleh negara sebagai pahlawan proklamasi.

Meski semasa hidupnya telah berjuang di masa penjajahan, Bung Hatta menolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Putri pertamanya, Meutia Farida Hatta Swasono, menceritakan wasiat agar ayahnya tak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Wasiat itu disampaikan Meutia dalam acara Ngobrol Seru by IDN Times pada Rabu, 24 Agustus 2022. Selain itu, Meutia juga menceritakan pengalamannya ikut upacara bendera semasa ayahnya masih menjadi wakil presiden.

Berikut wawancara khusus dengan IDN Times dengan Meutia Hatta:

17 Agustus 2022 kemarin, merayakan Kemerdekaan di mana?

Merayakan kemerdekaan di Istana seperti biasanya, setiap tahun. Saya selalu, kami keluarga Proklamator Bung Hatta diundang untuk hadir di acara kenaikan dan penurunan bendera pusaka, itu dari zaman Bung Karno. Bahkan waktu saya masih kecil, jadi saya ikut tanda kutip paskibrakan yang tremuda, bersama ibu Megawati, masing-masing di samping ayahnya membawa baki, satu bawa peti bendera, yang satu bawa kunci paskibraka. Itu kira-kira dari tahun 1954, 1955, 1956, tapi setelah itu ayah saya Desember meletakkan jabatan, jadi 1957 tidak lagi. Jadi tiga tahun saja

Baca Juga: Kementerian PUPR Ajak Mitra Kerja Ziarah ke Makam Bung Hatta

Ibu sebagai anak dari proklamator, adakah tradisi khusus di keluarga ketika memperingati Hari Kemerdekaan?

[WANSUS] Meutia: Wasiat Bung Hatta Tolak Dikuburkan di Makam Pahlawan(Putri Bung Hatta, Meutia ikut mengisi roadshow BHACA) Perkumpulan Bung Hatta Award

Ya itu tadi, di istana setiap tahun, kami sudah terbiasa melaksanakannya itu pagi-pagi sudah dandan, pakai kebaya, pakaian nasional, ikut ayah dan ibu, pernah juga hanya mengantar ibu saya saja pernah. Ya, itu, dari era Bung Karno sampai Pak Harto dan seterusnya sampai sekarang, saya kira gak ingat kapan pernah absen, kecuali saya pernah ke luar negeri berapa bulan, gitu. Jadi, saya tidak ada di Tanah Air, itu saja saya gak hadir, tapi selanjutnya setiap tahun hadir. Kira-kira, saya masih kecil itu dari tahun 1954 sampai dengan tahun ini.

Apakah ada perbedaan perayaan kemerdekaan dari Ibu di Istana, saat jadi anak Wakil Presiden dengan saat ini?

Ada perubahan atau tidak, saya kira intinya tidak ada karena kita merayakan Kemerdekaan Indonesia. Kita bersyukur bahwa Indonesia setiap tahun bertambah panjang umurnya, tapi tentu saja negara kita ini mengalami berbagai nuansa peristiwa, ada yang menggembirakan dan menyedihkan juga di tahun-tahun tertentu, dan ini menjadi cambuk bagi kita semua bangsa Indonesia bahwa kita harus mencapai yang terbaik, tapi juga harus meninggalkan jangan sampai terjadi lagi hal-hal yang buruk.

Jadi, tentu pemimpin-pemimpinlah yang mengingatkan, termasuk juga media, media juga diisi orang-orang yang pandai. Karena fungsi pers juga mendidik bangsa, termasuk dalam peranan mereka, tidak hanya memberitakan macam-macam hal, tapi mendidik bangsa bisa lebih maju. Setelah saya dewasa saya menyadari kita butuh pers untuk itu.

Sewaktu Bung Hatta masih menjadi wakil presiden, suka memberikan wejangan khusus gak ke anak-anaknya ketika Hari Kemerdekaan?

Ya, di Hari Kemerdekaan sebetulnya tidak selalu wejangan khusus harus di situ. Tapi, setiap waktu kalau ada hal-hal yang perlu disyukuri, maupun masalah negara selalu ada wejangan khusus, bangsa kita harus lebih bersatu.

Misalnya, ada masalah korupsi, ini korupsi harus sungguh-sungguh diperbaiki, kalau istilah Bung Hatta sudah menjadi kebudayaan, itu tidak boleh terjadi. Bangsa Indonesia harus lebih baik, kalau saya sekarang katakan bisa mengendalikan, tahu apa yang harus dilakukan oleh negara, tapi yang penting bangsa Indonesia harus bersatu.

Itu yang beliau bilang, bangsa Indonesia harus bersatu, tidak terkelompok-kelompok, kita ke mana saja di Tanah Air itu, ini Tanah Air kita, bisa bekerja di mana saja untuk negeri kita. Jadi, Bung Hatta tidak mengatakan nanti kalau kamu besar harus bekerja di Sumatra atau di Jakarta, tapi di mana pun Tanah Air kita ini akan membutuhkan, semua bangsa harus bekerja untuk Tanah Airnya.

Hal-hal seperti itu yang diceritakan, ya tentu bahasanya dikaitkan dengan konteksnya. Misalnya bicara tentang pelayaran, orang Indonesia di manapun bukan hanya orang Indonesia timur, orang Indonesia barat harus ada, kalau anak-anak muda mau jadi pelaut, karena pelaut itu harus bisa banyak hal, menjadi pelaut sebagai ilmuwan, menjadi pelaut sebagai nelayan.

Kita punya laut dalam, itu saya selalu ingat, kita punya laut dalam dan punya laut dangkal, semuanya berbeda, itu punya kekayaan dan itu kita sering mendiskusikan mengenai hal itu di rumah tangga. Jadi, tidak harus di hari Peringatan Kemerdekaan Indonesia.

Berarti ketika ada waktu luang bisa berdiskusi dengan Bung Hatta?

Iya, muncul konteks apapun, misalnya ada pohon yang bagus, durian misalnya. Durian itu tidak hanya di Jawa, Sumatra, tapi juga di pulau-pulau lain. Saya pengalaman, ketika saya dewasa bertemu dengan durian yang enak sekali di Manokwari.

Itu kan Tanah Air kita, jadi kita bangga di mana-mana durian kita berbeda. Itulah cara Bung Hatta mengajarkan anak-anak uuntuk mencintai Tanah Air dan alam Indonesia.

Baca Juga: Biografi Sukarni, Aktivis Penculik Sukarno-Hatta untuk Proklamasi RI

Bisa dijelaskan untuk generasi milenial dan generasi Z, kalau sosok Bung Hatta itu seperti apa di mata anak-anaknya?

Jadi, kalau kita melihat Bung Hatta itu, dalam kehidupan sehari-hari hidupnya teratur, dari bangun pagi terus membersihkan diri untuk salat subuh karena agama Islam, terus sampai akhir ada hal-hal rutin yang beliau lakukan, tapi ada hal-hal yang sehari-hari kan tidak selalu sama-sama, jadi ada hal yang muncul sewaktu-waktu, itu juga diamati dengan baik kemudian ada kalanya tidak bisa pergi karena alasan tertentu, ada permintaan maaf dan sebagainya. Tapi, Bung Hatta selalu hal-hal yang baik untuk dilihat, dikunjungi.

Misalnya, pertunjukkan, misalnya waktu itu ada tokoh Rendra, sastrawan kita, puisi yang termasyhur. Waktu itu Rendra mengadakan pagelaran di TIM (Taman Ismail Marzuki), beliau datang (Bung Hatta). Kemudian tari-tarian, konser musik klasik di gedung kesenian, tarian daerah, nasional. Pokoknya pertunjukan yang berkualitas beliau selalu datang.

Jadi saya mesti ceritakan lagi, setiap zaman itu ada peristiwa yang berbeda, jadi sekarang anak-anak muda, millennial mau pun generasi selanjutkan, itu tidak sama, tapi harus menghargai Indonesia. Mungkin ada pertunjukkan baru, musik baru, macam-macam bangunan baru, hiburan baru yang berkembang. Orang Indonesia harus menyikapi apa yang terjadi, dipelajari.

Cara mendidik Bung Hatta kepada anak-anaknya keras atau lembut?

Lembut, gak pernah marah. Saya juga hampir tidak pernah dimarahi. Saya waktu itu saja masih kecil waktu di bawah 10 tahun, saya menempeleng pipi adik saya, terus ayah saya marah.

Karena tidak pernah dimarahi, terus saya dibentak begitu, saya menangis. Tapi akhirnya kapok tidak pernah lagi melakukan itu. Kalau berantem biasalah sesama lah sesama saudara, tapi kalau pukul memukul tidak pernah lagi, kita perempuan bukan anak laki-laki.

Anak-anak, lebih dekat ke Bung Hatta atau Mamah?

Tergantung, ada hal-hal kami lebih dekat pada ayah, bertanya soal kehidupan, pengalaman dan sebagainya. Tapi kalau sama ibu itu urusan sekolah, urusan pacar, urusan fesyen dan sebagainya. Jadi, tergantung.

Karena kami perempuan semua, jadi kalau ke ibu urusan fesyen, makanan dan sebagainya.

Soal urusan pacar, Bung Hatta itu overprotektif gak ke anak-anaknya?

Kalau overprotektif tidak kelihatan ya, tetapi beliau protektif karena kami hidupnya diajar untuk hidup teratur. Pagi, bangun tidur, mandi, bersiap untuk sekolah, kemudian pulang dari sekolah harus apa, nanti makan bersama, malam juga begitu.

Jadi, main rumah itu tidak ada waktunya, di situ kami harus atur waktu, dan kami juga bilang ke teman, 'sorry ini waktunya di rumah, Anda harus pulang, jadi nanti kita ketemu di sekolah'.

Jadi, tidak berani mengundang, kadang-kadang kita keasyikan main bilang 'eh kamu harus pulang', gak enak ya. Itu kita harus berlatih bilang 'sorry, ini ada acara bersama keluarga, Anda harus pulang sekarang'. Mula-mula berat dan akhirnya teman-teman juga mengerti.

Hal-hal seperti ini jadi protektif juga sifatnya. Saya pikir kita gak punya pacar, apalagi banyak pacar, karena memang ada keteraturan. Jadi kami lebih suka ada di rumah dan terbiasa, dan ketika ada TV ada tontonan bersama. Sebelumnya ada bacaan.

Dulu kan gak seperti sekarang, ada HP macam-macam. Jadi, satu sama lain di meja yang sama, dunianya beda-beda. Itu terjadi di zaman saya

Kenapa Bung Hatta tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan?

Menurut wasiat Bung Hatta, beliau itu ingin dimakamkan di pekuburan rakyat biasa, karena dulu kan Pekuburan Karet, di tengah rakyat yang hidupnya saya perjuangkan hampir sepanjang hidup saya.

Artinya begini, beliau itu dekat dengan rakyat dan ketika mulai belajar sebagai mahasiswa di luar negeri, pikirannya sudah Indonesia harus merdeka. Itu kan Bung Hatta itu waktu umur 19 tahun masuk (pelajar) perhimpunan Indonesia, yang dulu istilahnya masih perhimpunan Hindia-Belanda karena kita kan terjajah oleh Belanda, sebetulnya itu perhimpunan orang-orang yang kerja atau kuliah di negeri Belanda.

Di situ mereka kalau mau temu kangen sesama orang Indonesia biasanya tiap minggu, atau tiap bulan atau setiap hari besar berkumpul, kayak lebaran atau natal, itu berkumpul supaya saling mengenal. Tapi, pada akhirnya merasa Indonesia harus merdeka, karena Belanda tidak mau memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Senior-senior Bung Hatta itu menanamkan kepada anak muda seumuran Bung Hatta supaya berpikir kalau kita menjadi bangsa yang merdeka, namanya apa? "Indonesia". Dicari itu, sebelum Hindia-Belanda itu namanya apa sih, ada nama apa untuk memberikan nama kepulauan ini. Maka, munculah nama Indonesia, ditemukan oleh dua ilmuwan, dua Inggris dan satu Jerman yang menggunakan nama itu.

Jadi, kemudian Bung Hatta masuk perhimpunan Indonesia itu dan menjadi ketua umumnya, dan mulai berpikir bagaimana Indonesia harus merdeka. Di situ mulai nuansa politiknya. Yang mau saya sampaikan bahwa, pendidikan, kecintaan terhadap tanah air dimulai Bung Hata ketika pengalaman beliau masih hidup dalam penjajahan dan Indonesia harus merdeka dan beliau berjuang.

Ini juga unik bagi anak-anak muda sekarang, Bung Hatta itu dulu dikirim oleh kakeknya untuk belajar di luar negeri supaya nanti melanjutkan usaha kakeknya. Kalau zaman sekarang kita kenal JNE, TIKI dan sebagainya angkutan Pos, cuma waktu itu belum ada kendaraan masih pakai kereta kuda, kakeknya ingin melanjutkan bisnisnya. Tapi, dia merasa Indonesia harus merdeka, jadi ilmu yang dipelajari ilmu ekonomi, dia rasakan tidak cukup kalau Indonesia merdeka saya harus jadi pemimpin, dan pemimpin itu dia harus berkualitas.

Artinya, beliau belajar ilmu politik, hukum, tata negara dan hal-hal lain yang dibutuhkan untuk memimpin negara. Makanya, studinya sampai 11 tahun di sana, karena mendidik dirinya untuk menjadi pemimpin berkualitas. Inilah apa yang dipikir Bung Hatta, haruslah anak muda mengisi minat dan berkembang di situ, sehingga Indonesia punya keahlian, punya kekhususan di bidang tertentu.

Nilai-nilai Bung Hatta apa saja yang bisa diterapkan bagi generasi muda sekarang?

[WANSUS] Meutia: Wasiat Bung Hatta Tolak Dikuburkan di Makam PahlawanBung Hatta (kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Kita harus disiplin. Kita sudah hidup dalam era teknologi digital, jadi kita harus mempunyai data yang teratur, kita harus menggunakan data dengan baik. Disiplin, taat, tekun, tangguh itu sifat-sifat yang harus dimiliki.

Sekarang ini dalam teknologi digital kan semuanya bergerak, jadi gerakan seperti apa yang harus kita jaga, kita miliki untuk membangun Indonesia. Kita memang harus membangun bangsa dan negara.

PR yang belum terselesaikan oleh bangsa Indonesia ini apa?

Kalau saya melihat kita sudah mempunyai banyak kekayaan alam di negara kita, juga punya kekayaan sosial budaya, artinya dari budaya kita timbul ilmu-ilmu dari masa lalu sampai sekarang, dari leluhur maupun yang kita cari dengan teknologi maju. Misalnya, makanan saja dulu kita mengetahui khasiatnya ini, sekarang kita proses makanan itu, kita mencari hal baru menemukan makanan itu berdaya guna tidak hanya untuk dimakan tapi juga untuk obat-obatan, bahkan juga teknologi barangkali, dibuat minyak.

Di sinilah tantangannya 77 tahun kita merdeka, sebentar lagi 100 tahun, tidak sampai 25 tahun, saat itu kita harus menjadi bangsa yang unggul di dunia internasional. Tapi, saya punya keyakinan, pegangan ajaran budaya landasan Pancasila dan UUD 1945 untuk mensejahterakan rakyat, untuk membangun persatuan, menjadi manusia Indonesia lebih baik menjadi negara lebih maju harus tetap dipegang dengan diberi nuansa-nuansa yang sesuai. Tidak bisa kita kehilangan Pancasila dan UUD 1945 asalkan kita tidak boleh keliru menginterpretasikan Pancasila

Terkait politik 2024 ada pemilu. Harapan Anda, ada berapa capres pada Pemilu 2024?

Saya kira bukan jumlah capresnya, tapi capres itu masing-masing berarti ada perbedaan kemampuan. Tapi harus kualitas yang bisa mempersatukan bangsa dan bisa mengendalikan dirinya untuk mencintai Indonesia.

Jadi, dia bukan mencintai dirinya sendiri, bukan kelompoknya. Tapi, dia menjadi orang mencintai bangsa Indonesia dan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara membuat Indonesia maju. Kualitas itu bagaimana secara detail kita gak bisa bicara, orangnya sendiri siapa juga belum, tapi saya berharap bukan berapa jumlahnya, syukur kalau lebih dari satu. Orang-orang nanti akan terlhat berbeda, berbeda kemampuannya untuk bisa mempersatukan bangsa yang mencintai bangsa ini supaya Indonesia menjadi tuan di negerinya sendiri dan juga membangun Indonesia. Sehingga, patut diuji di dunia internasional.

Menurut Anda, sosok yang dijelaskan itu siapa untuk masa sekarang?

Saya belum tahu, ini kan masih ada waktu. Tapi, mulai dari detik ini, kalau boleh secara wah, orang harus berpikir, saya bisa menyumbangkan apa bagi negara saya sebagai pemimpin untuk Indonesia.

Karena sebagai pemimpin bangsa itu harus mencintai rakyatnya, mencintai negaranya dan sudah melebihi dirinya, tidak memikirkan dirinya, tapi dirinya bekerja untuk bangsa dan negara. Kalau sekarang kita masih lihat mengumpulkan harta untuk dirinya dan kelompoknya terus jahat kepada kelompok yang lain, itu belum siap, belum berhasil. Jadi, kita harus melihat yang dekat.

https://www.youtube.com/embed/D_7g7Esxcw0

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya