DPR Aceh Tetap Tolak, Meski Belum Terima Salinan Asli UU Omnibus Law

Ada tiga gelombang massa aksi dalam tiga hari

Banda Aceh, IDN Times - Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang ada di Kota Banda Aceh, Aceh, telah tiga kali didatangi demonstran penolak disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Hari pertama, Rabu, 7 Oktober 2020, sejumlah orang mengatasnamakan Aliansi Buruh Aceh melakukan audiensi ke gedung legislatif tingkat provinsi tersebut. Keesokan harinya, Kamis, 8 Oktober, ratusan massa dari gabungan mahasiswa Aliansi Koetaradja Memanggil melakukan aksi di depan gedung.

Aksi penolakan terus berlanjut hingga hari ketiga, Jumat, 9 Oktober. Kali ini giliran aliansi Cipayung Plus yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi kepemudaan di Aceh menyambangi gedung wakil rakyat tersebut.

Tuntutan mereka sama, meminta pihak anggota dewan mendesak pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat untuk mencabut dan membatalkan diberlakukannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Regulasi tersebut dianggap tidak memihak dan sangat merugikan rakat Indonesia, termasuk Aceh.

Dalam setiap aksi yang dilakukan, massa selalu diterima oleh beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Mereka -anggota dewan- berjanji akan membahas tuntutan para demonstran dengan fraksi yang ada di legislatif tingkat Provinsi Aceh dan meneruskannya ke presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, hingga ke Forum Bersama (Forbes) Dewan Anggota DPR RI se-Aceh.

1. DPRA akui belum mendapatkan isi dari Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan

DPR Aceh Tetap Tolak, Meski Belum Terima Salinan Asli UU Omnibus LawKomar

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh mengaku, hingga saat ini belum menerima salinan lengkap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) lalu.

Malah dikatakan Fuadri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dari Partai Amanat Nasional, pihaknya hanya baru melihat dari sejumlah draft yang beredar di mesia sosial maupun media pemberitaan.

“Belum -menerima salinan asli Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja-. Kalau kita dapatkan dari media sosial, mungkin hampir semua kita ada,” ujar Fuadri.

Meski kabarnya draft Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang beredar tidak jauh berbedar dengan aslinya, namun Fuadri masih kurang yakin. Sehingga, ia meminta waktu sampai menerima salinan yang sah dari regulasi tersebut.

“Kita tidak begitu yakin, apakah ini -draft Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di mesia sosial- yang beredar utuh yang sebenarnya? Tentu juga kita ingin menunggu yang memamg disahkan ini yang mana,” kata anggota legislatif tingkat provinsi itu.

“Kalau memang kita coba kaji yang beredar hari ini saja, ini mungkin draft yang keberapa ini? Makanya kita sangat hati-hati dalam merespon,” imbuhnya.

2. Walau belum menerima salinan asli, DPR Aceh tetap menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja

DPR Aceh Tetap Tolak, Meski Belum Terima Salinan Asli UU Omnibus LawMassa tolak Umnibus Law di Aceh membakar ban (IDN Times/Saifullah)

Secara kelembagaan, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dikatakan politisi Partai Amanat Nasional tersebut, mendukung penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Walau, para anggota dewan hingga kini belum menerima salinan asli yang lengkap.

Ditambah lagi, undang-undang yang baru disahkan tersebut dianggap bakal berbenturan dengan keistimewaan Aceh yang telah memiliki Qanun Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan Aceh turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

“Sesuai dengan yang pernah disampaikan sebelumnya, DPR Aceh tidak pernah menyatakan mendukung undang-undang -Omnibus Law Cipta Kerja- dan kita juga belum melihat secara utuh apa isi Undang-Undang Omnibus Law ini,” tegas Fuadri.

Langkah dan memberikan sikap penolakan yang sama juga diharapkan datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia asal Aceh. Agar, kewenangan Aceh dalam mengatur undang-undang sendiri tidak terganggu dengan hadirnya Undang-Undang Omnibus Law.

“Artinya bagaimana Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ini jangan menggerus kewenangan-kewenangan yang sudah kita miliki untuk Aceh selama ini, yang merupakan buah perdamaian Aceh dengan Republik Indonesia,” jelasnya.

3. Ada tiga gelombang massa aksi dalam tiga hari

DPR Aceh Tetap Tolak, Meski Belum Terima Salinan Asli UU Omnibus LawAksi unjuk rasa ratusan mahasiswa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menolal Omnibus Law UU Cipta Kerja (IDN Times/Saifullah)

Ada tiga gelombang massa dalam tiga hari menyambangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, di Kota Banda Aceh. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan yang berujung dengan penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Fuadri mengatakan, tuntutan yang telah disampaikan akan segera dirumuskan oleh para anggotan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebelum nantinya diteruskan ke pemerintah pusat.  

“Insyaallah terus akan kita segera rumuskan tuntutan ini dan Insyaallah paling lambat Senin, sudah kita teruskan,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait belum adanya sikap yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Aceh terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, anggota legislatif tingkat provinsi ini akan mendesaknya.

“Saya pikir karena tuntutan ini ada, tugas kita akan menyampaikan ini kepada Pemerintah Aceh.

“Tentunya nanti tugas DPR adalah untuk menyampaikan kepada Pemerintah Aceh supaya aspirasi ini direspon dan tentu juga menyampaikan secara tertulis bahwa Pemerintah Aceh harus punya sikap untuk juga menyampaikan pesan-pesan rakyat ini kepada Pemerintah Pusat,” imbuhnya.

Baca Juga: MPU Aceh Haramkan Unsur Jual Beli Chip di Domino Online

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya