Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi (IDN Times/Sukma Sakti)
Ilustrasi (IDN Times/Sukma Sakti)

Jakarta, IDN Times - Pandemik virus corona atau COVID-19 terus mengancam seluruh aspek kehidupan. Perekonomian dunia juga dibuat lumpuh hingga ke level resesi. Dunia pelayaran tentu saja ikut terdampak, kendati kegiatan pengiriman barang global tetap berjalan sampai hari ini.

Pengamat Maritim Siswanto Rusdi mengatakan, kondisi pelaut jauh lebih memprihatinkan dampak virus corona. Sebab, banyak negara sudah melarang atau mempersulit pergerakan pelaut di tengah maraknya wabah virus corona. Ada yang dilarang turun dari kapal selama waktu sandar di dermaga.

Ada pula yang dikarantina di perairan pelabuhan. Nasib tidak mengenakan ini tentu juga dialami para pelaut Indonesia yang saat ini bekerja di kapal asing di seluruh dunia.

1. Pelaut dalam negeri terdampak akibat adanya wabah COVID-19

Ilustrasi kapal. IDN Times/Hisyam Keleten Kelin

Ancaman paling nyata yang menanti para pelaut, kata Siswanto, adalah depresi atau stres, karena berada di atas kapal dalam waktu lama. Biasanya para pelaut dirotasi secara teratur oleh operator kapal. Bermacam-macam interval waktunya, ada yang enam bulan, ada pula yang setahun, tetapi tidak sedikit juga yang kurang dari enam bulan.

Namun, menurut Siswanto, hal tersebut tidak seberapa jika dibandingkan dengan nasib pelaut dalam negeri. Sebab, hingga saat ini pemerintah masih juga mengesampingkan kepentingan pelaut yang dinilai paling rentan terpapar virus corona di dalam kapal.

“Adanya COVID-19 ini makin membuktikan pemerintah gak punya perhatian dengan pelaut. Sebelumnya sudah gak perhatian juga, pelaut kita ini gajinya gak ada standar, sekarang adanya COVID-19 banyak perusahaan motong gaji, termasuk perusahaan pelayaran,” kata dia saat dihubungi IDN Times, Senin (19/4).

(IDN Times/Arief Rahmat)

2. Pelaut dalam negeri tidak memiliki standar gaji yang telah ditentukan pemerintah

Ilustrasi (Dok. istimewa)

Direktur The National Maritime Institue (Namarin) ini menjelaskan, pelaut dalam negeri tidak memiliki standar gaji, yang tertuang dalam peraturan daerah atau Upah Minimum Provinsi (UMP).

Wabah virus corona, kata Siswanto, juga membuat angkutan perkapalan mengalami penurunan penumpang secara drastis, hal tersebut berdampak pada pemotongan gaji hingga 50 persen kepada para pelaut.

"Kalau misalnya yang pakai UMP digaji Rp4 juta terus dipotong setengah, masih ada Rp2 jutaan. Nah, pelaut lokal itu gak ada yang dibayar UMP, suka-sukanya pengusaha. Kalau perusahaannya bonafit ya (dibayar besar), tapi kan yang bonafit gak banyak di Republik tercinta ini,” ujar dia.

3. Kapal menjadi transportasi massal yang paling rentan terhadap penyakit menular

Ilustrasi kapal laut (IDN Times/Hisyam Keleten Kelin)

Siswanto menuturkan, kapal merupakan transportasi publik yang sangat rentan penularan virus corona kepada penumpang lainnya. Bahkan, kapal induk (aircraft carrier) milik TNI AL Amerika Serikat, USS Theodore Roosevelt, yang sudah memiliki standar kesehatan tingkat tinggi saja, masih ada yang terpapar COVID-19.

"Bayangin itu kapal canggih di muka bumi, kena. Bayangkan kondisinya di kapal-kapal kita, itu artinya kapal itu kalau ada penyakit menular paling rentan,” tutur dia.

4. Siswanto meminta pemerintah menghentikan operasional kapal penumpang untuk sementara waktu

Ilustrasi. IDN Times/Hisyam Keleten Kelin

Oleh sebab itu, Siswanto meminta kepada pemerintah agar tegas memberhentikan operasional kapal penumpang, supaya tidak terjadi penularan yang lebih signifikan lagi. Terlebih, sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadan, di mana masyarakat banyak melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman menggunakan kapal yang dinilai sangat ekonomis ketimbang angkutan massal lainnya.

Selain itu, Siswanto juga mengajak agar para pejabat negara mengurangi ego sektoral masing-masing, karena sampai saat ini masih banyak peraturan yang tumpang tindih, antara satu kementerian dengan kementerian lainnya terkait aturan angkutan transportasi. Presiden Joko “Jokowi” Widodo diminta turun tangan untuk mengatasi masalah ini.

“Meskipun operasional diberhentikan, tapi pemerintah harus bertanggung jawab dengan nasib pelaut. Pertama, pelaut kerja di kapal, dorong pengusahanya, pemilik kapalnya untuk memperhatikan. Kedua, pemerintah dukung yang bisa didukung, misal kemudahan cicilan. Terserah lah yang penting pelaut aman di rumah, ada duit untuk makan itu aja dulu,” kata dia.

Editorial Team