Jakarta, IDN Times - Sindang pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Ketua nonaktif DPR RI Setya Novanto kembali diskors.
Novanto tetap tidak menjawab pertanyaan Majelis Hakim, meski dokter menyatakan orang nomor satu di Golkar itu dinyatakan sehat, dan bersedia menjawab pertanyaan dokter saat sidang diskors pada pukul 11.30 hingga pukul 14.30 WIB.
"Saudara bahwa saudara dinyatakan sehat, sehingga sidang bisa dilanjutkan, untuk itu saya ulangi kembali," tanya Ketua Majelis Hakim Yanto kepada Novanto, Rabu (13/12).
Namun, pria yang akrab disapa Setnov itu tetap tertunduk dan tidak menjawab pertanyaan Majelis Hakim. Hakim kembali menanyakan identitas Novanto, namun tidak dijawab.
"Nama lengkap saudara? Nama lengkap, apakah betul Setya Novanto? Tempat lahir Bandung, di sini tadi sudah dibetulkan. Umur di sini tertulis 62, lahir tanggal 12 November 1955. Apakah betul jenis kelamin laki-laki, saudara mendengar saya?" tanya hakim lagi.
Novanto tetap menunduk dan membisu di kursi pesakitan. Kedua tangannya menyangga tubuhnya.
Hakim kembali mengulangi pertanyaan kepada Novanto.
"Pekerjaan di sini anggota DPR, pendidikan S1, terdakwa mendengar kata-kata saya? Baik, sekali lagi, terdakawa, saya tanya, nama lengkap terdakwa? Tempat lahir?" tanya hakim.
Kali ini Novanto akhirnya bersedia menjawab dengan singkat. "Kurang sehat yang mulia," lirih Novanto sambil tertunduk lesu.
Hakim akhirnya memutuskan sidang diskors atau ditunda sementara selama satu jam, untuk memeriksa kembali kondisi Novanto.
Ketua nonaktif DPR RI Setya Novanto disangka melakukan penyalahgunaan wewenang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Pria yang juga menjabat Ketua Umum nonaktif Partai Golkar itu diduga dengan sengaja memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
KPK menyebut, Novanto bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengatur proses pembahasan anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Perbuatannya diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun.