Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi demo pengesahan RUU PKS (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menyelenggarakan konsultasi publik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), secara hybrid pada Senin (7/2/202).

Konsultasi publik membahas pokok diskusi hukum acara. Pertemuan dengan perwakilan kementerian atau lembaga, masyarakat sipil, dan akademisi ini guna menyempurnakan DIM RUU TPKS.

“Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS, karena kami sangat memahami kemendesakan dan urgensi RUU yang sudah ditunggu banyak pihak ini,” kata Menteri PPPA (PPPA) Bintang Puspayoga dalam keterangannya, Selasa (8/2/2022).

"Semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan," sambung dia.

1. Bintang berharap pertemuan bisa perkaya substansi RUU TPKS

Menteri PPPA Bintang Puspayoga (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Menurut Bintang, proses penyusunan DIM RUU TPKS berjalan lebih cepat dan efektif dengan pengawalan gugus tugas yang diinisiasi Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Bintang berharap pertemuan ini dapat memperkaya substansi, dengan mendengarkan pandangan serta masukan akademisi dan masyarakat sipil, yang nantinya perlu diakomodasi di dalam DIM dan pandangan pemerintah.

Dia menjelaskan, RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, seperti pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis daring, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.

“Selain itu juga ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” kata Bintang.

2. Syarat APH yang menangani kasus kekerasan seksual harus sensitif gender

Editorial Team

Tonton lebih seru di