Linimasa Historis Papua. (IDN Times/Aditya Pratama)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan V Tahun 2020-2021 di Jakarta, Kamis (15/7/2021).
Pengesahan diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebagai pimpinan rapat, setelah ia meminta persetujuan 492 peserta Rapat Paripurna yang hadir secara langsung dan daring. Para peserta rapat kompak menyetujui perubahan regulasi itu. Proses pengesahan disaksikan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.
RUU Otsus ini merupakan RUU yang diusulkan oleh presiden untuk dibahas bersama dengan DPR melalui Surat Presiden Nomor: R-47/Pres/12/2020.
Urgensi perubahan norma yang diusulkan oleh presiden melalui rancangan undang-undang ini, perihal penerimaan dalam rangka dana otsus yang membutuhkan dasar hukum baru pada 2021 untuk keberlanjutan masa berlakunya dana otsus dan sebagai upaya mitigasi turbulensi fiskal di tanah Papua.
RUU yang diusulkan pemerintah ini berisi perubahan terhadap tiga pasal, yakni Pasal 1, Pasal 34, dan Pasal 76, yang memuat materi perihal Dana Otonomi Khusus dan Pemekaran wilayah daerah.
Namun, dari hasil Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum yang dilaksanakan oleh panitia khusus, fraksi-fraksi di DPR berpandangan bahwa persoalan di Papua tidak dapat hanya diselesaikan hanya melalui tiga pasal tersebut.
Akhirnya, 15 pasal di luar substansi yang diajukan, pemerintah dapat mengakomodasikan di dalam perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 ini ditambah dengan 2 pasal substansi materi di luar Undang-Undang. Sehingga, terdapat 20 pasal yang mengalami perubahan. Terdiri dari perubahan pada 18 pasal dan penambahan dua pasal baru.
“RUU ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan orang asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan perekonomian, serta memberi dukungan bagi masyarakat adat," ucap Ketua Tim Panitia Khusus RUU Otsus Papua Komarudin Watubun, Kamis (15/7/2021).
Ia mengklaim UU Otsus baru memberi ruang yang luas bagi orang asli Papua untuk berkiprah dalam politik, serta lembaga-lembaga seperti Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat Kabupaten/Kota (DPRK). Ada 250 kursi bagi orang asli Papua untuk seluruh DPRK; serta memberi afirmasi 30 persen untuk keterlibatan perempuan asli Papua dalam DPRK.
Poin-poin perubahan lainnya mencakup peningkatan alokasi dan skema baru pencairan dana otsus, pembentukan Rencana Induk Pembangunan Papua, pembentukan Badan Khusus Pembangunan Papua, dan pemberian tenggat waktu penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana UU Otsus yang baru selama 90 hari setelah beleid itu diundangkan.
Usai pengesahan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku bersyukur dan mengapresiasi DPR karena RUU Otsus Papua bisa disahkan.
"Dalam perjalanannya banyak hal yang telah berhasil dicapai, namun ada pula yang perlu diperbaiki. Salah satu contoh belum meratanya pembangunan antar kabupaten/kota di provinsi Papua dan Papua Barat," ucap Tito.
Dia menambahkan, perubahan kedua UU Otsus Papua ini diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Selain itu, sambungnya, UU Otsus Papua diperlukan untuk percepatan pembangunan di Papua.
"Perubahan ini juga diperlukan untuk memperpanjang dana otonomi khusus. Pasal 34 menyatakan bahwa dana otonomi khusus berlaku selama 20 tahun. Sehingga apabila tidak dilakukan perubahan maka dana otonomi khusus akan berakhir 2021. Sedangkan dana Otsus berdasarkan pertimbangan pemerintah masih sangat diperlukan untuk percepatan pembangunan di Papua," ujar Tito.