Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari STIH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai alasan sejumlah elite partai politik yang kembali mengusulkan penundaan pemilu 2024 sangat mengada-ada. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar yakni agar momentum perbaikan ekonomi tidak hilang dan tak terjadi freeze untuk mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemik.
Bagi Bivitri alasan ekonomi yang belum pulih yang diungkapkan oleh para elite parpol tidak masuk akal. Sebab, meski ekonomi Indonesia belum pulih usai dihajar COVID-19, tetapi pemerintah tetap ngotot memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Biaya untuk pemindahan ibu kota ke Kaltim mencapai Rp501 triliun. Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah menetapkan sebanyak 17 persen dari dana tersebut dibebankan ke APBN. Sementara, biaya Pemilu 2024 diprediksi mencapai Rp76 triliun.
Bahkan, kata Bivitri, Jokowi sudah ancang-ancang ingin melakukan upacara HUT ke-79 di Istana Negara di ibu kota yang diberi nama Nusantara itu. "Alokasi anggarannya (untuk memindahkan ibu kota) sangat luar biasa. Jadi, sekarang yang jadi pertanyaan, kita lebih memilih memindahkan ibu kota ketimbang pemilu?" tanya Bivitri kepada media pada Jumat (25/2/2022).
Ia juga kembali mengenang peristiwa krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Meski nilai rupiah sangat anjlok ketika itu, tetapi Pemilu tahun 1998 tetap digelar.
"Dan di negara lain, tidak ada yang menunda pemilu (karena COVID-19). Kalau ketika di awal pandemik, memang ada beberapa negara. Tapi, jangan lupa bahwa pada Desember 2020, Indonesia tetap menggelar pilkada serentak," tutur dia.
Dari pilkada tersebut, terpilihlah Bobby Nasution, menantu presiden sebagai Wali Kota Medan dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Solo. Apa dalih yang digunakan oleh PKB untuk membenarkan Pemilu 2024 ditunda tiga hingga empat tahun lagi?