Jakarta, IDN Times - Pakar kelautan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Wisnu Wardhana, mengatakan untuk mengevakuasi anak buah kapal (ABK) KRI Nanggala-402 dibutuhkan kapal selam darurat berukuran kecil. Kapal selam darurat yang dikerahkan harus memiliki kemampuan menyelam hingga kedalaman lebih dari 850 meter.
Caranya, kata dia, kapal selam darurat diluncurkan ke bawah laut dan mendekati titik tenggelamnya kapal selam buatan Jerman tersebut.
"Kapal selam darurat itu harus stand by di atas kapal Nanggala-402 itu. Di kapal Nanggala-402 ada pintu keluar darurat yang berlokasi di geladak. ABK itu bisa naik ke kapal selam emergency melalui pintu keluar darurat tersebut," ungkap Wisnu ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Sabtu (24/4/2021) malam.
"Setelah berhasil evakuasi sebagian ABK, kapal selam darurat meninggalkan Nanggala-402, lalu kembali. Prosesnya terus berulang seperti itu sampai semua kru berhasil dievakuasi," tutur dia lagi.
Permasalahannya, kata Wisnu, Indonesia tidak punya teknologi kapal selam darurat. Menurut dia, tak lazim apabila mengoperasikan kapal selam, namun tak memiliki kapal selam darurat untuk mengatasi kecelakaan di bawah laut.
Itu sebabnya, kata Wisnu, Indonesia bergantung kepada bantuan dari negara tetangga dalam proses evakuasi. Namun, mereka baru bisa ikut dalam proses evakuasi saat titik koordinat tenggelamnya KRI Nanggala-402 sudah diketahui.
"Kalau kita punya kapal itu (submarine support and rescue vessel), pasti sudah dikerahkan dari kemarin-kemarin. Ya, memang begitulah keterbatasan Indonesia," ujarnya.
Apakah ada peluang bagi 53 ABK KRI Nanggala-402 dievakuasi dalam kondisi selamat?