Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Santi Dewi)
Sebelumnya, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas; Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin; Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto menghadiri langsung sidang lanjutan dari uji formil dan materiil UU TNI pada Senin (23/6/2025). Sidang ketiga yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo ini digelar untuk beberapa perkara sekaligus, di antaranya Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 dan Perkara Nomor 75/PUU-XXIII/2025 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR RI dan pemerintah/presiden.
Dalam kesempatan itu, Supratman mengklaim, Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI diajukan berdasarkan urgensi nasional terkait upaya melindungi dan menyelamatkan WNI karena meningkatnya dinamika keamanan regional, penguatan stabilitas pertahanan nasional dan internasional, ancaman militer, nonmiliter, dan hibrida (terorisme dan perang siber).
Selain itu, RUU ini sebagai wujud dari tindak lanjut atas Putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021 serta keinginan bersama pembentuk Undang-Undang untuk melanjutkan pembentukan UU TNI (UU 3/2025) yang ditandai dengan telah ditugaskannya Komisi I DPR untuk membahas RUU TNI Perubahan.
Para Pemohon Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 terdiri atas Muhammad Bagir Shadr (Pemohon I), Muhammad Fawwaz Farhan Farabi (Pemohon II), Thariq Qudsi Al Fahd (Pemohon III). Adapun para Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XXIII/2025 yaitu Muhammad Imam Maulana (Pemohon I), Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban (Pemohon II), Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar (Pemohon III), dan Ursula Lara Pagitta Tarigan (Pemohon IV).
Pemerintah menerangkan mengenai proses pembentukan UU 3/2025 yang didalilkan bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Bahwa pada Tahap Perencanaan, RUU TNI Perubahan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 sampai dengan Pasal 23 UU P3. Sebelum RUU TNI Perubahan diusulkan oleh DPR RI, Pemerintah telah melakukan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat terkait substansi yang kemudian menjadi materi muatan UU TNI sejak 2023 dengan beberapa kegiatan berupa FGD yang diselenggarakan oleh Babinkum Mabes TNI.
Kemudian memasuki Tahap Penyusunan, RUU TNI Perubahan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 49 UU P3. Pada tahap ini, Pemerintah melakukan penyusunan DIM RUU TNI Perubahan setelah adanya surat dari DPR RI tertanggal 28 Mei 2024. Penyusunan DIM ini dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Berikutnya pada Tahap Pembahasan, RUU ini telah mempedomani Pasal 66 UU P3 dengan melakukan prosesnya pada dua tingkat pembicaraan yakni Pembicaraan Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II.
“Terakhir memasuki Tahap Pengesahan dan Tahap Pengundangan telah dilakukan pada 26 Maret 2025 sebagai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.Dengan demikian partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU 3/2025 telah dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang pada tahapan yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi,” jelas Supratman.
Kemudian, pemerintah menjawab terkait dalil para Pemohon yang menyatakan pembentukan UU 3/2025 tidak memenuhi prinsip meaningful participation. Pemerintah mengutip, menurut MK, partisipasi masyarakat dilakukan dalam wujud pemberian masukan secara proaktif tanpa perlu menunggu diminta atau diundang. Berdasarkan hal tersebut, digunakan atau tidaknya hak memberikan masukan oleh masyarakat, dikendalikan oleh masyarakat itu sendiri. Pemerintah disebut tetap berupaya menjaring masukan sebanyak-banyaknya dengan membuka akses seluas-luasnya.
Salah satunya penyediaan akses bagi masyarakat dan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan masukan secara proaktif. Singkatnya, penyerapan aspirasi masyarakat tersebut telah dituangkan sebagai materi muatan RUU TNI Perubahan sejak 2023. Dengan demikian, hal ini menunjukkan proses pembentukan UU TNI sesungguhnya tidak dilakukan secara tergesa-gesa serta telah memenuhi asas keterbukaan dan prinsip meaningful participation.