Jakarta, IDN Times - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan, pihaknya akan mengubah prosedur standar terkait pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa. Kebijakan ini diambil usai terjadi ledakan amunisi di Kabupaten Garut pada 12 Mei 2025, yang menewaskan 13 orang, termasuk sembilan warga sipil.
Dalam pandangan Agus, amunisi yang sudah kedaluwarsa sensitif terhadap gerakan, gesekan dan cahaya. Akibatnya mudah untuk meledak.
"Sehingga, memang ini jadi masukan buat kami. SOP-nya nanti akan kami ubah supaya personel yang melaksanakan pemusnahan itu bisa aman. Kami akan koreksi ke dalam, mudah-mudahan tidak terjadi seperti itu," ujar Agus usai menggelar rapat tertutup dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Dalam kesempatan itu, jenderal bintang empat tersebut justru menyebut tidak melibatkan masyarakat sipil dalam aktivitas berbahaya. Warga sipil hanya membantu aktivitas administratif dan memasak bagi prajurit TNI yang bermalam di titik pemusnahan amunisi.
"Sebenarnya, masyarakat sipil itu tukang masak dan pegawai di situ," tutur dia.
Ketika ditanyakan kembali mengapa bisa puluhan tahun warga sipil ikut membantu aktivitas pemusnahan, Agus lagi-lagi hanya menyebut mereka bertugas sebagai juru masak.
Namun, temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di lapangan berbeda. Korban sipil ikut jatuh karena ada 21 warga yang diajak dalam aktivitas pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa. Bahkan, delapan dari sembilan warga sipil yang tewas ditemukan berada di dekat lubang ketiga berisi detonator yang meledak.
