Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pantau Gambut: Indonesia Rumah Gambut Tropis Kedua tapi Menyedihkan

Ilustrasi hutan yang subur (freepik.com/wirestock)

Jakarta, IDN Times - Kondisi ekosistem gambut masih dianggap jadi lahan mati yang bisa dieksploitasi daripada direstorasi. Pada 2 Februari diperingati Hari Lahan Basah Sedunia, namun hal ini malah dianggap sebagai jargon semata yang tak bermakna.

Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila, menjelaskan ada kondisi merosotnya jumlah lahan basah dengan kualitas yang baik di Indonesia.

"Sebagai rumah dari gambut tropis kedua di dunia, perlindungan ekosistem ini di Indonesia justru menyedihkan," kata dia dalam keterangan resmi, Senin (3/2/2025).

1. Kehilangan lahan basah tiga kali lebih cepat daripada hutan alam

Petugas berjibaku memadamkan api di Bukit Pergasingan Sembalun. (dok. RPH Sembalun)

Abil menjelaskan sejumlah temuan menjadi penguat luasan lahan basah secara global terus menyusut. Global Wetland Outlook menyebutkan kehilangan lahan basah terjadi tiga kali lebih cepat daripada hutan alam.

Sementara, sebanyak 64 persen lahan basah dunia telah hilang sejak awal abad ke-20, menurut Ramsar Convention on Wetlands.

Buruknya perlakuan pada ekosistem gambut menyebabkan kerentanan pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meningkat. Pada awal 2023, Pantau Gambut menemukan dari total 24,2 juta hektare luas Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Indonesia, sekitar 16,4 juta hektare atau 65,9 persen rentan terbakar.

Belum lagi infrastruktur restorasi gambut yang disebut kerap tak sesuai standar.

2. Status otoritas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) masih tanda tanya

Proses tahapan pengukuran lahan milik warga yang masuk dalam proyek pembangunan Tol IKN segmen 6A dan 6B (IDN Times/Ervan)

Menurut Abil, bagi pemerintah Indonesia, keberhasilan restorasi hanya dilihat dari angka pelaksanaan proyek, bukan dampak kepada masyarakat yang terdampak.

"Perayaan hari Lahan Basah Sedunia pun hanya menjadi ajang seremonial semata," katanya.

Belum lagi, kata dia, status otoritas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam melaksanakan program restorasi dan perlindungan ekosistem gambut, hingga kini juga masih menjadi tanda tanya

3. Jangan sampai Hari Lahan Basah Sedunia hanya jadi ajang selebrasi

Ilustrasi kebakaran (pexels.com/RDNE Stock project)

Maka itu, Abil mengungkapkan, perlu ada langkah konkret yang dilakukan Indonesia untuk melestarikan ekosistem gambut. Negara punya tanggunng jawab penuhi hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat.

Menurut Abil perlu ada langkah preventif untuk menegakkan hukum di ekosistem gambut. Salah satunya dapat dilakukan dengan menegakkan kesesuaian standar kanal dan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2017 jo. PP Nomor 71 Tahun 2014.

Perlu juga untuk menghapus segala kebijakan destruktif pada ekosistem gambut seperti pemutihan sawit, Proyek Strategis Nasional (PSN), hingga perubahan pasal-pasal Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hingga perlunya ada pengawasan ketat pada korporasi di area konsensinya dan komitmen berkelanjutan.

"Jangan sampai Hari Lahan Basah Sedunia hanya menjadi ajang selebrasi untuk melegitimasi proyek-proyek pemerintah yang merusak ekosistem gambut. Salah satunya yang sedang mengintai kita semua: alihfungsi 20 juta hektare hutan untuk perkebunan sawit," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Rochmanudin Wijaya
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us