Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PDIP: Penulisan Ulang Sejarah Jangan Berdasar Mereka yang Menang

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat usai memimpin uparara peringatan hari lahir pancasila di Sekolah Partai PDIP. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Ketua PDIP menolak penulisan sejarah berdasarkan kepentingan politik, ingin sesuai fakta sejarah.
  • Peringatan hari lahir pancasila pernah dilarang orde baru, Djarot menyerahkan terminologi sejarah kepada ahli.
  • Kementerian Kebudayaan rencananya akan menghapus istilah Orde Lama dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat menyorot rencana penulisan ulang sejarah Indonesia oleh pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan.

Djarot menegaskan, penulisan sejarah harus sesuai fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Ia juga tidak ingin penulisan ulang bukan berdasarkan kepentingan rezim yang berkuasa.

"Penulisan sejarah itu tolong benar-benar sesuai dengan fakta sejarah, bukan his story, bukan story mereka yang menang, tetapi benar-benar cerita perjuangan bangsa kita ini," ujar Djarot, di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (1/6/2025). 

1. Peringatan Hari Lahir Pancasila pernah dilarang di orde baru

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Djarot mengungkapkan, peringatan hari lahir pancasila pernah dilarang oleh pemerintahan orde baru. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1970, setelah Bung Karno wafat.

Pemerintah saat itu, berdasarkan tulisan Prof. Nugroho Notosusanto, menyatakan bahwa Hari Lahir Pancasila bukan 1 Juni.

"Ini dilawan dan diluruskan oleh para sejarawan," ujar dia.

Menanggapi penghapusan terminologi sejarah seperti Orde Lama dalam penulisan buku sejarah versi pemerintah, Djarot menyerahkannya kepada ahli sejarah.

Namun, ia mengingatkan, baik orde lama, orde baru hingga reformasi merupakan bagian fakta sejarah yang tak boleh dihapus.

"Kalau Orde Lama, Orde Baru, kita serahkan ke ahli sejarah. Masa pemerintahan Bung Karno itu Orde Lama, masa pemerintahan Orde Baru, masa sekarang reformasi, nanti orde apa lagi? Itu bagian sejarah juga kan," ucapnya.

2. Jangan hilangkan fakta sejarah

Ketua DPR RI Puan Maharani. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan, jangan sampai proyek penulisan ulang sejarah Indonesia justru menghilangkan fakta sejarah negara ini sehingga pada akhirnya ada pihak-pihak yang tersakiti.

"Ya itu apapun kalimatnya, apapun kejadiannya, jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan, karena sejarah tetap sejarah jadi harus dikaji dengan baik dan dilakukan dengan hati-hati," kata Puan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/5).

Puan juga meminta agar penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan transaparan.

Ia tak ingin proyek ini tidak dilakukan secara buru-buru, dan jangan sampai bangsa ini malah melupakan sejarah yang selama ini sudah tercatat rapi.

"Namanya sejarah apakah itu pahit ataukah baik, ya kalau memang harus diulang ya diulang dengan sebaik-baiknya," kata dia.

3. Istilah Orde Lama mau dihapus di sejarah baru

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)

Diketahui, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) tengah menyusun kembali sejarah Indonesia. Penulisan ulang ini rencananya akan diluncurkan pada HUT ke-80 RI sebagai kado kemerdekaan.

Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon menegaskan, penulisan ulang sejarah Republik Indonesia akan menghapus istilah Orde Lama. Fadli menegaskan, Presiden Sukarno tidak pernah menyebut pemerintahannya sebagai Orde Lama.

"Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat ya, kalau kita lihat, pemerintahan orde lama, tidak pernah menyebut Orde Lama. Kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah pemerintahannya," kata Fadli Zon.

"Tapi apakah pemerintahan saat itu menyebutnya sebagai Orde Lama? Kan tidak ada. Jadi sebenarnya itu juga perspektif yang kita ingin membuat lebih inklusif, netral," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us