ABK Kapal Tiongkok saat ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkapan layar video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)
Sebelumnya, ramai diberitakan kasus pelarungan tiga ABK WNI dari Kapal Long Xing milik perusahaan Tiongkok di Samudera Pasifik. Tiga korban tersebut diklaim memiliki riwayar penyakit yang menular sehingga diambil tindakan standar pelayaran.
Kejadian tersebut terjadi pada Desember 2019, bermula ketika dua ABK asal Indonesia jatuh sakit. Karena sakitnya semakin serius, para kru mendesak kapten kapal untuk melabuhkan kapal agar kedua ABK tersebut mendapatkan penanganan medis yang memadai. Akan tetapi kapten kapal menolak dengan alasan tidak mendapatkan otorisasi dari perusahaan.
Tanggal 22 Desember 2019 pagi, seorang ABK dengan inisial (S) meninggal dunia. Kapten kapal lantas melarung jenasah (S) ke laut pada sore di hari yang sama. Kemudian pada tanggal 27 Desember 2019, seorang ABK lain yang sakit dipindahkan ke kapal lain, Long Xing 802 yang sedang perjalanan menuju pelabuhan terdekat di Samoa. Setelah 8 jam berada di di Long Xing 802, ABK yang berinisial (Al) meninggal dunia, dan juga dilarung ke laut.
Karena kejadian ini, kru Long Xing 802 panik dan minta dipulangkan. Long Xing 802 berlayar kembali ke Busan. Pada tanggal 27 Maret 2020, para ABK tersebut dipindahkan ke kapal lain yang bernama Tian Yu 8 yang sedang perjalanan ke Busan. Pemindahan ini untuk menghindari kemungkinan penolakan berlabuhnya kapal Long Xing karena adanya insiden kematian.
Pada 29 Maret 2020 ketika Tian Yu 8 mendekati perairan Jepang, seorang ABK yang berinisial (Ar) meninggal dunia dan juga dilarung ke laut. Kapal tiba di Busan pada 24 April 2020. Melalui tugboat, semua ABK dibawa ke imigrasi, setelah itu dikarantina di sebuah hotel dikarenakan adanya pandemik COVID-19.
Ada satu ABK lagi atas nama (Ef) yang meninggal dunia saat perjalanan ke rumah sakit pada tanggal 27 April 2020, sehingga total ABK yang gugur dalam tugas ada 4 WNI, sedangkan yang dikarantina di Busan saat ini ada 14 orang.