Jakarta, IDN Times - Kantor Staf Presiden (KSP) membantah pemerintah pusat menginstruksikan pemerintah daerah, mengutak-atik data pelaporan COVID-19 sehingga selisih data tetap ditemukan. Justru, agar hal tersebut tidak terjadi, Kementerian Kesehatan kini langsung meminta data kasus virus corona kepada semua rumah sakit di daerah. Alhasil, pelaporan dan verifikasi pun tidak lagi dilakukan secara berjenjang.
Pernyataan tersebut mengomentari temuan dari organisasi pemantau wabah, LaporCovid19, yang menyebut masih ditemukan selisih angka kematian COVID-19 di data pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selisih angka kematian pada April 2021 dilaporkan mencapai 2.526.
Temuan tim relawan LaporCovid19 menemukan pada April 2021 angka kematian pasien yang positif tertular COVID-19 mencapai 47.642. Data itu, menurut LaporCovid19 bisa lebih tinggi, karena masih ada 12 provinsi yang belum memperbarui datanya lantaran situsnya bermasalah. Sedangkan, pada bulan yang sama, pemerintah melaporkan 45.116 orang yang meninggal akibat COVID-19.
"Kami tidak pernah mengeluarkan instruksi untuk utak-atik data (COVID-19). Data itu selalu diutak-atik dari bawah. Tapi ya begitulah situasinya. Karena kami butuh data yang real time," ujar Deputi II KSP, Abetnego Tarigan, ketika berbicara pada webinar LaporCovid19 bertajuk "Paparan Kajian LaporCovid-19: Kekuasaan dan Peran Militer Dalam Merespons Pandemik COVID-19", Rabu (18/8/2021).
Lantaran ada perbedaan data itulah, akhirnya pemerintah pusat melalui Kemenkes memutuskan untuk meminta data langsung ke semua fasilitas kesehatan dan rumah sakit di daerah.
"Kan justru bingung ya," tutur Abetnego.
Salah satu daerah yang sempat dituding tidak melaporkan angka kematian secara real time adalah Kota Bekasi, Jawa Barat. Lantaran pelaporan data yang tidak beres itu, pemerintah pusat memutuskan tidak menggunakan sementara waktu angka kematian sebagai indikator bagi penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Apa komentar pemerintah mengenai angka kematian yang masih tinggi selama masa pandemik COVID-19?