Photo by rawpixel.com from Pexels
Senator DPD RI Asal Aceh, H. Fachrul Razi, MIP menyatakan bahwa referendum juga diberikan ruang oleh perjanjian damai tersebut jika para pihak tidak dapat memenuhi beberapa kesepakatan.
Fachrul Razi menilai bahwa MoU Helsinki menegaskan bahwa para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
“Artinya substansi perjanjian MoU Helsinki adalah demokrasi dan adil. Dua fondasi ini jika rakyat Aceh tidak merasakan keadilan dan demokrasi, wajar saja seorang mantan panglima GAM Muzakir Manaf sangat kecewa dengan keadaan sekarang,” tutur Fachrul Razi.
Akan tetapi, menurut Fachrul, penekan dari output Mou Helsinki selain demokrasi dan keadilan ialah kemajuan dan keberhasilan Aceh pascaperjanjian itu ditandatangani.
“Coba kita lihat dalam perjanjian MoU Helsinki bahwa dinyatakan para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan. Hal tersebut merupakan sebuah kondisi perubahan signifikan yang harus dirasakan di Aceh saat ini,” tutur Fachrul.
Menurut Fachrul, pernyataan Muzakir Manaf menunjukkan kekecewaannya terhadap kondisi Aceh saat ini yang jauh dari kemajuan dan keberhasilan.
Di sisi lain, Fachrul Razi menjelaskan bahwa Mou Helsinki merupakan “trust building”, yaitu membangun kepercayaan. Sebagaimana tertulis dalam MoU Helsinki bahwa “para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya”.
“Nah, jika salah satu pihak sudah mengalami kekurangan kepercayaan (distrust), ini menunjukkan bahwa muncul kekecewaan terhadap proses dan keadaan sekarang,” tutur Fachrul Razi.
Fachrul memberikan solusi. “Nah kalau ada yang tanya apakah MoU Helsinki memberikan ruang adanya referendum, silakan baca poin 6.1.c.”