Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Dzulfikar menilai, Perpol 10/2025 memberikan batasan-batasan terhadap ruang lingkup jabatan pada instansi pemerintah dan organisasi internasional yang memerlukan kompetensi, keahlian, dan kemampuan anggota Kepolisian.

  • MK tidak melarang anggota Polri aktif untuk mengundurkan diri sepanjang dia menduduki jabatan sipil yang ada di dalam kementerian/lembaga sepanjang memiliki kaitan atau sangkut paut dengan tugas pokok Polri.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah menanggapi polemik soal Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad, menilai, Perpol 10/2025 adalah konstitusional, sesuai, dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

Dzulfikar menjelaskan, MK berpendapat bahwa frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri' dalam Penjelasan Pasal 28 Ayat 3 UU 2/2002 telah menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 Ayat 3 UU 2/2002 sehingga tidak memberikan jaminan perlindungan dan menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D Ayat 1 UUD NRI Tahun 1945.

"Bahwa Penjelasan Pasal 28 Ayat 3 UU Polri menyatakan, yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri. Bahwa terhadap Penjelasan dalam Pasal 28 Ayat 3 UU Polri tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan tersebut, tidak membatalkan secara keseluruhan Penjelasan Pasal 28 Ayat 3 UU 2/2002 dan hanya terhadap frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri," kata dia dalam keterangannya Rabu (17/12/2025).

1. Perpol 10/2025 dinilai memberikan kepastian hukum

ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dzulfikar menilai, Perpol 10/2025 yang mengatur soal penempatan polisi di 17 kementerian/lembaga justru memberikan kepastian hukum.

"Perpol 10/2025 memberikan batasan-batasan terhadap ruang lingkup jabatan pada instansi pemerintah dan organisasi internasional yang memerlukan kompetensi, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki oleh anggota Kepolisian sehingga memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap jabatan yang memiliki sangkut paut dengan kepolisian," kata dia.

2. Tak masalah polisi aktif duduki jabatan di kementerian dan lembaga asalkan ada kaitannya

Ilustrasi polisi pelaku pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan di kantor polisi. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Dzulfikar mengatakan, penjelasan Pasal 28 Ayat 3 UU 2/2002 yang menyatakan frasa 'yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian' tidak dibatalkan oleh MK.

Menurut dia, hal itu diperkuat dengan pendapat dalam Pertimbangan Hukum MK yang menegaskan, jabatan yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian merujuk UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Artinya, Mahkamah Konstitusi tidak melarang anggota Polri aktif untuk mengundurkan diri sepanjang dia menduduki jabatan sipil yang ada di dalam kementerian/lembaga sepanjang memiliki kaitan atau sangkut paut dengan tugas pokok Polri," kata dia.

3. MK diminta bersuara agar rakyat makin paham dan tidak multitafsir

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mendorong MK menanggapi keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menerbitkan Perpol 10/2025. Dalam aturan yang diteken Listyo pada 9 Desember itu, polisi aktif diperkenaknak mengisi jabatan sipil pada 17 kementerian/lembaga.

Menurut Hendri, MK perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat luas terkait larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil seperti yang tertuang dalam Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Jadi bisa saja kemudian mereka beranggapan karena MK-nya tidak bicara maka Kapolri atau polisi tidak melanggar keputusan MK atau ada juga kubu yang anggap bahwa Polri melanggar keputusan MK karena percaya Mahfud MD,” kata Hendri dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Pendiri lembaga survei KedaiKopi itu mengatakan, tidak semua rakyat ahli atau paham tentang hukum. Menurutnya, rakyat perlu penjelasan tentang keberadaan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang memungkinkan polisi aktif bisa duduk di 17 kementerian atau lembaga.

“Tidak semua rakyat itu paham hukum atau ahli hukum, jadi kalau kemudian multitafsir seperti ini ya wajar saja terjadi. Nah dalam kondisi multitafsir yang mereka ikuti, ya, yang mereka paling percayai,” ujar dia.

“Misalnya Pak Mahfud atau penjelasan DPR, tapi kan dalam hal ini nama Mahfud yang juga dipercaya bahkan lebih dipercaya mungkin. Jadi karena ketidakpahaman itu, masyarakat mencari sumber informasinya sendiri-sendiri. Untuk menetralisir, perlu MK beri penjelasan,” sambung dia.

Dia mengatakan, saat ini mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan dan Ketua MK Mahfud MD menilai peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan undang-undang. Mahfud menilai tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Dalam pernyataannya, Mahfud menyebut aturan tersebut melanggar Pasal 28 Ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang telah dipertegas melalui Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Ada 2 kubu selain Polri dan MK yang berkembang saat ini, yaitu kubu percaya Mahfud MD dan kubu percaya penjelasan Komisi 3 DPR, maka akan baik bila dua kubu ini bertemu sehingga clear pesan sesungguhnya yang diterima rakyat,” ujar dia.

Oleh karena itu, MK melalui juru bicaranya harus memperjelas tafsir dari Putusan MK 114/2025 yang mempertegas larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Sehingga tidak menimbulkan intrepretasi yang merugikan rakyat maupun Polri.

"Kalau memang Kapolri tak melanggar ya MK mesti bilang tak melanggar, demikian pula sebaliknya, bila melanggar ya katakan melanggar," ucap dia.

Editorial Team