Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama usai ditetapkan dalam rapat pleno di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengkritisi rencana Prabowo-Gibran untuk menambah jumlah menteri. Isu yang beredar jumlah menteri yang akan ditambah mencapai 40. Padahal, di dalam UU Kementerian Negara jumlah anggota kabinet ditentukan maksimal 34. 

Ray mengatakan alasan yang dipakai bahwa tantangan bangsa ke depan berat sehingga diperlukan tambahan anggota kabinet merupakan alasan yang tak masuk akal. 

"Alasan karena negara kita besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak juga tidak dapat dibenarkan. Di dua era kepemimpinan Jokowi jumlah penduduk kita juga besar tapi tidak pernah ada solusi akan menambah jumlah kursi kabinet," ujar Ray di dalam keterangan tertulis pada Sabtu (11/5/2024). 

Ia menambahkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo pun malah pernah menjanjikan bakal membentuk kabinet yang ramping. Meski janji itu tak pernah ditepati. Sebab, ia ikut membuka kursi wakil menteri. 

Dalam catatan Ray, hanya India dengan penduduk di atas 300 juta jiwa yang memiliki anggota kabinet di atas 30. Mereka memiliki 50 menteri. 

"China, Amerika Serikat dan Jepang malah memiliki kabinet dengan menteri di bawah 30 kursi. Demikian juga Brasil dan negara-negara dengan ekonomi berkembang saat ini," tutur dia lagi. 

Indonesia saja, kata dia, merupakan negara dengan jumlah menteri terbanyak di kawasan Asia Tenggara. 

1. Penambahan jumlah menteri berpotensi sebabkan pemborosan uang negara

Direktur eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti. (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, menurut Ray, bila usulan penambahan menteri hingga 40 itu terwujud, maka bukan menterinya saja yang membengkak. Kebijakan itu akan berdampak pada adanya penambahan staf untuk menteri dan wakil menteri, pengamanan, akomodasi dan transportasi. 

"Jika berhitung kasar maka akan ada seperti ini; 40 menteri ditambah 20 wakil menteri ditambah 40 staf menteri dan 20 staf wakil menteri. Selain itu, dibutuhkan pula kantor dan staf penunjang lainnya. Tak terbayang berapa banyak uang negara yang habis untuk hal ini," ujar Ray. 

Maka, ia memprediksi bakal terdapat pemborosan keuangan negara. Sementara, tantangan ekonomi ke depan diprediksi semakin berat. 

2. Tak sesuai dengan desain perumahan dan kantor baru di IKN

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melakukan kunjungan kerja perdana ke lokasi pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. (Dok. Kementerian ATR/BPN)

Selain itu, bila ada penambahan menteri maka hal tersebut tidak sesuai dengan desain perumahan dan perkantoran baru di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sejauh ini desain kantor pemerintah di IKN disesuaikan dengan UU Kementerian yang berjumlah 34 anggota kabinet. 

"Maka, jika ada penambahan kementerian baru, maka desain tambahan harus dibuat. Termasuk rencana pembiayaannya," kata Ray. 

Ia juga menilai penambahan jumlah menteri justru bertentangan dengan upaya pembentukan pemerintah yang efektif dan efisien. Prinsip penting bagi negara yang ingin percepatan pembangunan adalah transparansi dan modernisasi birokrasi. 

"Penambahan anggota kabinet berpeluang menambah birokrasi pemerintahan yang akan berujung pada semakin panjangnya birokrasi pengambilan keputusan," tutur dia lagi. 

3. Posisi Prabowo dinilai lemah di depan rekan koalisi

Presiden terpilih, Prabowo Subianto ketika menghadiri HUT AM Hendropriyono di Cipayung, Jakarta Timur. (Dokumentasi tim media Prabowo)

Catatan lain yang disampaikan oleh Ray yakni dengan upaya Prabowo mengakomodasi penambahan jumlah menteri, maka menjadi sinyal Menteri Pertahanan itu memiliki posisi yang lemah di hadapan rekan koalisinya. "Beliau juga lemah dalam menangani konflik-konflik kepentingan yang niscara akan selalu hadir dalam pemerintahan," kata Ray. 

Ini juga menjadi pertanda lemahnya Prabowo dalam manajemen konflik di era kepemimpinannya nanti. "Prabowo juga lemah dalam mengelola dan menghadapi tuntutan koalisi. Beliau juga lemah dalam visi membangun pemerintahan yang efektif dan efisien," tutur dia. 

Sementara, juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, menepis presiden terpilih itu sudah memutuskan untuk menambah jumlah menteri. "Pak Prabowo sampai saat ini masih menderivasi visi, misi, dan program Beliau dalam bentuk institusi. Dalam arti menginstitusionalisasikan program-program Beliau. Program-program akan diakselerasi di institusi mana. Kemudian bagaimana merevitalisasi institusi, kementerian dan badan yang sudah ada saat ini," ujar Dahnil di Jakarta, pada 8 Mei 2024 lalu. 

"Pak Prabowo belum ada di titik kesimpulan untuk menambah atau mengurangi kementerian. Jadi, kalau ada pemisahan (kementerian), itu kemungkinan iya. Ada pemisahan dua kementerian jadi satu atau penggabungan kementerian, sudah mulai dibahas," katanya.

Sementara, terkait program-program unggulan seperti makan siang gratis masih dibahas akan ditangani oleh kementerian mana. "Jadi, semua masih dalam proses pembahasan dan belum ada keputusan satu pun," tutur dia lagi. 

Editorial Team