Peneliti Vaksin Nusantara Libatkan 27 Relawan di Uji Klinis Tahap I

Jakarta, IDN Times - Salah satu peneliti di RSUP dr. Kariadi, Semarang, Yetty Movieta Nency mengatakan di uji klinis tahap pertama Vaksin Nusantara melibatkan 27 sukarelawan. Hasilnya setelah vaksin disuntikkan, Yetty mengklaim tidak ada keluhan berat yang mereka rasakan.
Dikutip dari kantor berita ANTARA, Kamis (18/2/2021), Vaksin Nusantara disebut diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan, dr. Terawan Agus Putranto. Ia menggandeng tim peneliti dari PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), perusahaan farmasi AIVITA Biomedical dan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Bagi sebagian orang, informasi mengenai pengembangan vaksin nusantara masih terbatas. Publik pun dibuat terkejut sebab usai lama tak terdengar kabarnya, Terawan muncul dengan informasi sedang mengembangkan vaksin COVID-19.
"Pengembangan Vaksin Nusantara saat ini memasuki uji klinis fase kedua setelah fase pertama untuk mengetahui keamanan vaksin telah selesai dilaksanakan pada Januari 2021 lalu," ujar Yetty.
Maka, tim peneliti beralih ke uji klinis di tahap kedua. Rencananya, di tahap kedua akan melibatkan 180 sukarelawan dan dilakukan di RSUP dr. Kariadi. Tim peneliti akan meneliti efektivitas vaksin pada tahap kedua uji klinis tersebut.
Lalu, bagaimana prosedur pembuatan vaksin yang menggunakan teknologi sel dendritik itu?
1. Vaksin nusantara dikembangkan dari sel dendritik lalu diproses di laboratorium
Yetty menjelaskan metode yang digunakan untuk mengembangkan vaksin nusantara diambil dari sel dendritik autolog yang ada di darah manusia. Sel itu merupakan komponen dari sel darah putih.
Sel dendritik itu kemudian dibawa ke laboratorium untuk dikenalkan dengan recombinan dari virus Sars-CoV-2. "Jadi, setelah dia kenal sehingga menjadi pintar untuk bisa mengenali (virus corona) dan sudah tahu bagaimana mengantisipasi virus. Lalu, sel itu kita suntikan kembali ke subjek," tutur Yetty.
Dengan diberikan vaksin, diharapkan bisa merangsang respons imun spesifik terhadap antigen spike dari Sars-CoV-2.
Ia mengklaim Indonesia menjadi negara pertama yang mengembangkan vaksin dengan metode sel dendritik. Bila pengembangan vaksin ini berhasil, kata Yetty, maka Indonesia dapat disejajarkan dengan negara lain dalam pengembangan vaksin COVID-19.