Tes swab COVID-19 di Labkesda Jabar. (Dok/Humas Jabar)
Setelah menunggu empat hari, akhirnya pada Selasa 31 Maret 2020, saya dipanggil RSUD untuk melakukan tes swab dan diminta tiba pukul 08.00 WIB.
Setibanya di rumah sakit, poli ODP masih terlihat sepi pasien. Saya kembali diminta mengisi formulir tes swab. Usai mengisi formulir, saya kembali diminta menunggu antrean oleh tim medis.
Hampir dua jam lebih saya menunggu untuk dilakukan swab. Tim medis yang ditugaskan melakukan swab rupanya mengenakan APD yang berbeda dengan tim medis yang berada di luar. APD yang digunakan kali ini cukup lengkap, dengan kain pelindung tebal dan google yang besar, serta penutup kepala hingga kaki yang rapat.
Saya sedikit khawatir menjelang pemeriksaan swab. Sebab, seorang pasien lain sebelum saya, sempat berteriak saat dilakukan swab.
“Mbak, ini gak sakit kan?” tanya saya, memastikan kepada tenaga medis.
“Gak kok. Yang penting mulutnya bisa kebuka lebar, pasti gampang,” kata dia.
Lalu, tenaga medis itu meminta saya membuka mulut untuk melihat seberapa lebar mulut saya jika terbuka.
“Oh, oke. Bisa kalau gini,” kata dia.
Kemudian, ia mengambil sebuah alat. Bentuknya seperti katembat, namun ukurannya lebih panjang. Ia meminta saya terus membuka mulut dengan lebar. Alat tersebut sempat dioleskan ke sebuah cairan, sebelum dimasukkan ke dalam kerongkongan saya. Rasanya sedikit sakit, namun tak lama prosesnya.
Setelah itu, ia menggunting ujung alat yang digunakan untuk mengambil sampel lendir tenggorokan saya. Ia masukkan ke dalam sebuah plastik yang sudah disediakan.
“Sudah selesai ini, mbak?” tanya saya.
“Iya, sudah, kok,” kata dia.
“Loh lendir hidung gak diambil, mbak?” tanya saya, lagi.
“Gak kok. Cukup tenggorokan aja yang diambil,” jawab dia, lagi.
Selesai. Akhirnya saya beranjak dari kursi. Tetapi saya sempat bertanya sedikit tentang kapan hasil tes swab saya keluar. Tenaga medis itu tak menjawab pastinya. Dia hanya mengatakan nantinya pihak rumah sakit akan menghubungi saya, jika sudah keluar hasilnya. Saya pun meninggalkan ruangan itu.
Seminggu sudah berlalu, tapi belum juga ada kabar dari rumah sakit tentang hasil swab saya. Saya penasaran bercampur khawatir, karena hasilnya tak kunjung keluar.
Saya tak bisa membayangkan, apabila ada pasien suspect virus corona, namun hingga tujuh hari belum tahu hasilnya. Tentu akan membuat keterlambatan penanganan jika memang pasien itu positif COVID-19.
Tak sabar menunggu hasil tes swab, saya pun langsung menghubungi dokter yang saat itu memeriksa saya. Kebetulan, teman saya sempat meminta nomor dokter tersebut.
Pada 8 April 2020, saya bertanya pada sang dokter, apakah hasil swab saya sudah keluar atau belum. Namun, sang dokter hanya membalas dengan meminta nama lengkap saya. Tapi tak ada lagi balasan dari sang dokter.
Keesokan harinya, pada 9 April 2020, saya mencoba bertanya lagi kepada sang dokter tentang hasil swab saya, karena sudah genap sembilan hari saya menunggu hasil swab, dan belum ada kejelasan dari rumah sakit. Tapi sang dokter tak membalas pesan singkat saya.
Akhirnya, keesokan harinya pada 10 April 2020, sang dokter membalas pesan singkat saya, dan menyatakan hasil swab saya negatif, alias tak ada virus corona di tubuh saya.
“Hasil baru keluar pagi ini. Swab-nya negatif, ya. Dua minggu lagi swab ulang,” kata dokter, dalam pesan singkat.
Lega rasanya. Saya bersyukur, saya tidak terinfeksi virus corona. Tapi sempat kesal karena saya harus menunggu 10 hari untuk mengetahui hasil tes swab. Itu pun saya harus menghubungi sang dokter terlebih dahulu. Jika saya tidak menghubungi dokter, kemungkinan tak ada kabar dari RSUD tentang hasil swab saya.
Meski demikian, saya tetap berterima kasih kepada para tim medis yang selalu siap berada di garda terdepan dalam menangani pasien virus corona, meskipun risiko yang mereka hadapi begitu besar. Perjuangan mereka luar biasa, sampai-sampai mereka harus jauh dari keluarga dan bahkan terusir dari lingkungan mereka.
Semoga pandemik virus corona ini segera berakhir, agar kita semua bisa kembali berkumpul bersama orang-orang tersayang.