Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengamat Usul Desak Reformasi Polri

(IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengusulkan agar publik lebih baik mendesak mengenai reposisi dan reformasi Polri, ketimbang digitalisasi. Menurut Ray, hal tersebut diperlukan agar melahirkan aparat kepolisian yang berintegritas.

“Digitalisasi kepolisian bukan merupakan hal urgen. Hal urgen itu adalah reposisi dan reformasi kepolisian. Maka dari itu, perlu didorong oleh semua kekuatan masyarakat sipil," kata Ray dalam acara survei dan diskusi publik dengan bertajuk Urgensi Digitalisasi Kepolisian Menuju Pemolisian Sipil Berintegritas yang digelar Civil Society for Police Watch di Jakarta Pusat, Sabtu (22/3/2025).

1. Gagah-gagahan polisi

Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Ray menuturkan, digitalisasi kepolisian seakan hanya menjadi program gagah-gagahan. Padahal, digitalisasi kepolisian bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada publik. Namun, digitalisasi yang dilakukan polisi saat ini hanya sekedar memperbaiki citra.

Ray mencontohkan, gagah-gagahan yang dimaksudkan yakni tidak terlepas dari mental birokrasi Indonesia yakni negara slogan. Misalkannya, banyak dijumpai di kantor kementerian/lembaga terpampang tulisan “Zona Anti Korupsi dan Penyuapan”. Tapi, persis di belakang spanduk tersebut terjadi korupsi dan penyuapan.

“Polri belakangan ini sangat pragmatis, karena terlalu dekat dengan kekuasaan politik. Bahkan, belakangan kita mendengar partai coklak (parcok). Hal ini ditandai dengan menguatnya keterlibatan oknum Polri pada urusan politik praktis,” kata Ray.

2. Polisi jarang dengar kritik hingga muncul usul kembalikan Polri ke TNI

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memimpin upacara kenaikan pangkat (korps) rapor 22 personel di Rupatama Mabes Polri (dok. Humas Polri)

Ia pun mengkritisi, polisi pada dasarnya menyelesaikan masalah, bukan mendatangkan masalah. Polisi belakangan jarang mendengarkan kritik masyarakat sipil dalam kerangka memperbaiki institusinya. Makanya tidak heran belakangan ini menguat usulan untuk mengembalikan Polri ke TNI.

"Bagi saya, usulan tersebut bukan saja reaksioner, melainkan harus dilihat sebagai sebuah ekspresi atau respon publik karena tidak puas dengan kinerja Polri," tutur Ray.

3. Citra Polri profesional dan berintegritas perlahan luntur

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual Anak membagi bunga kepada polisi. (IDN Times/ Putra F. D. Bali Mula)

Selain itu, Ray menyoroti, belakangan ini jarang mendengarkan percakapan publik yang mengakui institusi Polri masih profesional dan berintegritas. Sebab, Polri belakangan sangat jauh dari harapan polisi sipil yang demokratis dan humanis.

“Buruknya skor penilaian publik terhadap TNI dan Polri disebabkan oleh menguatnya pelibatan TNI-Polri di ruang-ruang sipil, termasuk di banyak program dan proyek strategis negara” imbuh Ray.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us