Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Sudah sebulan lamanya 11 kru kapal kargo berbendera Uni Emirat Arab (UEA), Rwabee, ditahan milisi Houthi di Yaman. Satu kru di antaranya merupakan WNI asal Makassar bernama Surya Hidayat Pratama.

Surya di sana bertugas sebagai Chief Officer. Namun, hingga kini Houthi belum bersedia melepas kapal kargo dan 11 kru tersebut. Mereka berkukuh isi kapal kargo yang dibawa UEA adalah perlengkapan militer. Bukan, peralatan medis untuk membangun rumah sakit darurat seperti klaim UEA.

Lalu, bagaimana posisi ABK WNI dalam hal ini?

Pengamat Maritim Laksamana Madya (Purn) Sulaiman B. Ponto mengatakan posisi awak kapal yang kini berada dalam penguasaan Houthi bisa saja dianggap tawanan kapal yang dibajak atau tahanan perang. Para ABK dapat dianggap tahanan perang lantaran kondisi milisi pemberontak Houthi yang memang tengah berperang dengan Arab Saudi dan negara sekutunya. 

"UEA dan Arab Saudi masuk ke dalam koalisi yang beperang melawan pemberontak Houthi. Jadi, status ABK bisa berbeda versi. Menurut versi Arab Saudi, kapal tersebut dibajak, maka status awak kapal adalah disandera oleh pemberontak Houthi," ungkap Ponto dalam keterangan tertulis pada Kamis, 3 Februari 2022. 

Sedangkan, menurut milisi Houthi, kapal kargo itu dianggap kapal militer. Kapal tersebut ditangkap karena dianggap mengangkut perlengkapan militer. Kapal Rwabee ditangkap dalam operasi militer. 

"Jadi, bukan tidak mungkin bila awak kapal berpotensi dianggap sebagai tahanan perang atau prisoner of war (POW)," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (KaBAIS) itu. 

Perkara hingga kapan ABK WNI itu ditawan oleh Houthi maka hal tersebut tergantung dari pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. "Pemerintah Indonesia harus dapat diyakinkan bahwa yang ditangkap itu bukan warga Arab Saudi," ujarnya. 

Sebab, Indonesia saat ini tidak terlibat dalam peperangan antara Houthi dengan Arab Saudi. Lalu, bagaimana kondisi ABK WNI saat ini yang masih ditawan oleh Houthi?

1. ABK WNI sudah diberikan kesempatan empat kali hubungi keluarga di Makassar

Potret Surya Hidayat yang dipajang di rumahnya di Jalan Cendrawasih Makassar, Senin (10/1/2022). IDN Times/Asrhawi Muin

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan pada awal Februari ini, Surya diberikan akses untuk menghubungi keluarganya di Makassar untuk kali keempat. Judha menyebut, dalam pembicaraan itu Surya terdengar dalam kondisi baik dan dapat bercanda. 

"SHP (Surya) menyampaikan dalam kondisi yang baik dan diperlakukan dengan baik oleh Houthi," ungkap Judha ketika dihubungi lewat telepon oleh IDN Times pada Kamis, 3 Februari 2022. 

Ia menambahkan Kemlu terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait dan mengupayakan agar Surya bisa dibebaskan secepatnya sehingga bisa kembali berkumpul dengan keluarga. Judha menolak memberikan komentar ketika ditanya apakah ada komunikasi dari pemerintah ke milisi Houthi. 

Sementara, Houthi juga diketahui memberikan akses kepada ABK asal India untuk menghubungi keluarganya. Dikutip dari laman Hindustan Times, total ada tujuh ABK asal India yang bekerja di atas kapal berbendera UEA itu. 

Pemerintah India telah meminta kepada milisi Houthi untuk melepaskan ABK. Tetapi, ditolak.

"Kami juga masih belum bisa menemui mereka secara fisik, termasuk melalui wakil kami di PBB di Al Hudayyah, Yaman," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Arindam Bagchi. 

Pemerintah India, kata Arindam, akan mencoba berkomunikasi melalui beberapa sumber. Termasuk melalui Kedutaan India yang berada di kawasan Timur Tengah. 

Sementara, akses untuk berbicara kepada keluarga di India diberikan ke salah satu ABK pada 28 Januari 2022 lalu. "Pelaut itu mengatakan kepada istrinya bahwa semua kru dalam keadaan selamat. Kami akan terus memonitor kasus ini," tutur dia. 

2. Pengamat maritim nilai milisi Houthi sengaja menarget kapal berbendera Saudi dan sekutunya

Kapal kargo berbendera Uni Emirat Arab (UEA), Rwabee, tempat 11 ABK termasuk WNI yang kini ditahan oleh kelompok milisi Houthi (Dokumentasi Kantor Media Houthi)

Pengamat maritim Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan perang pemberontakan di Yaman sudah berlangsung selama enam tahun. Artinya, setiap pelaut asal Indonesia yang bertugas di kapal-kapal negara-negara yang terlibat peperangan atau berlayar melewati area peperangan, tentu sudah paham risikonya. 

Marcellus menduga milisi Houthi sejak awal sudah menarget membajak kapal-kapal berbendera Arab Saudi dan negara sekutu. Sebab, milisi Houthi sedang berperang dengan mereka. 

"Jadi, apa yang dilakukan oleh para pemberontak Houthi di Yaman menjadi penguat argumen bahwa ini (pembajakan kapal) adalah strategi perang mereka," ungkap Marcellus di dalam keterangan tertulis pada Kamis, 3 Februari 2022. 

Maka, ke depan, ia mengusulkan agar ada edukasi khusus bagi para pelaut Indonesia. Supaya mereka paham risiko yang dihadapi. 

Selain itu, pria yang juga menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI), mendorong agar para pelaut yang berlayar di area yang berisiko perlu diberikan kompensasi tambahan. Kompensasi tersebut di luar dari penghasilan pokok yang sudah diterima.

"Selain itu, premi asuransi juga perlu ditambah bila melewati wilayah konflik (war risk zone). Sementara, pada kenyataannya, faktor risiko bertambah, namun yang ditambah malah asuransi kapalnya. Sedangkan, tambahan penghasilan bagi pelautnya seringkali dilupakan," kata dia lagi. 

3. Agen kapal yang memberangkatkan ABK WNI ikut bertanggung jawab

Ilustrasi Kapal Feri (Kapal Penyeberangan) (IDN Times/Sukma Shakti)

Marcellus juga mendesak agen kapal yang mempekerjakan Surya ikut bertanggung jawab dan mencari cara melepaskannya. "Saya mendesak agen kapal yang memberangkatkan Surya Hidayat Pratama secara intensif melakukan komunikasi dengan Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Luar Negeri agar Kemlu dapat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Yaman," ungkapnya. 

Agen, kata Marcellus juga wajib memberikan informasi terbaru mengenai perkembangan situasi terkini yang diketahuinya dan dapat melakukan komunikasi dengan perusahaan UEA selaku pemilik kapal.

"Upayakan semaksimal mungkin untuk dapat membebaskan awak kapal WNI dari tahanan milisi Houthi," kata dia. 

Editorial Team