Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Rapat terbuka rekapitulasi suara tingkat nasional di Ruang Sidang Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Rapat terbuka rekapitulasi suara tingkat nasional di Ruang Sidang Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Sistem rekapitulasi dinilai rawan manipulasi dan memboroskan anggaranAlmizan menilai, sistem rekapitulasi yang dilakukan secara manual sangat rawan terhadap manipulasi data untuk kepentingan pihak tertentu dan sangat memboroskan anggaran.

  • Rekapitulasi elektronik diklaim bisa membuat kemurnian suara pemilih lebih terjaminPara Pemohon menganggap, rekapitulasi yang dilakukan secara elektronik tanpa manual bisa membuat kemurnian suara pemilih lebih terjamin.

  • Berharap bisa diterapkan di Pemilu 2029Lebih lanjut para Pemohon berharap, gugatan ini bisa dikabulkan oleh MK dan diterapkan pada Pemilu 2029 mendat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Almizan Ulfa, bersama lima orang lainnya melakukan uji materiil Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pokok permohonannya, para pemohon mempermasalahkan sistem rekapitulasi berjenjang yang saat ini diterapkan di Indonesia.

Mereka meminta agar MK mewajibkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara wajib melakukan rekapituasi secara elektronik, sehingga lebih transparan.

Almizan menegaskan, para pemohon mendorong agar sistem rekapitulasi berjenjang yang dilakukan secara manual dihapus. KPU wajib menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam menghitung perolehan suara, bukan hanya sebagai alat bantu. Gugatan ini teregister dengan nomor perkara 141/PUU-XXIII/2025.

"Iya rekapitulasu berjenjang secara manual dihapus. Ganti Sirekap disahkan menjadi penghitungan hasil pemilu," kata dia saat ditemui usai menghadiri sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025).

1. Sistem rekapitulasi dinilai rawan manipulasi dan memboroskan anggaran

Rapat terbuka rekapitulasi suara tingkat nasional di Ruang Sidang Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Almizan menilai, sistem rekapitulasi yang dilakukan secara manual sangat rawan terhadap manipulasi data untuk kepentingan pihak tertentu dan sangat memboroskan anggaran. Sebab penghitungan ini diselenggarakan dengan melibatkan banyak pihak dan kurang efektif.

"Alasannya, rekapitulasi manual berjenjang itu pemborosan dan pembodohan publik. Soalnya Sirekap itu begitu datanya masuk ke server KPU semuanya sudah selesai. Dan dicocokkan kembali dan kegiatan mencocokkan ini membetulkan, mengoreksi yang sudah betul. Tapi yang sudah betul jadi salah. Salah itu karena manipulasi atau kesalahan manusia biasa. Dan lebih banyak ini kesalahan itu terjadi karena pemalsuan dokumen, kemudian manipulasi oleh operator Sirekap," tutur dia.

2. Rekapitulasi elektronik diklaim bisa membuat kemurnian suara pemilih lebih terjamin

Rapat pleno rekapitulasi suara Pemilu 2024 tingkat Provinsi Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Para pemohon menganggap, rekapitulasi yang dilakukan secara elektronik tanpa manual bisa membuat kemurnian suara pemilih lebih terjamin. Almizan menyebut, dengan sistem ini bisa meringankan APBN yang digelontorkan untuk pemilu hingga puluhan triliun rupiah.

Ia tak memungkiri penerapan sistem rekapitulasi elektronik secara keseluruhan untuk pemilu dan pilkada ini menghadapi dua tantangan utama. Pertama, KPU akan mendapat tekanan politik untuk melakukan kecurangan atau kesalahan. Namun masalah ini bisa diantisipasi karena seluruh masyarakat bisa menguji hasil yang dihitung KPU.

"Semua kita bisa menghitungnya. Mereka tidak akan berani berbuat, melakukan kecurangan kalau dia tahu semua orang bisa menghitungnya," beber Almizan.

Tantangan kedua berasal dari eksternal yakni virus hingga upaya peretasan. Menurut Almizan masalah ini tentu bisa diatasi jika KPU peduli dengan keamanan data. Ia pun memberikan contoh toko online yang lebih rumit, tapi bisa mengatasi berbagai peretasan.

"Eksternal dari KPU itu misalnya virus internet. Itu bisa diatasi. Banyak sekali ini. Kemudian hacker, bisa. Toko online itu lebih rumit daripada hasil pemilu. Setiap detik transaksinya, triliunan rupiah. Perbankan, bank manusia, setiap detik semuanya melaksanakan digital," imbuh dia.

3. Berharap bisa diterapkan di Pemilu 2029

Rapat terbuka rekapitulasi suara tingkat nasional di Ruang Sidang Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, para pemohon berharap, gugatan ini bisa dikabulkan oleh MK dan diterapkan pada Pemilu 2029 mendatang. Adapun mereka melakukan uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam UU Pemilu di antaranya, Pasal 381 ayat 1, Pasal 393 ayat 2, Pasal 397 ayat 1, Pasal 398 ayat 2, Pasal 402 ayat 2, dan Pasal 405 ayat 2.

Mereka meminta agar MK menyatakan pasal-pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK juga diminta mengubah Pasal 381 ayat 1 UU Pemilu menjadi berbunyi KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota wajib melaksanakan penghitungan elektronik suara Peserta Pemilu secara transparan dan bertanggungjawab dengan cara memfasilitasi sepenuhnya kegiatan penyandingan publik secara online, daring, antara hasil hitungan KPU dengan hasil hitungan mandiri, secara serta merta, berkala, dan setiap waktu.

Editorial Team