Praktisi hukum Maqdir Ismail usul penahanan tersangka dilakukan usai vonis. (IDN Times/Amir Faisol)
Sementara itu, Praktisi Hukum Maqdir Ismail menyampaikan pandangannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) kepada Komisi III. Ia mengusulkan agar penegak hukum tidak menahan para tersangka atau terdakwa sebelum ada putusan pengadilan.
"Penahanan itu boleh dilakukan sesudah ada putusan kecuali, ada kecualian misalnya terhadap orang-orang yang tidak terang alamatnya tidak jelas pekerjaannya," kata dia.
Pengacara Sekjen Hasto Kristiyanto itu juga mengusulkan para tokoh politik yang memang pada dasarnya sangar jelas untuk di-tracking, maka tak perlu dilakukan penahanan sebelum ada putusan apalagi belum ada bukti.
"Orang-orang yang jelas tokoh politik rumahnya jelas gampang melihatnya mestinya tidak perlu kita lakukan penahanan apalagi belum ada bukti yang sangat substansial bahwa orang ini sudah melakukan kejahatan," kata dia.
Selain itu, kalau Indonesia mau meniru KUHAP yang dipercayai oleh Belanda ada istilah yang disebut financial penalty act 1983. Seseorang yang menjadi tersangka, maka dia mempunyai hak untuk datang kepada jaksa bersama-sama menghadap hakim agar dia tidak diadili dengan cara dia membayar denda kepada negara. Denda tersebut selain yang diwajibkan di dalam putusan nanti.
"Atau misalnya karena kesalahannya dia melanggar apa dan itu menimbulkan denda maka denda itu akan dia bayar selain itu ada kewenangan negara untuk menjatuhkan hukuman denda kepada dia yang lebih besar lagi," kata dia.