Jakarta, IDN Times - Kebijakan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2014 juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut telah mengatur segala upaya dan tindakan, baik yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, private sector atau unit usaha swasta maupun oleh masyarakat setempat, terkait dengan upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan.
Kebijakan tersebut diperkuat dengan produk peraturan perundangan turunannya yang berupa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen-LHK) Nomor P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, P.15/2015 tentang Tata Cara Pengukuran Tinggi Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut, serta P.16/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut. Selain itu, juga diterbitkan Surat Keputusan (SK) No 129/2017 tentang Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional dan SK No 130/2017 tentang Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (Skala 1:250.000).
Dinamika kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan ekosistem gambut menuntut penguatan regulasi untuk memastikan upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Lahirnya peraturan yang memuat regulasi tentang perlindungan dan pengelolaan areal di sekitar Puncak Kubah Gambut sangat diperlukan. Terlebih mengingat perannya yang sangat vital dalam menjaga berjalannya fungsi hidrologis ekosistem gambut dalam suatu KHG.
Untuk itu, pada 20 Maret 2019 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menetapkan Permen-LHK Nomor P.10/2019 tentang Penentuan, Penetapan, dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Peraturan ini bertujuan menguatkan upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang sebelumnya telah diatur melalui tiga Permen-LHK dan dua SK Menteri LHK.