Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, saat memberikan penghargaan pada 73 Desa di Sidoarjo yang telah menyelesaikan data SDGs Desa, Minggu (6/6/2021). (Dok. Kemendes PDTT)
Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan perpanjang masa jabatan kades itu justru memberikan manfaat bagi masyarakat desa.
Dasar pernyataan Halim, karena dia menganggap dengan jabatan yang lebih lama maka kepala desa bisa lebih leluasa membangun desa dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pilkades.
"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Halim dalam keterangannya di laman resmi Kemendes PDTT.
Selain itu, Halim juga menjawab kekhawatiran masyarakat soal lamanya jabatan tak dibarengi dengan kualitas kinerja kepala desa. Dia menegaskan, kepala desa yang kinerjanya buruk bisa secara tiba-tiba diberhentikan. Karena Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk. Artinya, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk.
"Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan di tengah jalan apalagi Kepala Desa," ucap Halim.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini lantas menjelaskan, pertimbangan lain perpanjangan jabatan kepala desa ialah fenomena gelaran pilkades yang kerap menimbulkan konflik dan polarisasi nyaris di seluruh desa. Akibatnya, berbagai pembangunan di desa justru akan terganggu.
Oleh sebab itu Halim menilai, ketegangan konflik pasca pilkades mudah diredam jika masa baktinya ditambah.
"Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu," tutur dia.
"Tapi menjawab kebutuhan menyelesaikan konflik pasca Pilkades," imbuh dia.