Persepi Tolak Minta Maaf ke Poltracking: Bukan soal Benar atau Salah

Jakarta, IDN Times - Ketua Perkumpulan Survei Opini Publik (Persepi), Philips J. Vermonte mengatakan pihaknya tidak akan menyampaikan permintaan maaf kepada lembaga survei Poltracking Indonesia, usai menjatuhkan sanksi kepada lembaga survei tersebut.
Menurut Philips, upaya pemanggilan terhadap dua lembaga survei yang merilis survei soal elektabilitas calon gubernur DKI Jakarta namun berbeda hasil, bukan perkara benar atau salah. Melainkan apakah prosedurnya diikuti atau tidak.
"Ya, gak lah (minta maaf di ruang publik). Kan menurut saya ini bukan soal tadi, salah atau benar. Kami hanya mau lihat ini prosedurnya diikuti atau gak," ujar Philips di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu malam (9/11/2024).
Philips menilai pemaparan dan alasan atas sanksi yang dijatuhkan terhadap Poltracking Indonesia sudah tepat. Sehingga, menurutnya, tidak ada permohonan maaf yang perlu disampaikan.
Diketahui, baik Poltracking Indonesia maupun Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei soal elektabilitas cagub Jakarta pada waktu berdekatan. LSI menggelar survei pada 10-17 Oktober 2024, sedangkan Poltracking melakukan sigi pada 10-16 Oktober 2024. Metode survei yang dipakai pun sama.
Namun, terjadi perbedaan dalam hasil survei kedua lembaga itu. Hasil survei LSI mengungkap pasangan Pramono Anung-Rano Karno memperoleh elektabilitas paling tinggi yaitu 41,6 persen. Angka survei itu mengalahkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono sebesar 37,4 persen.
Adapun, hasil survei Poltracking menunjukkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono memperoleh angka elektabilitas 51,6 persen dan Pramono-Rano 36,4 persen.
1. Poltracking dinilai tak berhasil tunjukkan data asli ketika survei
Philips menjelaskan alasan Dewan Etik menjatuhkan sanksi karena Poltracking Indonesia menyerahkan dua dataset berbeda. Poltracking menyerahkan 2.000 data responden, namun setelah ditelusuri Persepi hanya ada 1.652 data responden.
Jadi, kesimpulan awal ada sekitar 348 data yang tidak valid. Poltracking menyatakan sisa data tersebut ada di server. Mereka menggandeng vendor terkait penyimpanan data di server.
Dua dataset yang dikirimkan Poltracking saling menunjukkan ketidaksesuaian. Alhasil, Dewan Etik tidak bisa memastikan keabsahan data survei.
”Misalnya, ya, disebutkan (dataset pertama) kuesioner nomor sekian, ibu ini di kelurahan ini, tetapi di dataset yang kedua, yang sudah lebih rapi itu, kelurahannya sudah bukan di situ lagi. Sudah pindah," ujar Philips.
Manajemen data Poltracking juga dinilai berantakan, karena terdapat duplikasi data responden yang sama. Dari 2.000 sampel yang diambil Poltracking, hanya 1.652 data yang valid. Padahal, Poltracking merilis hasil surveinya ke publik dengan klaim 2.000 responden sehingga tidak sesuai.
2. Persepi bantah ada penargetan kepada Poltracking Indonesia
Philips juga membantah tuduhan adanya penargetan terhadap Poltracking Indonesia, hingga akhirnya ada penjatuhan sanksi pada Poltracking Indonesia yang tidak boleh merilis survei tanpa ada persetujuan dari Persepi.
“Bahwa teman-teman Poltracking merasa itu target, saya bisa pastikan gak ada pentargetan. Karena saya ada di situ waktu lagi pemeriksaan," ujar dia.
Dewan Etik Persepi menggunakan paramater yang sama ketika memeriksa survei Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Philips juga mengatakan organisasinya sudah mengirim surat undangan kepada Poltracking untuk menghadiri rapat umum pada Sabtu malam, 9 November 2024, agar bisa berdialog secara terbuka, tetapi perwakilan Poltracking tidak hadir.
3. Poltracking Indonesia keluar dari keanggotaan Persepi
Lantaran merasa diperlakukan tidak adil oleh Persepi, Poltracking Indonesia memilih hengkang dari keanggotaan Persepi per 5 November 2024. Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi tetap bersikukuh tidak melanggar etik.
"Kami merasa diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar bukan karena melanggar etik," ujar Masduri dalam keterangan tertulis.
Menurut Masduri, lembaganya merasa sejak awal ada anggota Dewan Etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia.
"Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun, hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta," tutur dia.
Masduri menyebut Poltracking diajak bergabung ke Persepi pada 2014 karena pertaruhan integritas. Namun, pada 2024 mereka memilih hengkang dari Persepi juga karena pertaruhan integritas.
"Sudah 10 tahun Poltracking bergabung bersama Persepi. Sejauh ini kami cukup bersabar dengan dinamika internal organisasi," imbuhnya.