Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Poltracking: Kami Bukan Konsultan Salah Satu Paslon Pilkada Jakarta

Direktur eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda ketika memberikan keterangan pers di Hotel Sari Pan Pacific. (ANTARA FOTO)

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, membantah lembaga survei yang ia pimpin adalah konsultan atau condong mendukung salah satu paslon di Pilgub Jakarta 2024. Menurutnya, data-data hasil survei yang dipaparkan ke publik terkait Pilkada Jakarta diperoleh dengan cara kredibel. 

Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi perbedaan hasil survei yang dirilis Poltracking Indonesia dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait Pilkada Jakarta. Padahal, metode survei dan rentang waktu dilakukan bersamaan. 

Kedua lembaga survei itu kemudian dipanggil Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi). Hasilnya Persepi menjatuhkan sanksi bagi Poltracking Indonesia tidak boleh mempublikasikan hasil survei, tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Poltracking Indonesia lalu memilih hengkang dari keanggotaan Persepsi. 

"Saya harus sebutkan Poltracking Indonesia bukan konsultan salah satu dari yang sedang bertarung. Saya tidak ada urusan siapa yang akan menjadi pemenang dalam pertarungan ini," ujar Hanta di Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024). 

"Kami hanya ingin menyampaikan data ini apa adanya," imbuhnya. 

Ia juga menegaskan semua survei yang dilakukan Poltracking Indonesia sudah sesuai prosedur operasional standar (SOP). Ia memastikan tidak ada manipulasi apapun yang dilakukan. 

1. Poltracking Indonesia bantah ada angka hasil survei yang diubah

Ilustrasi survei. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, Hanta menjelaskan Poltracking melakukan proses pembobotan sebelum merilis hasil akhir. Untuk Pilkada di Jakarta, Poltracking mengambil data dari 2.000 responden terverifikasi. 

Sebelum dibobotkan, hasil simulasi surat suara yakni Ridwan Kamil-Suswono 52,7 persen, Pramono Anung-Rano Karno 35,4 persen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana 3,7 persen. Sedangkan, yang menjawab tidak tahu dan tidak menjawab 8,1 persen. 

Dari angka itu, kemudian dibobotkan guna menyamakan validasi sektor antara populasi dan sampel. "Ada proses pembobotan yang kita rilis setelah dibobot. Itu selalu. Saya kira itu lumrah dilakukan di berbagai macam lembaga survei dan itu dibenarkan. Justru itu harus dilakukan, membuat dia proporsional," kata Hanta. 

Setelah melakukan pembobotan panjang, Poltracking Indonesia merilis hasil akhir yaitu Ridwan Kamil-Suswono 51,6 persen, Dharma-Kun 3,9 persen, Pramono-Rano 30,4 persen dan tidak tahu atau tidak menjawab 8,1 persen. 

"Setelah saya ceritakan alur A sampai Z, kami ketemu data ini. Kemudian dibobotkan oleh teman-teman, tim statistik dan peneliti. Ini lah yang kami rilis elektabilitasnya," tutur dia. 

"Angka yang kami publish itu apa adanya, tidak kami ubah, Wallahi. Tuhan Maha Tahu, 0,0001 persen pun tidak pernah kami ubah," imbuhnya. 

2. Poltracking Indonesia imbau Dewan Etik Persepi meminta maaf

Direktur eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda. (Situs resmi Poltracking Indonesia)

Hanta menilai Dewan Etik Persepi salah paham terhadap data yang Poltracking Indonesia sampaikan. Menurutnya, tidak ada perbedaan data sama sekali yang diberikan Poltracking dalam dua kali pemeriksaan etik.

Dia menyesalkan putusan Dewan Etik Persepi yang menyesatkan persepsi publik. Ia berharap Dewan Etik Persepi bijak meminta maaf atas kesalahannya.

"Saya mengetuk hati nurani para Dewan Etik seharusnya meminta maaf kepada publik karena menyampaikan tidak dengan tegas orang melakukan kesalahan, melanggar kode etik yang mana, tetapi memberi sanksi, bahkan diumumkan ke publik," ujarnya.

3. Persepi tak bisa memvalidasi dua set data yang diserahkan Poltracking

Ketua Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) periode 2019-2024. (Dokumentasi CSIS)

Sementara, Ketua Persepi, Philip J Vermonte, menjelaskan alasan dewan etik menjatuhkan sanksi karena Poltracking Indonesia menyerahkan dua set data berbeda. Poltracking Indonesia menyerahkan 2.000 data responden, namun setelah ditelusuri Persepi hanya 1.652 responden. 

"Sisanya itu lah yang kami tanyakan kepada Poltracking Indonesia. Teman-teman di Poltracking mengatakan data terletak di server, jadi yang diunduh adalah data yang bersih sudah kena filter dari server. Sehingga, yang bisa dianalisa 1.652," ujar Philip. 

Jadi, kesimpulan awal ada sekitar 348 data yang tidak valid. Persepi kemudian memberikan kesempatan dan meminta Poltracking Indonesia untuk mengambil data asli yang tersimpan di server. Sebab, yang diumumkan ke publik hasil survei pada rentang pertengahan Oktober 2024 menggunakan sampel 2.000 responden. 

"Jawaban teman-teman di Poltracking Indonesia adalah data itu di server, server bekerja sama dengan vendor. Survei sudah selesai, sudah ditutup akses datanya. Jadi, kami meminta jawaban tertulis untuk diperiksa oleh dewan etik apakah jawaban tertulis itu bisa diterima," tutur dia. 

Hasil diskusi dari dewan etik menyimpulkan jawaban tertulis dari Poltracking Indonesia tidak bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Persepi. Lalu, kata Philip, dilakukan pertemuan kedua dengan Poltracking Indonesia secara virtual. Hasilnya, mereka masih belum bisa memberikan data mentah sejumlah 2.000 responden. Maka, akhirnya diambil keputusan. 

Belakangan, Poltracking Indonesia berhasil mengambil data 2.000 responden dari server. Kemudian, data tersebut diperiksa oleh Dewan Etik Persepi. 

"Ternyata 2.000 data responden yang diserahkan belakangan oleh Poltracking Indonesia, missing values-nya malah rapi. Sehingga, kami bingung. Data yang kami pegang seharusnya yang mana. Karena seharusnya 2.000 data mentah di server itu lebih kotor dan belum difilter," imbuh Philip.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us