Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), dr Koesmedi Priharto, menjelaskan alasan warga memilih dirawat di rumah sakit meski gejala COVID-19 yang dialami tergolong ringan. Warga diduga mengalami trauma ketika melewati gelombang kedua COVID-19 yang didominasi varian Delta. Itu sebabnya, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupany rate (BOR) di DKI Jakarta melonjak hingga 45 persen.
"Kita tahu warga masih trauma atas insiden bulan Juni dan Juli 2022 lalu. Trauma itu sangat berat dan masih sulit dilupakan. Ketika itu kan banyak warga yang melakukan isolasi mandiri, tapi gagal," ungkap Koesmedi ketika berbicara dalam diskusi virtual MNC Trijaya yang dikutip dari YouTube, Minggu (30/1/2022).
Gagalnya warga melakukan isoman, kata dia, disebabkan banyak faktor. Mulai dari tempat di rumah yang tidak memadai untuk dilakukan isoman hingga ada banyak anggota keluarga di rumah. Di antara mereka ada yang mengidap komorbid hingga berusia lansia.
Alhasil, mayoritas warga saat ini memilih membawa anggota keluarga yang positif COVID-19 ke rumah sakit. Namun, Koesmedi mengingatkan masyarakat biaya rumah sakit bagi pasien COVID-19 yang saat ini ditanggung pemerintah adalah mereka yang mengalami gejala sedang, berat hingga ke kritis.
"Bila mengalami gejala ringan atau tidak menunjukkan gejala sama sekali, maka disarankan untuk isoman di rumah. Tapi, kalo mereka tetap ingin dirawat, maka wajib menyertakan informed consent secara tertulis. Di sana tertulis, bahwa biaya ditanggung oleh masing-masing individu," katanya.
Koesmedi telah mengimbau seluruh pimpinan rumah sakit yang menjadi anggota Persi agar menyampaikan informasi tersebut kepada warga. Ia tak mau terjadi persepsi yang berbeda di masyarakat sehingga tercipta pola pikir bahwa pemerintah tak bersedia memfasilitasi.
Lalu, apa saja gejala COVID-19 yang khas pada varian Omicron yang patut diwaspadai?