Jakarta, IDN Times - Pengamat di bidang militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai perubahan mekanisme tes kesehatan saat rekrutmen calon prajurit TNI, idealnya dibahas bersama di Mabes TNI. Sehingga, tidak bisa tiba-tiba Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa, mengumumkan adanya penghapusan tes keperawanan tanpa berdiskusi dengan matra lain.
Apalagi, kata dia, tes kesehatan saat rekrutmen calon prajurit wajib mengacu kepada Keputusan Panglima TNI nomor 920 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Sementara, kan kita selama ini tidak pernah tahu apakah ada perubahan aturan terkait uji kesehatan di lingkungan TNI," ungkap Fahmi ketika dihubungi oleh IDN Times pada Jumat (13/8/2021).
Meski begitu, Fahmi tak menyangkal penghapusan tes keperawanan bagi calon prajurit perempuan sesuai dengan harapan para pegiat aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan kaum perempuan. Tetapi, dalam pandangannya seandainya ada perubahan dalam tes kesehatan, maka Panglima TNI lah yang melakukannya. Tidak bisa sekonyong-konyong Andika berinisiatif sendiri.
"Kan sekarang persepsi yang terbentuk seakan-akan TNI AD yang bergerak sendiri. Ke depannya bisa menimbulkan permasalahan sektoral," tutur dia lagi.
Bila tes keperawanan itu dihapus di lingkungan TNI AD, maka sama saja Andika mengabaikan ketentuan di dalam petunjuk teknis yang diteken oleh Panglima TNI. Hal tersebut bisa dimaknai sebagai ketidakpatuhan.
Fahmi mengusulkan agar perubahan mekanisme tes kesehatan diusulkan dalam rapat bersama di Mabes TNI dan dibahas bersama. Kini, pesan yang tercipta seolah-olah ada kompetisi di antara ketiga matra tersebut.
Apakah pernyataan Andika itu diduga untuk menaikkan namanya jelang pergantian posisi Panglima TNI?