Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Megawati dalam acara perayaan HUT ke-50 PDI Perjuangan. (youtube.com/PDI Perjuangan)

Jakarta, IDN Times - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merayakan HUT ke-50 pada Selasa, 10 Januari 2023. Dalam perayaan yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, hadir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan belasan ribu kader PDIP.

Dalam perayaan HUT setengah abad PDIP itu, Megawati menyampaikan pidatonya hingga hampir dua jam. Berikut pidato lengkap pendiri PDI Perjuangan itu. 

Menyapa kader sebelum berpidato

Megawati dalam acara perayaan HUT ke-50 PDI Perjuangan. (youtube.com/PDI Perjuangan)

Megawati memulai pidatonya, dengan terlebih dulu menyapa belasan ribu kadernya.

"Kangen apa tidak sama ibu?"

Kader PDIP: kangen..

"Kangen apa tidak sama ibu?"

Kader PDIP: kangen..

"Betul?"

Kader PDIP: betul..

Jadi sebelum.. diem dong, diem dong, diem (Megawati meminta kadernya yang ramai bersuara untuk diam).
Jadi sebelum ibu bacakan pidato penting karena ini hari yang bersejarah, nah ibu mau tadi sudah diumumkan bahwa ibu juga diberi tugas oleh Presiden Jokowi. Saya bilang saya 'Pak Jokowi..la halah kok nyusahin saya toh Pak? Jadi selain sebagai ketua umum partai, ibu ditugasi 2 badan, yang pertama, ini menurut ibu sangat penting sekali bagi kita warga PDI Perjuangan, dimanapun dia berada, yaitu apa? Ibu dijadikan sebagai Ketua Dewan Pembina Ideologi Pancasila.

Ini menurut ibu paling berat karena ketika saya mau dilantik oleh Pak Jokowi, tawar menawar dulu. Karena saya bilang, 'Pak ini meskipun tempatnya di badan tapi karena ada nama ideologi Pancasila, ini adalah sebuah perjuangan yang luar baisa Pak, makanya saya minta sekali, bapak mesti dukung saya, karena saya hanya, hanya sebagai ketua dewan pembina, karena kita sudah punya ideologi Pancasila, nah nanti, mengapa ibu meng-introducer di sini, karena nanti saya minta semua harus berdiri dulu, ibu ajari dulu, karena ini ada salam baru, selain merdeka, merdeka, merdeka.

Pidato lengkap Megawati

Jadi begini..

Bagi Mereka yang merasa PDI Perjuangan itu saya minta untuk berdiri. Jangan gerutu lho, kan mestinya seperti tadi kita sudah lihat satgas Cakra Buana itu kenapa? Kalau tamu merasa tamu ya ndak usah berdiri, tapi kalau sudah mulai bonding sama PDI Perjuangan, eh supaya tahu lho, yang namanya mau masuk PDI Perjuangan ini sekarang seabrek-abrek.

Yang pertama begini, ini ada salam, jadi kalau nanti ibu bilang begini, kalau ibu bilang salam Pancasila tapi keras, nah kamu jawab juga salam Pancasila, setelah itu baru, merdeka. Merdeka. Merdeka. Bisa atau tidak? Siap ya?

"Salam Pancasila"

Kader PDIP: salam Pancasila

"Merdekaaa!

Kader PDIP: Merdekaaa!

"Merdekaaa!

Kader PDIP: Merdekaaa!

"Merdekaaa!

Kader PDIP: Merdekaaa!

"Terima kasih."

"Nah ibu sekarang duduk, karena kenapa? Ibumu ini sudah masuk kasepuhan, kelihatan tua apa ndak ya?"

Kader PDIP: enggak

"Kelihatan opo ndak?"

Kader PDIP: enggak

Assalamu'alaikum wr.wb
Yang belakang dengar apa tidak ya?

Kader PDIP: Dengar

Assalamu'alaikum wr. wb. Salam damai sejahtera untuk kita semua, salom, om swastiastu, namo buddhaya, salama kebajikan rahayu.

Anak-anakku yang aku cintai, dari PDI Perjuangan, partai di manapun mereka berada, hadirin dan saudara-saudara sekalian, para tamu yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas karunia-Nya hari ini PDI Perjuangan merayakan ulang tahun ke-50, 50 tahun telah kita lalui sejak kelahiran Partai Demokrasi Indonesia pada tanggal 10 Januari 1973.

Partai Demokrasi Indonesia lahir melalui fusi sebagai penggabungan Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba).

Dengan latar belakang historis itu, maka ketika ada yang bertanya kepada saya, karena waktu itu memang ibu diiming-imingi untuk masuk salah satu, waktu itu baru hanya 4, PDI, Golkar, PPP dan kalau di DPR-nya ada Fraksi ABRI. Lalu saya ditanya kenapa sih kok akhirnya milih ke PDI? Nah sebetulnya karena begini, bapak saya, tahu ndak bapak saya siapa?

Kader PDIP: tahu

"Lho kok gak banyak yang tahu ya""

Kader PDIP: tahu

"lha kok lemes ya"

Kader PDP: tahu

"Siapa?"

Kader PDIP: Sukarno

"Siapa?"

Kader PIDP: Bung Karno

"Bung siapa?"

Kader PDIP: Bung Karno

"Yang keras dong"

Kader PDIP: Bung Karno

"Gitu dong."

Karena begini, tadi kan saya bilang sudah fusi kan, jadi ketika saya diminta, jadi saya mikir, apa ya fusi? Namanya PDI, terus saya lihat, oh di situ ada PNI, Partai Nasional Indonesia, itu didirikan oleh ayah saya, pemimpin saya, Bung Karno pada tanggal 4 Juni 1927, jadi itu harus tertanam di sini (hati), kalau kalian adalah PDI perjuangan.

Kenapa? Karena bayangkan waktu itu masih zaman penjajahan, bayangkan karena Bung Karno mencoba bagaimana untuk supaya bisa yang namanya mengorganisir rakyat untuk bisa diajarkan, diajari, kenapa kita nantinya harus merdeka, nah sampai akhirnya beliau sama teman-teman beliau itu mendirikan sebuah partai yang namanya Partai Nasional Indonesia.

Pada waktu itu jangan dipikir enak lho, masih dijajah lho, sehingga konsekuensinya tidak ringan, Bung Karno harus keluar masuk penjara dan beberapa kali dibuang jauh dari rakyat dan sanak keluarganya, demi apa? Karena berkeinginan wilayah yang disebut Nusantara yang merupakan daerah yang masih dijajah oleh Belanda, ada Jepang, itu dimerdekakan untuk membentuk sebuah negara, untuk membentuk sebuah bangsa yang sekarang diberi nama Bangsa Indonesia.

"Hebat apa ndak?"

Kader PDIP: hebat

Ya kalian itu mesti inget lho, harus ingat dari mana datangnya asal kalian, kalian itu datang dari sebuah bangsa yang pada waktu itu saya kalau lihat, saya pikir emm kok kayak gini toh, sekarang setelah merdeka saya melihat semangat makin turun, makin turun, makin turun.

Hanya ingin mendapatkan kenyamanan, ingin mendapatkan kekuasaan, tapi beliau itu saya yang luar biasa, zaman dulu waktu pertama masuk partai, saya selalu dibilang kalau ngomong Bung Karno, Bung Karno karena pada waktu itu kan sangat dibuat jangan berani ngomongin Bung Karno, tapi kalau, lalu orang banyak bilang begini, ya terang saja, itu kan anaknya. Saya terus jawabnya apa? Lho memang saya itu bisa milih saya mau dijadikan anak siapa? Lho iya dong, saya memang anake Bung Karno, itu menurut saya perkataan hebat.

Lho bapak sendiri kok gak mau diakui, aneh orang waktu itu. Iya lho, beliau itu terus bekerja tanpa lelah, mengorganisir rakyat, apa to yo, mungkin yang dari PDI coba ya, yang mereka ikut saya dari PDI, itu pasti ada, coba berdiri yang ikut waktu PDI, angkat tangan, tuh kan masih banyak toh. Jangan ragu-ragu kalau angkat tangan, ayo berdiri

"Ini beneran gak?"

Kader PDIP: benar

Lho kok masih oke ya Pak Jokowi, tadinya saya sudah mau putus asa. Ya duduk, duduk kembali, terima kasih. Saya sudah mau putus asa, iki sing wis tue-tue iki sudah pensiun nopo enggak, enggak lho pak, semangat banget lho pak, itu yang di luar satgas juga begitu, sampai saya kewalahan mereka pada mau datang, bilang pada Pak Sekjen, gak apa-apa kita gotong royong mau opo itu, bus, pakai bus mau datang lha saya bilang tempate tuh mana to yo.

Ini semuanya 17 ribu, di dalam 10 ribu, yang satgasnya 7 ribu, 2 ya, bataliyon perempuan, oh sekarang tambah perempuannya 4 bataliyon, yang mimpin itu Pak Ganip. Beliau begitu ngajar satgas, Pak Jokowi wah, saya punya anak buah lagi, katanya. Saya selalu dilapori lho, jadi jangan dong ini harus masuk ke dalam hati kalian, jangan hanya dengar pidato ibu tapi budek. Masukan sini (hati).

Kita ini bonding antara ini (otak) dan ini (hati). Satu itu terus mancur ke atas, kenapa? Kita diparingi sama Gusti Allah bisa jadi begini. Jadi kalau saya dengan segala hormat saya, kalau ada anak buah yang sudah di dalam aturan partainya harus sampai tingkat pemecatan, ya saya teken, jret. Jadi jangan bikin ibu ini untuk membuat itu.

Lha sekarang saya bikin aturan baru supaya, ya sudah kalau kamu begitu mundur, saya ya gak mau. Dulu Pak Jokowi, saya gugatannya segini (numpuk) sama anak buah sendiri, sama sekjen, itu ada Pak Pramono Anung, karena atas nama partai toh. Padahal mereka benar-benar ada yang tidak menjalankan aturan partai, ada yang berkhianat dan lain sebagainya.

Ini makanya dengan segala hormat saya, pada teman-teman partai lain, kali ini tidak mengundang, karena ini adalah konsolidasi partai, untuk apa? Kangen-kangenan dan saya tidak muncul bertatap muka seperti ini sudah hampir 3 tahunan, jadi sekarang saya ingin tahu pasukan saya ini masih ada atau tidak, ternyata.... alhamdulillah.

Karena apa? Karena beliau tahu, tidak bisa kalau hanya manggil-manggil yang namanya rakyat kebanyakan, rakyat kita pada waktu itu dan sampai sekarang masih banyak yang belum berpengetahuan cukup, masih sangat sederhana. Saya pernah cerita, Bung Karno dengan luar biasa menggelegar begitu, kita jangan mau dihisap, begitu pidatonya, antar manusia dengan manusia, begitu.

Terus Beliau kan bilangnya dengan fasih eksplotasong, delongparlong. Artinya, manusia itu dieksploitasi dengan manusia lain.

Terus, saya waktu dijadikan (anggota) DPR, saya kan juga memberikan masukan seperti itu. Terus ada semangat beberapa orang 'kulo ngertos, Bu!'

Saya bilang, kita jangan mau lagi menjadi manusia yang terhisap, yang dijajah. Lalu ada yang angkat tangan (dan bilang) 'kulo ngertos', Bu! Kalau di Jawa Tengah, harus pinter Bahasa Jawa. Saya Bahasa Jawa kalau sama rakyat 'nopo? Niku, plom.. plom!'

'Waduh, mateng. Nopo niku? Plom.. plom..' Niku Bung Karno. Oohh.. maksudnya pernyataan Bung Karno itu pokoknya mereka ngerti. Saya bilang 'yes betul!' Coba bayangkan gimana kamu akan nginjek jegrok... jegrok.. dateng gitu keren, tapi gak mau turun ke bawah.

Ayo angkat tangan, siapa yang belum turun ke bawah? Berarti belum pada turun ya? Ada yang sudah, ada yang meneng, kenapa kok belum turun? Lho, katane arep tempur. Mau menang atau tidak?

Kader PDIP: Mauuu..

"Bohong!"
Bayangkan, Beliau sendiri mengorganisir rakyat. Banyak kita bilang rakyat jelata. Kalau dulu kita dibilang rakyat e sandal jepit. Ya, saya bilang sangat begini (acungkan jempol). Rakyat yang sandal jepit mau ikut saya. Dari mana, kalau emmm yang ada di elite itu sudah biasa. Tapi kalau rakyat mau ngikut, mencari seorang pemimpinnya, itu dengan ketulusan hati dia, tidak ada perhitungan sama sekali, apakah saya kalau masuk ke partai ini akan menjadi kaya, akan merasakan kenikmatan dan kekuasaan? No!

Rakyat itu karena melihat saya, saya tahu bonding, tulus saya. Saya nggelosor. Kamu pernah ngeglosor, tahu ngglosor? Selalu lemes toh? Karena berarti banyak yang pernah nggelosor.

Glosor Bahasa Jawa tuh duduk, mending di tiker. Saya deprok aja ya ngomong Jowo lah aku. Kadosku ndi panjenengan niku bapak-bapak, ibu-ibu...bu bingahku loh buuu, ketemu dielus-elus aku, nangisku. Dicium-dicium...eee kupikir rakyatku...joyok ngono to ya

Nah itu, bonding. Sya cari bonding dewe. Menyatunya tuh bukan fisik, terasa ada getaran, getaran yang apa ya, kalau ndak turun ke bawah gak akan merasakan.

Lalu pada hari ini, supaya gampang diinget, saya mencari kata-kata, jadi saya pikir rakyat itu adalah sama atau simbolisnya akar rumput. Karena saya kemana-mana, ke negara mana saja, kalau saya pergi saya lihat kok banyak ya jenis rumput kalau kemana saja ada.
Sampai tadi saya cerita pada Pak Jokowi, bayangkan di Jedah itu saya lihat di tv, itu sekarang tumbuh rumput lho, karena apa? Gusti Allah maringi hujan, jadi rumput di sana numbuh, nah kebayang gak?

Siapa yang suka nebangin pohon? Bener nih gak ada? Ngapusi, jangan dong. Tumbuhan itu kan juga diberikan oleh Allah SWT, yang disebut plasmanutfah. Saya kenapa bisa ngomong gitu, karena saya ditugasi Pak Jokowi memegang sebuah badan lagi, BRIN, Badan Riset Inovasi Nasional. Wah saya kalau itu sih bungah banget saya dikasih tugas itu, bukan yang tadi ideologi Pancasila, itu berat.

Jadi plasmanutfah itu siapa sih yang ngasih? Ya yang di sono. Kadang-kadang kan lupa ya manusia. Allah menurunkan segala sesuatu yang sangat diperlukan sebagai teman bagi manusia. Itu pasti Pak Ma'ruf tahu dah ayatnya opo.

Jadi akar rumput itu saya lihat tidak menyerah. Kalau saya cabut saya diemkan, saya lihat, masih ada bibitnya atau apa, tumbuh lagi. Aaihh.. saya bilang nih luar biasa ini. Jadi saya bilang akar rumput, bukan rumput saja. Akar rumput, dia akan diam kalau sedang diinjak dan lain sebagainya. Tapi begitu sudah merasa leluasa, merdeka, mereka tumbuh lagi dengan subur, bisa memberi makan sapi, kambing, apalagi, lah mbok mikir toh yo, pada musim apa pun, nah itu luar biasa.

Jangan, jangan berhenti, makanya ketika kita menengok rakyat, cobalah sebenarnya kami itu punya apa sih ya, mbok lihat itu loh, masa yang masih berada di dalam ukuran dari sisi ekonomi itu yang berada di bawah, di bawah, Bu Risma pernah bilang sama saya, Bu Risma kalau datang ke saya, saya pikir kita mau ketawa-ketawa. Gak, nangis!
Bu iki piye toh yo bu yo iku ternyata kok kayak meni yo, sengsoro, nangis. Saya ya nangis, karena saya perempuan. Karena saya bilang, bu itu yang di kolong-kolong jembatan, itu mbok ya diliatin, nopo toh yo

Pokoknya kalau mereka itu, tolong dong diangkat, ditaruhlah di tempat yang sewajarnya. Ini di Jakarta ini banyak lho, ayo mana ini dari DKI, angkat tangan! Angkat tangan, kurang kelihatan, berdiri angkat tangan, berdiri angkat tangan. Nah, ayo mbok lihat kesengsaraan yang ada masih di Ibu Kota Republik Indonesia, duduk.

Coba dong, apa kalian gak punya perasaan ya, kalian gak punya rasa iba ya, hah? Yang dipikir hanya bagaimana saya mau kaya, bagaimana saya mau jadi ini, tapi terus itu untuk berkuasa. Nah, kalau itu maaf dengan segala hormat, lebih baik mundur dari PDI Perjuangan. Tidak ada guna, tidak ada guna. Organisir itu, makannya kenapa sih orang kadang ya pikir iki piye toh yo. Kita udah jelas, organisasi kita adalah organisasi partai politik, organisasi itu datangnya dari organ. Tahu toh organ? Badan kita ini semua juga terdiri dari organ, gampangnya ngingetnya gitu aja dah.

Kalau ketua umum adanya dimana? Di sini (kepala), jadi pusing otaknya. Pak Jokowi sebagai presiden dimana? Ya, di sini (kepala) mikiri iki ngopo toh yo yang namanya rakyat Iki kok je akeh sing kurang beruntung gitu. Nah, ini opo, nah kalau Pak Hasto dimana? Di sini, karena pikiran ku tak bilang sama Sekjen. Kamu bilang, pikir sama DPP saya.
Itu, itu ini semua kan organ ya. Jadi, kalian ada anak ranting lho. Anak ranting itu mungkin kuku, kuku wilih-wilih ini lho.

Jadi, kalau bisa nanti sampai rumah 'kok ibu bilang kita ini organisasi?' Semua pakai sasi-sasi, karena ya sebagai sebuah apa ya, kaya lembaga gitu, iya toh. Apa ya kalau sasi-sasi itu? Coba nanti dicari, jadi gampangnya, gampangnya untuk ingat kalian itu.
Bayangkan, kalo ibu pusing, gak bisa mikir, macet karena apa? Mau ngangkat tangan kan dari sini (kepala), angkat tangannya gak iso, kalian gak bisa kerja. Jadi semua ini (tubuh) harus bonding, menyatu. Jadi, kalau saya kasih instruksi jangan hanya sebagai kertas, tapi dijalankan. Sekarang saya sedang melakukan hal pemantauan, nah supaya hati-hati.

Saudara-saudara sekalian, anak-anak yang kucintai, jadi yang namanya saya masuk tadi, itu sebenarnya karena ngikuti PNI. Jadi kalau dilihat sebenarnya, itu kan lima puluh tahunnya dari PDI ke PDI Perjuangan. Jadi, saya waktu itu ikut hanya sebagai batu loncatan, karena di sini masuk PNI.

Saya mikir gak, eh saya sumpah lho sama bapak saya. Saya bilang, 'Bapak saya mau minta restumu, saya mau masuk partai politik'. Dulu keluarga Bung Karno tuh dijegal lho, gak boleh, wes pokoke cerita pendeknya begitu.

Sekarang tahu-tahu ditawari, saya bilang saya akan masuk, saya minta restu kakak saya tuh di situ, mana dia tadi ya? Ada, nah itu minta untuk bisa hadir. Nah, saya minta restu sama beliau dan saya sumpah sama bapak saya. 'Bapak, saya masuk tapi ke partai Demokrasi Indonesia, tapi yang saya jalankan adalah ketika kamu membentuk partai nasional Indonesia nanti bapak lihat, nanti bapak lihat apakah berhasil apa tidak?'

Berhasil, berhasil, tapi apa? Ya itu saya tadi nanya 'sing dulu ikut saya PDI apa masih ada?' Ternyata masih banyak udah tua-tua, di sini kalau saya ingat tadi komandan Satgas iku Komarudin, ngendi wong e? Mana orangnya? Nah itu. Oh, zaman dulu galak dia, susah diatur, iya Komarudin itu.

Jadi, tahu ndak zaman dulu ibumu ini dikasih nama Ratu Preman. Lho saya sendiri kaget lho. Karena gak tahu ya, karena polisi bantuin atau gimana. Di mobil saya itu ada namanya, apa namanya, bisa dengerin gitu lho. Tiba-tiba gini, boleh ya saya cerita, keluar dari pidato. Saya gak mau pakai ini (nota pidato), supaya ngobrolnya, instruksi saya memberi semangatnya nanti enak.

Masa gini. Pagi-pagi nih dari rumah saya mau ke kantor. Tahu-tahu kan saya ada pengawalnya. Tahu-tahu gini ada bilang. Polisi. Apa sih panggilannya? Pokoknya ‘eh bangun’, ada yang pakai ‘86’ itu apa namanya? Gitu kan, ‘bangun-bangun kamu udah pada siap apa belum?’. ‘86’ gitu aku inget.

Lho kenapa? Karena kita udah siap. Terus yang sebelah sana nanya, apa di sana ‘semut merahnya’ sudah berdatangan? Lho aku kan kaget ya?

Rakyat itu yang dari PDI itu, masih PDI lho, oh itu kalau dipanggilnya semut merah. Terus yang lucu, bayangin lho. Kita dulu tempur. Kamu tuh sekarang enak, mangguk mangguk.

Semut merahnya sudah datang apa belum? Gitu kan. Terus yang utama, Ratu Preman ada di mana ya?

Kan ada pengawal saya. ‘Eh Ratu Preman itu sopo toh?’ ‘Lho ya Ibu lah’. ‘Lho kok panggilannya Ratu Preman? Ono’. Wah keren emang banyak anak buahku preman, tahu gak?

Aih gawat! Eh sudah itu, saya mikir lho kok saya gak pakai baju merah ya? Lebihe polisi ini rupane wes gemeter. Karena apa? Karena hari itu kampanyenya PPP.

Jadi udah denger Ratu Semut itu saya ketawa lho. Itu peristiwa lucu. Tahu gak kalian? Makanya yang sekarang ini ngumpul, awas ini ya, jangan-jangan pikirannya terus mikirin ‘gue masuk PDIP yang gede supaya bisa jadi dari struktur ke legislatif terus eksekutif’ udah gitu magro-magro cari duit.

Hati-hati lho sek iki, jangan dipikir ibu gak tahu. Sekarang menurut saya itu mulai wabah. Yang namanya korupsi berjamaah. Awas lho dipikir ibu gak tahu? Hati-hati.

Aduh, dulu itu bayangkan toh sejarah PDI waktu itu memang berliku seperti apa, ya mau turun ke bawah aja itu benar-benar sulit. Kan harus minta izin sama polisi, sama ini lah. Banyak anak-anak yang ditangkap sama polisi.

Ini cerita dulu, kalau sekarang kita sama polisi udah temenan baik. Iya. Kan anak-anak itu kecil-kecil gitu lho.

Jadi ketika saya turun di Jawa Tengah, ini yang saya ingat. Waduh aku turun ke Jawa Tengah lagi, piye arep cari yang namanya rakyat yang akan terorganisir? Suatu ketika saya dibilangi ada orang tua, ibu kalau panjenengan bisa dateng ke rumah saya, apakah ibu mau? ‘Mau pak, nyuwun tulung, saya memang pingin bantu banyak dikenalkan’.

Masuk gitu kan ada 50-an orang. Laki-laki tua gitu, sederhana sekali. Pada diem. Aku mikir ‘waduh nek jadi anak buahku iki piye, tua-tua’.

Ya tapi setelah beliau ingin tanya ingin tahu, ibu ini benar tidak adalah putrinya Bung Karno? Saya bilang ‘betul bapak-bapak, saya adalah anak kedua, putri pertama dari Bung Karno’.

Itu yang tadinya duduk begini (menunduk) langsung begini (tegak), dan matanya yang saya gak akan lupa. Matanya langsung berpendar-pendar.

Jadi saya tanya pada yang mengundang. Mereka itu siapa pak? ‘Meniko buk, orang-orang’.

Nah orang-orang, dari TNI. ‘Kami menunggu’. Waduh, kalau inget mau nangis melulu.

‘Jadi ibu gak usah susah payah mikir, kita akan bantu terus’. Itu pertama pada waktu saya turun, DPR langsung dari 27, 100 persen, jadi 54. Kenapa? Kenapa? Karena saya turun ke bawah, saudara-saudara sekalian.

Siapa yang tidak mau turun ke bawah apa boleh buat. Apa boleh buat? Karena hanya satu-satunya cara untuk bisa mengumpulkan yang namanya rakyat, mereka itu banyak yang gak mengerti, bahwa rakyat itu ada yang disebut ‘massa mengambang’. Belum mengerti mereka. Mereka mencari.

Tapi bagaimana itu mencarinya? Itu sebabnya Bung Karno membuat Partai Nasional Indonesia untuk bisa mengorganisir dengan membentuk struktur yang tentunya kita sudah punya nama 3 pilar.

Kalau ini-nya saja sudah bagus sudah beres tapi orang-orangnya masih tidak berdisiplin, satu. Dua tidak punya harga diri, iya dong? Jadi ibu mesti apa dong? Mesti apa? Ayoh jawab sendiri. Ibu mesti apa?

Akeh seng meneng timbang seng teriak. Satu suara ibu mesti apa? (Bergerak)

Iya, kenapa? Karena tidak menjalankan instruksi partai. Mau bilang apa lagi?

Sekali lagi, tidak menjalankan instruksi partai. Untuk apa ibu kasih kertas dengan tanda tangan ketua umum? Paling ngeliat udah. ‘Ibu paling gak tahu’.

No, ibu tahu lho. Sekarang ibu sudah bikin, sudah turun tuh itu diketuai sama Mas Prananda. Jadi ada tempat pemantauan, absensi mesti jalan. Coba bayangkan, apa yang ibu instruksikan harus dijalankan.

Lho instruksi ibu itu sebetulnya gak susah, dan selalu harus turun ke bawah. Kalian mau jadi lagi gak sih, yang namanya legislatif sama eksekutif? Eh berarti kalau meneng bae akeh seng gak kepengen.

Orang ini gak jawab serempak. Mau atau enggak. Tapi sebetulnya, gak ada cara lain. Turun ke bawah.

Itu Pak Jokowi aja, dulu saya bilang sama beliau waktu Pak Jokowi pertama, ‘Pak taruhan karo aku Pak, ini nanti akan terbayar’. Kenapa? Bapak kalau keliling itu nanti boleh tanya saya, ibu udah pernah ke situ apa belum?

Alhamdulillah skorsnya sampai ini saya masih menang. Ada daerah-daerah yang belum didatangi. Saya suka nanya sama Pran, Pran ojo dikandani Pran, supaya taruhannya nanti saya dapat Pran.

Ya itu kenapa beliau itu coba bayangkan, ke sana, ke sana anak buahnya kalau saya lihat sudah banyak klenger semua. Itu namanya pemimpin lho.

Ya mbok niru ngono bae ya toh yo. Haduh gawat. Terus dulu struktur tidak boleh hanya sampai DPC. Cabang. Lah rakyat kan di bawah, cabang itu kan kota/kabupaten, tapi gak boleh sampai datang bener.

Jadi saya bentuk namanya koorcab. Itu asalnya, dan itu saya jalan sendiri. Karena susah banget orang pada takut. Mana ada yang PDI kan?

Jadi kalau ada dua, lucu. Saya suka terkenang pada Mangara Siahaan yang membantu saya. Sering saya nelongso gitu, karena beliau bilang begini, kalau dulu masih dipanggil mbak.

‘Mbak, mana mungkin sih, kan mesti ada reng-rengan. Masa baru dua aja sudah ada sumpah jabatan’.

‘Sudah lantik aja, ntar yang dua ini kita suruh nyari orang, nanti yang lainnya lagi kita lantik lagi’.

‘Oh ya betul juga ya’

‘Kapan mau cari orang?’ Aku bilang ini terobosan. Supaya dari situ kita ada terobosan apa namanya rakyat bener akar rumput yang di bawah. Itu terbentuk karena apa? Karena mereka mendengar saya. Itu bonding. Ada, mungkin karena takut? Belum tentu.

‘Ah ngapain Ibu Mega? Dicari polisi, dicari intel, dicari opo-opo’.

Pikiran dulu enak? Enggak lah. Tapi ada ya, coba tadi Komaruddin. NTB, Rahmat, masih ada gak? Oh ada. Terus ini segerombolan, DPC Solo, Rudi, ono ora? Ndi wonge? Ada.

Itu Pak Rudi itu sampai hari ini urusannya maunya itu berantem mulu. Dulu memang bener preman lho. Saya bilang ‘ya gak usah kamu merasa kecil hati, orang itu untuk cari kehidupan, sini masuk’.

Saya yang suka nangis. Kaya gini aja mau nangis. Ada supir truk dia bisa jadi bupati karena dicintai rakyat. Namanya Tasdi. Itu bonding ya.

Jadi kamu kalau gak bisa mengerti yang ibu maksud jangan ada di PDIP. Jangan. Lebih baik pindah, keluar. Karena di kita yang diperlukan adalah sehati. Jadi makanya kenapa, yang namanya ‘genggam tangan persatuan’. Itu kalau gak bonding, ya rasanya anyep.

Gak ada guna segini banyak. Saya lebih baik seperti dulu, kecil tapi militan. Di Sukolilo itu, kemarin, di-interview sama Kompas, khusus. Saya padahal biasanya males diwawancara karena saya bilang gini: kenapa sih jurnalistik zaman sekarang suka mau nulis seenaknya, apa aja yang dia tulis. Saya mau kita salaman dulu nih sama Kompas, apa yang saya katakan harus ditulis.

Itu ada namanya kode etik jurnalistik. Kecuali kalau sudah gak ada, saya gak tahu. Maka demokrasi kita itu namanya menjadi demokrasi liberal. Banyak orang mengatakan itu kan demokrasi, yaa, tapi apa itu demokrasi kita? Apakah mau demokrasi liberal lagi ala barat? Saya gak setuju. Demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia. Kita dulu punya musyawarah dan mufakat. Ninik, Mama kita mengatakan hal itu. Melakukan bagaimana untuk bisa bekerja dan memutuskan. 

Nanti kalau kaya gini, wah ini topik langsung di-bully. Lho, memang pembullyan itu sebetulnya memangnya budaya kita ya? Heran lho saya. Gawat deh. Baru toh sekarang sampai pengurus sampai anak ranting. Nah bayangkan tadi itu saya sebut kongres luar biasa kayak apa di Sukolilo. Waktu itu anak-anak yang ada di situ hanya satu pertanyaan sama saya. Mbak, kalau terjadi sesuatu di arena kongres ini, apakah mbak akan pergi? No! No! Saya tetap bersama kalian, karena saya adalah utusan. Ngene wae nepuke ora semangat. Masa tepuk tangan aja harus disuruh? Itu artinya hatimu tidak bergerak, yang saya maksud tadi antara ini (pikiran) dan ini (hati) sebetulnya harus jadi satu.  

Ya kalau memang senang, ya tepuk tangan. Kalau gak senang ya gak usah, gitu lho. Masa semua komando, komando, komando. Saya gak mau punya anak buah kayak gitu, jadi sekawanan bebek, angsa. Siji merono, kabeh merono gitu, ya gak lah. 

Sampai Sukolilo, gak usah dipanjangin ceritanya, banyak banget. Peristiwa Gambir, serangan kantor yang disebut Kuda Tuli 27. Yang saya bingung tuh gini ya, waktu itu kan saya itu mikir, kita itu sah lho, kok sampai diserang. Coba pikir ayo, Pak Jokowi. Bingung lho saya. Sebenernya bingungnya itu, tata cara apa ini? Ya iyalah, saya dibawa polisi ditanyai segala macam, dibawa ke kejaksaan. Waktu itu, nanti dibaca di Kompas saja itu, saya cerita karena ada peristiwa lucu. Yang saya mikir, sampai saya waktu itu bilang sama kejaksaan. Pak, ini dari jam 8 pagi lho pak, sampai udah jam 8 malam saya masih ditanyai.

Dan pertanyaannya itu, kalau pertanyaannya ok gak pa-pa, tapi ini nanyanya itu-itu saja bolak-balik. Akhirnya saya bilang, saya kan punya suami, punya anak pak, kalau memang mau ditangkap, sini bacain BAP-nya, terserah apa yang mau ditulis. Hanya satu saya bilang, saya gak mau kalau dibilang komunis, karena saya gak pernah ikut, saya bilang. Enak wae, tapi kalau saya dibilang Sukarnois, Yes! Ya gitu dong. Mereka pada gugup semua, oh gak bu, gak bu, nanti ibu kita antarkan. Ya saya tolak, entar saya dilihat tetangga seperti kayak tersangka. Emoh lah, pulang dewek wae. Gitu lho, pemimpin gagah berani. Ya iyalah, gak melempem.

Terus kan ada dualisme, PDI Suryadi, PDI promax. Waktu itu saya dipanggil sama Mendagri, terus dibilang gak bisa ikut (pemilu) bu, karena yang sudah disahkan pemerintah PDI Suryadi. Lho ini negara apa, yowes, untungnya saya pintar.

Jadi kalau saya mau mejeng, selfie. Kalau aku mau selfie, pasti pengikutku banyak. Karena, satu, perempuan. Dua, cantik. Tiga, kharismastik, empat pintar. Aku ini jadi profesor aja dua. Doktor honoris causa sembilan, ini saja masih nunggu lagi lima karena pandemi. Aku ndewe sampai garuk-garuk kepala, ini gara-gara apa ya. Terus ini salah satu pengamat, ekonomi politik CNBC kasih saya award

Kamu itu tahu gak sih ibumu ini, sudah pinter, cantik, kharismatik, pejuang. Ada pertanyaan, pemimpin masa depan yang ibu harapakan seperti apa? Aduh aku bilang, kok lu gak ngelihat gue ya, orang jelas-jelas ada deh, duh gawat.

Itu ditanya pak, nanti baca saja, saya pikir 2045, padahal saya sendiri, PDI Perjuangan menggalakan program stunting lho pak. Mbok saya dikasih bintang toh pak. Pak Jokowi tuh kayak begitu, mentang-mentang. Padahal Pak Jokowi kalau tidak ada PDI Perjuangan juga, kasihan deh ah. 

Legal formal lho, beliau jadi presiden tuh gak ada ini legal formal. Diikuti terus tuh sama saya, aturannya, aturan mainnya. Terus Pak Ma'ruf saya minta (maju jadi cawapres) kaget itu. Pak Ma'ruf itu dulunya sama-sama di BPIP, waktu itu masih UKPPIP. Terus setelah itu, terus saya bilang gini, Pak Jokowi saya bilang, Pak entar saya minta izin untuk pendampingnya Pak Ma'ruf ya.

Saya bilang sama Pak Maruf kan, terus bilang sama Pak Mahfud diambil sebagai Menko Polhukam. Terus saya bilang sama mereka, kok enak amat ya aku tadinya bosnya mereka, eh tiba-tiba diambil sama Pak Jokowi. Lho kok aku gak diajak ya, harusnya kan aku ikut juga, tetap saja di BPIP. Ya udah, karena saya gak cari kuasa, tahu gak?

Jadi sebetulnya, 50 tahunnya itu bukan hanya PDI. Tapi sebetulnya itu dari PDI ke PDI Perjuangan. Nah gitu. Tadi kan semangatnya dibilang satyam eva jayate. Itu slogan bukan saya yang cari, saya dapet buku dari seorang profesor Prancis yang sudah diterjemahkan, dia mengambil kerajaan-kerajaan di Indonesia. Nah waktu era Raden Wijaya, itu ada sesepuh yang mengatakan satyam eva jayate. Begitu saya baca, wah masuk ke dalam hatiku. Sekarang kan saya taruh di DPP untuk semuanya tahu, kalau kamu tuh bekerja di PDI Perjuangan tidak perlu takut.

Tadi kan saya bilang harus disiplin, harga diri. Karena apa yang saya jalankan untuk kalian, untuk bangsa, untuk negeri ini seperti tadi saya bilang, saya sudah sumpah sama Bung Karno adalah satyam eva jayate, karena kebenaranlah yang akan menang. Eh buktinya iyalah, tapi kan musti kerja, kerja, gak ngoprok wae.

Nah jadi, tadi satgas. Satgas itu tadinya yang dateng banyak tapi tempatnya itu di mana ya. Saya sudah bilang tadi sama Pak Jokowi, tadinya ini perayaan mau dibuat di GBK, tapi waktu itu pengurus GBK bilang, untuk pertandingan sepak bola. Karena tadinya maunya di GBK, nah jadi siap-siap lho maksudnya apa, nanti bulan Bung Karno, tanggal 1 Juni insyaallah akan dilakukan lagi konsolidasi, itu diadakannya di Gelora Bung Karno. Nah awas ya kalau gak siap-siap. Sama aku sudah punya pemantauan, ini kerja, itu gak kerja, hati-hati ya. Maka dengan itu, kita tuh kekuatan rilnya PDI itu kita ini pengawal Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebhinekaan Indonesia, seperti tadi itu bagian dari akar rumput kita.

Melihat yang namanya satgas aja itu ujung tombak, itu saya bilang kamu itu menjaga akar rumput, bukan hanya akar rumput partai, tapi kamu harus menjaga akar rumput seluruh Indonesia. Apa gak hebat ya, makannya temanya itu genggam tangan persatuan. Kalau satu jari aja gak bisa gerak, ini lima, sudah tahu tangan kita diberi lima, itu kan Pancasila.

Digenggam kan enak kalau jarinya lima, palu godam. Jadi perhebat jiwa gotong-royong. Ya kita ini bisa begini bener karena gotong-royong lho. Masa sih ya saya suka lihat, iki piye to yo, rasa kegotong-royongan tuh tadi bonding lho. Lihat orang sakit ya PDIP bilang, itu ada yang sakit, ramai-ramai kita gotong yok ke rumah sakit, itu sudah namanya ikhlas. Jadi kita itu gampang kok, untuk semangat itu saya ngambil dari yang namanya api nan yang tak kunjung padam, itu sebagai api perjuangan. Karena kalau itu redup langsung fisik pun meredup, gak ada, gak ada gairah, gak ada.

Jadi, kan harus selalu kita rasakan apa saja gitu lho. Nah, ini juga penting nih untuk 50 tahun. Jadi, genggam tangan persatuan itu kan sila ketiga Pancasila, yang menjadi landasan Indonesia dibangun untuk semua. Tidak membeda-bedakan suku, agama, gender, Bhineka Tunggal Ika.

Bung Karno saja di dalam Sarinah tahun 47 itu melambangkan bahwa laki dan perempuan itu seperti burung garuda. Terbang tinggi ke angkasa dengan kepakan sayapnya yang akan membawa kita terbang tinggi ke angkasa raya menuju Indonesia Raya. Wah, saya baca itu aja mongkok, tapi laki dan perempuan.

Nah, kalau saya lihat, coba bayangkan kalau satu bulunya saja dicabut maka gak bisa, somplak dia, gak bisa terbang. Gak bisa terbang, kalau gak percaya, jangan tapi sakit, ambil satu sayap. Jadi, sekarang menurut saya mengapa saya lihat itu. Lihat tuh Pak Jokowi secara kuantitatif, kualiatif, kenapa kaum perempuan kita tidak seperti zaman dulu ketika masa perjuangan?

Saya sendiri bingung apa salahnya? Apa salahnya? Padahal, saya sendiri kalau mau dijadikan contoh kan ya bisa ya, seperti tadi yang saya bilang itu ya. Tapi ya gak usah ditepoki saja dong, mbok banyak kaum perempuan tuh yo seperti saya gitu lho. Seperti tadi yang dibilang sama saya bahwa kaum perempuan tuh juga harus maju bersama. Ini abad modern, abad modern,  kita sudah menjadi orang merdeka. Kita bisa berbicara sesuai dengan budaya, seni budaya Indonesia.

Tapi kenapa yang namanya kaum perempuan sepertinya masih satu, dari budayanya itu sepertinya adat dan lain pendidikan dan lain sebagainya, masih seperti begini. Dia sendiri belum merasa seperti tadi yang saya katakan, harga diri bahwa dia mempunyai kekuatan yang sama.

Saya pernah disuruh wawancara waktu itu oleh Angkatan Laut ketika meluncurkan kapal, dulu yang Bung Karno bikin Dewa Ruci kalau ndak salah namanya sekarang Bima Suci apa, ada lagi yang baru. Jadi, waktu itu saya juga diminta untuk mendukung Ratu Kalinyamat menjadi Pahlawan Nasional. Saya bilang, sip oke, why not?

Nah, itu saya sampai tanya gini, eh bapak-bapak kalau kalian merasa kaum perempuan itu kekuatannya kalah sama kaum laki-laki. Sorry, udah pernah bapak-bapak dengar ada bapak yang melahirkan? Hayo, hayo, saya tantang aku bilang, bukan akan jadi keajaiban dunia? Enak bae, kene kon manak teros tapi kalau udah, anake nggak diurus.

Hayo, Pak Muhadjir Menko tolong, lho iya lah heran aku. Ini Bu Retno itu Menlu, saya nyuwun banget sama Pak Jokowi lho. Aku emoh , saya mau Menlu-nya kali ini perempuan, nah itu Mbak Retno iku. Ya, iso kok iso, can speak English kok. Karena banyak kadang iku sopo ra toh yo coro Inggris?, emangnya kenopo yo kalau boleh enggak usah bahasa gitu lho.

Saya dengar di radio, katanya anak Indonesia sekarang, waduh Pak sudah fasih berbahasa Inggris, tidak diomongkan apakah dia fasih berbahasa daerah. Katanya yang nomor satu Jakarta sama mana gitu yo. Ya, bukannya nggak boleh, nanti saya di-bully, Ibu Mega ini kurang pintar.

Lah, tapi kan ya mustinya tahu juga dong bahasa Indonesia yang fasih terus opo bahasa Jawa. Dan saya dengar juga bahasa daerah itu sudah, ya kaerna BRIN toh saya mulai dah suruh bongkar-bongkar. Itu bahasa daerah yang sudah punah, sudah ada lho Pak.

Padahal, mustinya menurut saya, ini sedang saya aktifkan untuk dicari literarturnya atau segala apa gitu. Nah, kenapa, nah itu ada Pak Nadiem mbok ya selain speak English gitu, entar Ibu Mega dibilang norak deh Bu Mega bahasa Inggris-nya kayak Jowo gitu. Kan, kalau ada yang wle wle wle gitu kalau bahasa Inggris atau menunjukkan bisa bahasa asing.

Yo, gak po-po gitu loh, tapi bahasa daerah tetap dipertahankan. Lho iya lah, ya buktinya saya waktu ke Jawa Tengah, mateng aku Jawa Tengah, untung Jawa Tengah aku bisa coro Jowo. Coba kalau Jawa Tengah Indonesia melulu enggak gathuk dah, pie arep ngomong saya? ‘Kulo meniko’ lo gitu loh, ‘kulo meniko’ terus bingung dewek aku, karena ini musti Jawa yang tinggi opo Jawa yang ngukuk terus ‘kulo meniko’.

Jadi kalau habis malam, saya sambil mau tidur itu bahasa Jawa deh itu kaya orang gila. Jadi, kalau mau mengutarakan apa yang saya inginkan gitu lho kan terus. Bahasa Jawa itu ya, orang Jawa, lama-lama saya tahu lho, kalau bilang 'inggih' itu pakai nada kalau 'inggih...' gitu ya kan kayanya aduh ayu alus. Tapi entar dulu, adah yang 'inggih' gitu. Tadinya saya nggak ngerti, pokoknya 'inggih'. Ternyata enggak, kalau 'inggih' itu beneran, tapi kalau 'inggih..' ngapusi.

Aih, gawat dah (tepuk jidat), itu turun ke bawah tahu nggak ngehilah, nggak akan tahu. Iya gitu ho’oh bahsae iso ngene toh yo aku bilang, pada lalusi bukan main, taune ngapusi.

Tahu gak, zaman dulu aja yang namanya jadi ratu-ratu tuh buanyak lho. Lah, kok sekarang melehe semua toh yo. Melehe iku tahu opo ora toh yo? Perempuan tuh maunya sekarang, menurut saya, entar aku di-bully, yo ben dandan melulu. Kan, makannya iklan kosmetik itu kan makin okeh yo ntar ono pupur opo, penghalus kulit.

Terus aku mikir, oh ini aku bisa pakai juga ya. Aku ngoco, ‘ah ngapain beli ya orang kulitku yo wes alus kok’, keren nggak? Enggak, nanti untuk ini opo ne menghaluskan kulit. Wah, macam merek wah pokoknya. Lah, saya terus bilang, lah kayak gituan mulu sih yang dipikirin sampai anaknya stunting itu lho Pak Jokowi, itu juga masuk lho urusannya. Ibu-ibu tuh sekarang, maaf jangan saya di-bully, karena benar. Saya dulu yang masak lho, tapi anak saya kan keren-keren tuh yo. Cobain, wah ganteng-ganteng, cantik-cantik.

Itu ada dua cucu saya, ayo berdiri coba, ayo jangan malu, ini putra-putrinya Mbak Puan. Mereka kenapa mau ikut, karena katanya mau tahu ‘ah kalau masuk politik itu gimana nanti boleh nggak?’ Panggil saya mumu, ‘mumu kalau saya mau masuk politik boleh nggak?’ Sip. Gitu dong, duduk sayang, gitu lah pie? Ini dua-duanya sekolah luar negeri.

Nah, perempuan tuh maksud saya tuh, mbok yo mau berantem tuh yo, iso ngono lho. Untung ini ada empat batalyon Satgas perempuan lho, alhamdulillah. Pengesan melulu terus make-up e opo iku, mboh aku. Ngono kan kaya pinsil opo namane, kaya sapu-sapu gitu, mabuk dah gua. Lah, saya mikir kapan arep kerjane?

Boleh, nah nanti supaya nggak di-bully, boleh tapi yo mbok cari pengetahuan, udah begitu kalau jadi orang partai itu ya sama aja. Kalau saya bilang, siap tempur? Gitu. Kalau perempuane (senyum-senyum) waduh, mateng dah gua. Coba ya ini, Ratu Shima, Ken Dedes, Gayatri, Rajapatni. Waduh, namane wis keren, Tribhuwana Tunggadewi, Laksamana Malahayati. Ini nanti saya dapat gotong royong akan ini tombol, untuk sebuah kapal yang saya buat.

Tadi udah matur sama Pak Jokowi itu masuk ke sungai-sungai, jadi ndak di laut. Supaya, karena ini saya dengar, ini turun ke bawah lagi lho. Karena banyak di remote-remote area kan, itu kalau sakit kan gak bisa hanya pakai jalan darat aja, pakai udara kan mahal. Jadi, alhamdulillah gotong royong ini akan diresmikan.

Nah, Laksamana Malahayati ini, laksamana banget lho. Baca aja sejarah, bapaknya dibunuh sama Gubernur Jendral kalau nggak salah sopo yo lali aku, Cornelis kayak pakai Cornelis. Terus dianya, sama anak buahnya itu dijadikan laksamana menggantikan bapaknya.

Itu tarung lho, dibunuh lho Gubernur Jenderalnya, apa gak keren ya, maksud saya perempuan tuh yo iso koyok ngono lho, bukan artinya saya suruh bunuh, enggak.  Setara, setara, setara, kurang apa lagi?

Sekarang ae aduh aku lihat di TV, aduh kasian banget toh yo, rakyatku iki suami gaplok istri nek wes dibunuh. Aduh, aku bilang ini tenanan opo ora toh yo koyok ngene, kok yo ngono tu lho. Gimana sih, aturannya tuh udah ada lho. Ini ada ibu perempuan sama anak iku lho iki lho.

Jadi, kan lapangannya itu lho Pak Jokowi, aduh gawat deh. Terus Cut Nyak Dien, nah itu Aceh, saya bingung kenapa lho Aceh mengalami kemunduran, dulunya punya lho Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Ibu Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kuddus, Hj. Rasuna Said, Maria Martha Tiahahu.

Ibu Supeni itu, mbak makanya musti koyo Bu Peni, itu dibikin oleh Bung Karno menjadi duta besar keliling. Jadi bukan hanya untuk opo, duta besar keliling. Bisa? (sambil mengacungkan jempol) Bisa.

Di dunia aja, ya kalau raja itu karena dikasih dibendung. Tapi, kan bayangkan Ratu Elizabeth sekian lama memerintahnya. Menurut saya, sangat benar-benar mengayomi gitu, lho. Kan, ini maaf baru diganti saja sudah kelihatan bahwa tatanan kerajaan itu sepertinya mulai dipertanyakan.

Ada lagi itu Margaret Thatcher terkenal sebagai Iron Lady, Angela Markel, Christine, ini yang saya kurang tahu bacanya, Christine Lagarde, Lagarde apa Lagard. Nah, belum lagi di Mesir, itu lah makanya kok bingung saya. Cleopatra, Ratu Semarami, Ratu Bilqis, Syeba, lah kok saiki kamana ya? Jadi, apa sih yang kurang?

Jadi, kalau dari perempuannya sendiri sepertinya merasa terkungkung pada bagian dari peradaban, budaya. Lho, bukannya, musti dong yang namanya ngurusi rumah tangga segala, tapi kan bukan hanya itu saja. Jadi, persentase tuh ingin saya naikkan sekarang. Udah ada tapi begini (menurun), anjlok banget yang namanya di legislatif, di struktur, di eksekutif.

Jadi, tanya saya, sekolahan apa enggak yes?Terus kenapa? Sepertinya kok. Nah, ini Pak Nadiem ini, maaf mohon izin ya Bapak Presiden ini ngomongi ke Pak Nadiem, Menteri Pendidikan. Apa sih kurange, kurang dari aturannya? Rasanya kok gak salah ya, udah boleh.

Saudara-saudara sekalian, anak-anakku yang tercinta kebayang gak sebuah negara yang sampai saya terenyuh banget yang namanya Afghanistan. Bayangkan, sekarang itu dimasuki yang menurut berita, itu oleh Islam garis keras. Saya hanya melihat di TV, kenapa? Bayangkan itu yang namanya langsung, yang namanya anak perempuan tidak boleh sekolah.

Sekolah untuk perempuan ditutup, lalu perempuan guru-gurunya ditiadakan, lalu mereka yang pergi keluar kalau perempuan minta bekerja, NGO-NGO itu diminta untuk supaya tidak boleh memperkerjakan mereka.

Ini nanti dipikir, entar ada aja yang mau bully saya terserah. Tapi, ini bukan omongan saya, saya lihat di televisi asing, dan itu diomongkan oleh banyak sekarang negara. Bagaimana perlakuan lalu seperti itu?

Lalu, saya ya terus nangis, kebayang gak kalau kalian untuk berjuang masuk ke partai itu apakah bukan juga bagian menghidupi, memberi nafkah, kepada anak-anakmu yang terdiri dari laki dan perempuan.

Apakah itu akan dipisahkan hanya laki-laki saja, perempuannya akan diabaikan, lupa kalian? Sekali lagi, kalau benar kalian adalah PDI Perjuangan, kalau memperlakukan hal seperti itu, sudah tahu apa akibatnya? Loh, enak saja. Loh iya, tepuk tangan yang keras. Ini akan jadi sedikit, karena perempuannya sedikit. Ya Allah, Ya Tuhanku, Gusti Allah itu maringi loh masa lupa.

Ini ada Pak Ma'ruf kalau saya salah, kenapa Nabi Adam itu yang sendiri diberikan namanya Siti Hawa? Ini kan pelajaran, saya bukan ngomong sendiri, loh. Jadi, untuk opo sebetulnya? Itu kan supaya berpasang-pasangan. Lah, kok sekarang di Indonesia yang telah dimerdekakan, diproklamasikan oleh Bung Karno yang telah mengatakan bahwa laki perempuan adalah setara, dan di dalam hukum Republik Indonesia.

Nih saya bacakan kalau salah apa bunyinya, konstitusi loh, amanat loh. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan. Itu dengan tidak ada kecualinya, hebat gak?

Jadi yang salah siapa, kenapa kita gak boleh? Itu saja saya ingin tanya, kenapa? Loh, makannya gak usah jauh-jauh, tadi saya kan udah nyombongin diri saya yang patut disombongkan. Bayangin loh, saya kurang mainnya di politik apa? Dikejar udah, tinggal satu langkah ditangkap tapi kok bisa terbalik, jadi anggota DPR tiga kali, jadi Wapres.

Mustinya 99 itu kan, mustinya kita menang dan saya musti jadi Presiden loh, jangan lupa. Tapi, kan kembali, namanya ada politik, itu politik. Karena apa? Sosok saya. Nah, udah jadi presiden dapat award dari CNBC, itu gak sembarangan loh. Apa saya yang minta? Bukan. Karena katanya saya dapat menyelesaikan waktu itu crisis.

Loh, ini kalau saya ngomong gini nanti tulisannya ‘Ibu Mega di HUT 50 tahun menyombongkan dirinya dengan suksestori beliau blablabla’ sabodomat. Nah, anak-anakku, seluruh rakyat Indonesia yang mendengarkan saya, dimanapun anda berada, kita masuk dah nih. 2023 kan baru mulai, nah ini udah disebut ini tahun politik, tahun Pemilu jadi kan benarnya apa sih?

Padahal, ya sudah jalan loh Pemilu dari reformasi, modelnya begitu. Ketika zaman Bung Karno 55 udah, waktu zaman orde baru udah, sekarang dibilang reformasi. Ini kelima ya? Kita Pemilu kelima ya? Nah, jadikan sebetulnya sudah ya. Ya, terus kenapa ya kayaknya sekarang itu heboh tapi gak jelas gitu.

Saya bilang, kok tahun ini itu saya sebut seperti tahun anomali gitu. Dengan juga keadaan weather juga sekarang tidak jelas ya. Maksud saya, aturannya kan sudah ada, tata kenegaraan ada tadi seperti tadi konstitusi saya sebut. Terus yang namanya pemerintahannya sudah ada aturannya.

Nah, sebetulnya kan kita kerja terus setelah itu yang masing-masing dong, iya dong, untuk bagaimana nanti berjalan dengan baik harus tepat waktu. Ini mari kita pikirkan bersama, perjalanan republik yang 77 tahun, tahun ini tentunya 78 bahwa dari sisi Pemilu. Apapun pada waktu itu luar biasa loh, membangun republik dan akhirnya, meskipun tentunya baru tahun 55 itu ada Pemilu.

Tapi, artinya itu kan pemerintah menoto diri, terus setelah itu pemilu juga makin berjalan. Nah, jadi kalau sudah diputuskan itu susah payah kan? Sampai saya pikir ya pada waktu kita mengadakan sidang MPR, itulah yang juga karena belum ada Pemilu langsung. Yang mustinya, padahal janjiannya, partai yang menang, itulah yang akan dicalonkan jadi Presiden.

Tapi kan, karena belum Pemilu langsung, jadi yang dilakukan adalah di sidang MPR, kejadiannya kan begitu. Buat saya, itu sebagai sebuah perjalanan saja, pembelajaran pada saya, republik yang kita bangun ini ternyata tidak mudah. Dan kalau kemarin ditanya oleh Kompas, saya bilang, ‘apa yang ibu harapkan untuk ke depan?’ Saya ingin, apa yang sudah dijalankan itu konsekuen harus ada kontinuitas.

Karena saya sendiri ndak bisa tahu saya bilang, kalau nanti sepertinya membuat patokan. ‘Pemimpin seperti apa yang sekiranya akan ibu pilih?’ Saya kan bilang, mungkin saya sudah ada di awang-awang. Jadi, sekarang kalau kita berpegang kepada Pancasila, karena kan gini Pancasila itu yang mengayomi kalau gampangnya.

Lalu, turun ke Undang-undang dasar 1945. Itu kan sudah sepakat semua, dari pimpinan di republik ini sampai sekarang, konstitusi yang tadi salah satunya saya bunyikan. Jadi, lah kalau sudah mau Pemilu 2024 mbok ya sudah dijalankan dengan baik jangan malu.

Sepertinya apa ya, loh ya betul ndak? Susah payah loh kita ini menginginkan dan menjalankan supaya satu, republik ini utuh. Kedua bahwa kalau memang sudah diputuskan bersama, ya itu yang dijalankan. Kita boleh, mari kita lihat yang namanya Amerika Serikat karena kadang-kadangkan kita senang banget ngeliatin ke Amerika Serikat. Itu sudah 200 tahun lebih loh, presidennya sudah berapa?

Tapi, partainya itu hanya dua loh, saya nanya ‘apa benar sih partainya Amerika itu cuma dua?’ ketika saya diundang ke Amerika hampir 40  hari. Mereka bilang, ada keinginan untuk bikin partai, tapi ya gak bisa.

Loh mbok ya, hal itu menurut saya hal yang baik. Jadi, ketika Bung Karno dijadikan Presiden seumur hidup, mendadak-mendadak gitu, sepertinya terus dibuat kesalahan, terus dilengserkan, ini apa mau begitu terus? Ini pertanyaan saya, seorang ibu, seorang ibu rumah tangga tapi juga warga negara Indonesia, apa mau begitu kita seperti uji coba terus menerus gak habis-habisnya?

Lah kalau sudah dua kali, ya maaf ya dua kali. Bukan Pak Jokowi gak pintar, ngapain saya jadiin kalau nggak pintar. Ini orang kan sekarang nunggu, makannya ah enggak dah, dengan segala hormat saya pada teman-teman saya partai lain, saya mau konsolidasi rumah tangga saya aja dah. Kenapa? Lah, karena kayaknya kan semua. Katanya Hasto, wartawan yang meliput saja katanya, kata Hasto loh, kalau salah Hasto musti salahin.

Katanya yang daftar 150 dalam luar negeri, sampe luar negeri ya saya kaget. Ngopo toh yo orang ini sebutulnya ceremonial 50 tahun gitu, karena ini kan yang ditunggu-tunggu. Kalau orang main taruhan, wah udah masang sing arep diumumke ibu sopo? Baru kan pada 'iyoo'. Ya entar dulu, emangnya aku, situ tepuk tangan terus tergiur mau mengumumkan? Enggak, hehe.

Iya dong, kan musti keren kan, kan saya ketua umum terpilih di kongres partai sebagai institusi tertinggi partai. Maka, oleh kongres partai diberikanlah kepada ketua umum terpilih hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan  dicalonkan? e orang ngono kok saiki nungguin, enggak ada, urusan gue.

Gile, enak aja, aku sampe liatin, aku bilang sama Mbak Puan sama Mas Nana, lucu ya orang berpolitik sekarang ya, jangan deh niruin.Loh, kok kaya gitu ya gimana sih maunya? Emangnya gak punya kader sendiri? (tepuk tangan) yang keras dong.

Iya, dompleng-dompleng, iki aturane pie to? sampe gitu saya. Aku tanya sama Hasto, to di KPU aturannya udah lain ya? gitu. ‘Nggak bu masih sama’ jadi samanya gimana to?

Apa tadi dimana ya? Habis Hasto kalau bikin pidato wes dowo-dowo. Aku bilang, aku gak mau koyo ngono loh toh to. ‘Ibu ini penting’, jadi aku ini potang-potong apa yang ada mau disampaiin aku sampaiin, weh ketua umum e.

Masa orang katanya aturannya udah jelas, yang bakalan calon itu diusung, pengusung jadi bukan pendukung. Itu beda loh, antara pengusung dan pendukung loh, itu oleh satu partai atau beberapa partai. Lah, iya lah aturane ngono, loh tapi kok aneh-aneh ono ae. Udah gak tau ya, aku sendiri sampe mikir ini ngopo toh yo? Ya makannya, sorry.

Aduh, gawat dah, ya kan kalau kayak gini konotasinya sepertinya kan partai kayak gak punya kader. Coba bayangin, padahal udah jelas Pemilu itu ada, calon itu harusnya ada. Jadi, pertanyaan saya kan jadi back question mau bikin partai itu untuk opo?

Loh iya loh, jangan lupa itu organisasi partai politik. Jadi, ya terang dong, internalnya itu kan harus mempersiapkan. Saya ndak tahu kalau mempersiapkan di lain partai itu apa namanya? Tapi, kalau di kita udah jelas itu kader, untuk jadi kader aja susah.

Ngelamar dulu KTA iya toh? Lihat aja AD/ART ngelamar dulu, udah nanti dilihat.  Oke, kalau mau meneruskan, masuk struktur dulu di dalam rengrengan struktur bisa jadi tiga kan yang diperebutkan selalu. Ketua, Sekertaris, Bendahara gitu. Udah toh, kalau sudah, ingin jadi legislatif, oke maunya dimana dapilnya dimana? baru anti masuk rengrengan yang namanya eksekutif gitu, udah diatur di kita.

Nah, dengan begitu ada sekolah partai saya bikin, saya bikin lagi bagi yang lain apakah kursus-kursus segala apa untuk menambah pengetahuan berpolitiknya, apa maksud dari PDI Perjugan berjuang, membentuk organisasi politik yang banyak sekarang pengikutnya. Sekarang ini yang mau masuk, tadi saya lapor sama Pak Jokowi, yang mau minta KTA banyak loh. Nah, jadi kalau Ibu tuh bilang turun ke bawah, tolong mengerti apa tidak maksud ibu sebenarnya?

Kalian begini, kita maunya membesarkan partai ini, tentu dong itu pasti umum keinginan semua partai. Bikin tambahin dong, itu kan menambah anggota. Tadinya di kami disebut simpatisan, akhirnya orang itu bilang ‘ah saya mau KTA’. Jadi, tidak ada pemaksaan, monggo. Nah, setelah itu seperti tadi susunannya.

Nah, sekarang kenapa? Karena Bung Karno mengatakan, apapun juga seharusnya yang namanya bukan hanya Indonesia tapi juga banyak di luar negeri. Itu ada yang namanya kalau ada satu partai seperti ibu bilang Tiongkok, dia hanya satu partai. Saya tuh kagum pada Tiongkok, kenapa?

Ketika KAA (Konferensi Asia Afrika) Bung Karno minta dia ikut ke konferensi aja susahnya setengah mati, karena mereka disebut masih berada di tirai bambu. Tapi, dengan kelihaian Bung Karno, Mao Zedong itu mengizinkan, dia tidak keluar tapi yang datang adalah yang namanya Perdana Menteri, ada Jenderal Chen Yi saya ketemu, saya ingat.

Nah, bayangkan setelah digugah dengan KAA, itu dia langsung melesat seperti sekarang. Pertanyaan saya, massa kita ini menurut saya, kok selalu ngomong gini loh, ‘oh itu kan komunisme’. Loh, ya biarin aja, jangan kita tiru, udah jelas kita punya ideologi Pancsila. Tapi, persoalannya, bisakah yang dia jalankan itu pasti ada yang baik. Bagaimana dia menyusun kader-kadernya? Itu kan saya perhatikan, ndak boleh?

Loh, zaman penjajahan aja itu yang saya protes sama bapak saya ketika saya, kakak saya, dan lain-lain ndak boleh kuliah. Alasannya apa saya ndak tahu? itu hanya gak boleh saja, gak ada kertas melarang. Lah, saya bilang sama bapak saya, bapak aja bawa penjajah, boleh sekolah sampe dapat gelar insinyur loh.

Ini republik apa aku bilang dan ini mau peristiwa kayak begituan terjadi lagi? Kalau saya sebagai pemimpin tuh, saya akan bilang ‘No’ karena menyengsarakan rakyat itu. Loh, orang pintar mau sekolah kok nggak boleh apaan itu Pak Nadiem? Bikin peraturan yang benar.

Loh, sekarang banyak loh saya waktu Wapres, Presiden ketemu sama mereka. Padahal, itu beasiswa dari pemerintah Republik Indonesia kepada anak-anak yang pintar. Dikirim semua ke luar negeri untuk mendapatkan ijazah. Tapi, setelah zaman orde baru, ini realita sejarah loh, jangan saya dibully-bully kalau soal ini. Kalau ada yang ngebully soal ini saya tuntut, karena ini adalah peristiwa sejarah yang benar, kenapa? ketemu saya di luar negeri pada nangis.

Ada ahli nuklir, ada ahli metalogi, ada walahlah saya tuh sampai pusingnya gini. Loh, ini yang ngirim tuh pemerintah Republik Indonesia, kok terus gak ada pengadilannya, gak ada oponya dicap bahwa dia adalah komunis.

Kalau memang terhormat, ya panggil dong adili, kalau ndak percaya dengan seizin Pak Jokowi, saya pulangkan. Saya udah bikin ini loh pak, waktu presiden apa namanya abolisi opo opo iku. Pokoknya, silakan pulang, persoalannya mereka sudah menikah di sana, sudah mendapatkan kedudukan yang baik. Itu membuat mereka menangis, gimana ibu saya ingin pulang, saya punya keluarga di Inonesia, sekian puluhan tahun saya enggak ketemu.

Apa saya nggak nangis? Itu rakyat Indonesia saudara-saudara. Maunya apa toh? kan gitu, loh iya. Saya mikir, loh pie to yo itu kenapa gak boleh pulang? Nah, itu ceritanya ada di balik cerita, tidak untuk dikonsumsikan hari ini gitu loh. Jadi, aih gile aku bilang Republik yang dibuat susah-susah. Anak cucu saya, saya bawa ke Taman makam pahlawan dari masih kecil, kenapa? untuk merangsang pikiran dan hati dia, kenapa? karena saya yang pancingkan itu apa, ada nisan tidak bernama.

Jadi, mereka tentu akan bertanya apa? Benar, ketika menyekar dia tanya cari yang tidak bernama, kenapa? Kok ada yang tidak bernama kenapa, kenapa dimasukkan ke Taman Pahlawan? Karena mereka berjuang sukarela untuk membangun negara dan bangsa ini. Kalian masih mikir mau kedudukan saja, hem tunggu saja, situ bermain saya bermain. Bukan ngancam loh, kalau ngancam ini di hadapan segini banyak orang, saya ndak mau, saya ndak mau.

Kita ada di sini adalah berbakti bagi bangsa dan negara dan bagi akar rumput yang masih begitu banyak dalam keadaan papah dan hina. Ya, merdeka makannya ingat merdeka gitu loh. Jadi, menurut saya mboh udah toh kerja aja masing-masing kerja gitu.

Loh, dulu kan saya suku mikir gini loh Pak Jokowi, ngopo toh kok saiki iki bingungi koyo pie ngono. Yah, dulu maaf ya beribu maaf, siapa sih yang tahu Pak Jokowi? Loh iyalah, ketika pada mulai nanya ibu mau nyalonin siapa? Ya, entar aja makannya kan gak dipesta, gak di gini, di rumah saya aja, saya umumkan gitu loh.

Jadi, jangan deh apa ya mboh kerja dulu baru gegap gempitanya itu loh. Ini yang saya mikir, kok gegap gempita? Ya, itu terus enak wae, terus nggak pamit-pamit ngono kok terus jupuki wong saya, ih enak bae, gak mau nyebut saya.

Nah, Bung Karno kan juga suruh, karena beliau tuh memang visoner untuk ke depan tuh apa?.Nah, kan dibikin Lemhannas, dulu Lemhannas aja padahal pidato pertamanya tuh geopolitik. Saya ditanya urusan geopolitik, saya bilang iya lah karena dunia ini berputar, dinamis bukan statis. Jadi, kita musti berdialektika untuk supaya tahu dengan musim perubahan apa yang akan terjadi di banyak negara.

Apa yang mungkin setelah, tadi saya bisik-bisik sama Pak Jokowi, Bapak hati-hati yo pak kalau urusan rasane kelaparan tuh koyoe enggak deh, karena beliau kan resah masalah pangan. Asal kita benar-benar fokus, rakyat kita tuh kalo dikomando bisa kok pak.

Jangan mikir beras, semua apa yang ada, yang bisa dimakan karena bapak saya dari kecil bilang, kalau saya makan ndak habis. Kakak saya semua itu bilangnya gini, ‘iku melas loh kalau yang udah kamu ambil nggak dimakan karena banyak rakyat miskin yang masih kelaparan, kelaparan, kelaparan, kelaparan’ gitu loh.

Jadi, saya mikir oh iya ya, makannya kenapa terjadi stunting. Jadi, tapi yang saya khawatir, nah ini mungkin juga buat pak, maaf saya bukannya apa ya sok. Nanti ada yang bilang oh melangkahi Pak Jokowi, ini urun rembuk kok. Seperti Pak Mahfud sebagai Menko Polhukam, yang saya khawatir itu apa? Nanti kalau orang lain yang sudah mulai kelaparan, bapak sendiri bilang sama saya, waktu dimana mungkin dapat berita bahwa negara yang mengalami kelaparan udah ada 46 apa begitu yang beliau bilang.

Nah, sekarang pertanyaan saya, saya balik ngeliat kita kaya raya istilahnya kalau makan opo ik, semangka ada bijinya to terus dibuang ngono wae, cuh. Kita nih kaya raya loh tolong diinsafi, kalau instruksi ibu suruh menanam mboh dilaksanakan dong. Iya, nah kan tepuk tangannya sedikit, karena saya tahu banyak yang belum melaksanakan.

Padahal, maksud saya, iya nanti kalau sudah hanya bisa ngamuk ke pemerintah. Loh, kita ini gotong royong padahal bisa. Nah, nanti harga pangan naik, ini gak ada barangnya opo seperti nanem cabe aja kok yo ribut toh yo, nanti saya pasti dibully lagi. Waktu saya ngomong minyak goreng dibully toh saya, ya saya ketawa saja. Lah iya lah ngopo toh yo?

Padahal, kan maksud saya memberikan alternatif. Lah masak tuh gak perlu minyak goreng melulu, dibakar bisa, diungkep bisa, di opo iku direbus bisa. Loh, kok gitu Ibu Megawati tidak ada empatinya, tidak melihat rakyat ber opo iku namane kiyu kiyu opo yo, antri, maklum umur saya kan ini.

Eh, ibu mau ulang tahun loh, tapi gak ada perayaan loh, enggak enggak mau. Hasto tadinya udah nanya, ‘Ibu perayaan ibu mau diapain’, ‘enggak’. ‘Ya bu kan udah pada kangen’, ‘enggak’. ‘Ya bu kan gimana’, ‘masih pandemi’. Terus gimana dong nanti ibu? Aku mau makan sama anak-cucu wae, yang merasa sahabatku saya undang, yamg enggak sahabat enggak. Ya iyalah jelaskan undangan lisan, ya kan banyak, banyak loh yang gak senang sama saya tapi kalau udah perlu baru pura-pura bersahabat.

Itu makannya seperti Lemhannas, udah bagus-bagus sama beliau dibuat untuk mendatangkan semua calon pemimpin bangsa, untuk bisa satu persepsi, lalu diajarin geopolitik gitu yo dirubah. Ini saya suruh sekarang, sopo iku jenenge, bapak Andi Widjajanto awas ya kalau kamu gak bikin seperti dulu lagi. Geopolitik tuh perlu buanget loh dengan perubahan cuaca gini gitu loh.

Coba bayangkan, seperti pembangunan di Saudi Arabia, di Emirate Arab ini kan seperti bersaing nih yang satunya MBS satunya MBZ. Keren ya, padahal itu nama tapi saya ikutin. Itu kan dulu bikin Abu Dhabi itu percontohan pertama, terus sekarang meloncat ke Dubai. Sekarang Dubai itu gak kayak to Arab, sekarang Saudi Arabia kenapa? Loh iya loh mereka dengan logic, bilang dong akan mikir kalau hanya mau cari keuntungan dari minyak.

Nah, padahal kita saja, nih tadi ada pak AT di sini tadi ya, nah di sana Pak ESDM. Untuk yang namanya itu fosil, karena suatu saat kalau umpamanya kita gali-gali fosil. Fosil tuh batu bara, nikel, minyak, gitu kalau negara lainnya gak mau beli, lalu buat opo? Makannya harus cenderungnya kan sekarang Go Green. Go Green apa memperbaiki lingkungan heboh-heboh musti ada lagi O2 yang banyak. Makannya saya suru nanem pohon, itu untuk opo toh? Supaya menghasilkan namanya oksigen, yang namanya CO2-nya diserap oleh pohon-pohon gitu.

Nah, jadi jangan nanti Ibu nih katanya partai politik kok suruh nanem-nanem. Nah, ini saya terangkan semua, apa guna instruksi saya. Nah, nanti kalau tidak ini, masih terus ini terus pertambangan, fosil tuh pertambangan lah masuk ke Go Green-nya itu yang ramah lingkungan apa, itu matahari, angin, air gitu. Nah, ini kan sudah harus dipikirkan yang pintar.

Siapa yang di eksekutif ayo sing pintar, mau jadi gubernur, mau jadi bupati, mau jadi, opo opo siji ndele, wali kota. Neh wes magrok-magrok lali, padahal untuk menaikkan PAD itu gimana? Ayo, coba angkat tangan tinggi atau berdiri yang eksekutif siapa ya? Coba, ada gak? gak ada ya?

Lah ya suruh berdiri aja kok susah to yo? Seluruh kepala daerah berdiri, gitu loh. Lah iyo yaudah gitu loh, jadi mboh kamu tuh loh yang pintar. Oh, rupanya kayak gitu, ini ada Pak Olly Dondokambey dia kayak abu-abu, karena dia Gubernur iya, Bendahara Umum iya, DPP iya, dia bisa milih mau sing ngendi ngono loh.

Loh, bayangkan loh kamu itu otonomi daerah harusnya adalah menaikkan PAD kamu itu yang paling riil. Ini ada pak, tadi aku lihat kok saiki, oh iku dia Pak Azwar Anas sekarang dia jadi menteri opo ya, kok iso susah, menggantikan Pak Cahyo.

Iya, waktu dia saya suruh jadi Bupati di Banyuwangi, saya tuh bilang gini, ‘Pak Anas mboh ya kamu ndelok dari aku kecil sampe aku tue kalau nyebrang dari Banyuwangi ke Bali, dari saya ikut bapak saya naik kapal, sampai saya sendiri nyebrang iku pantai padahal apik tapi kok gak dibuat opo-opo’.

Nah, sekarang Banyuwangi itu moncer, pantainya dibikin apik, terus loh iya dong saya kasih reward kalau memang kerja baik. Kalau nggak, yo nggak lah, istrinya begitu jadi pergi menyelesaikan persoalan. Wah, saya bilang gini (sambil mengacungkan kedua jempolnya) perempuan lagi, istri toh. Kenapa? dia pergi menyelesaikan persoalan ke desa-desa, jadi langsung gak laporan doang, nginep.

Nah, saiki wes sampe piro ininya jalan-jalan iki Bupati iku? Loh iya, maksudnya sudah berapa desa yang dapat diselesaikan persoalannya. Itu cepat, karena apa? langsung dari lapangan, mboh ya kalian gitu loh nginep opo neng desa-desa iku gitu loh baru itu begini loh (mengacungkan kedua jempol tangan).  Loh iya dong, ini enggak, magrok-magrok we.

Aduh, sudah Pak Jokowi nuwun sewu saya panjang banget, ya gini nih karena udah kaya opo sih tiga taun bungkam, saiki tak blak gitu loh. Nah, jadi ya sudahlah yang namanya sabar aja, kerja begitu pulang kerja. Bilang Ibu, ketua umum masukkin kesini (kepala) program nih,ibu bilang kerja turun ke bawah untuk menang, menang, menang gitu.

Masukkin terus kesini (kepala) wes ora usah mikir, urusan calonnya itu adalah hak ketua umum, pokoke gak mungkin ibu jebloskan kalian ke sumur, kita kalau bekerja pasti menang.

Ngeh, Orang dua kali udah masa tiga kali enggak, ya salah kalian. Jadi, nuwun sewu Pak Jokowi karena saya terlalu lama karena ini memang ini saya bilang konsolidasi. Nah, juga dengan ini juga dengan resmi tadi saya mengatakan ada kapal yang kami akan luncurkan dengan hasil gotong royong.

Maka, dengan mengucapkan bismillahirahmanhirahim, maka kapal yang akan diluncurkan ini dinamakan Laksamana Malahayati. Ini kapal rumah sakit, jadi ada dokter dan lain sebagainya untuk bisa membantu rakyat masyarakat yang berada di remote area.

Demikianlah, terima kasih atas kesabarannya telah mendengarkan pidato saya dan sekali lagi apakah kalian siap untuk memenangkan ketiga kali? Siap? Siap? merdeka, merdeka, merdeka. Salam Pancasila. Terima kasih, demikianlah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, om shanti, shanti, shanti om, rahayu. Sekali lagi, merdeka, merdeka, merdeka.

Editorial Team

EditorSunariyah