Sahid menjelaskan dalam pemeriksaan, Susi ditanya seputar kronologi konflik di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan Nomor 10 Surabaya. Dia membeberkan kliennya memang mengusulkan pemasangan bendera di depan asrama pada Rabu (14/8) lalu.
"Mbak Susi itu ngundang teman-temannya, Muspika kelurahan, kecamatan, untuk minta dipasang bendera di asrama (mahasiswa Papua) Jalan Kalasan, 14 Agustus 2019," ujar dia.
Setelah itu, Susi berkumpul bersama teman-temannya di warung kopi dan beranjak untuk mengecek apakah pihak Kecamatan Tambaksari sudah memasang bendera di depan asrama mahasiswa Papua. Ternyata, permintaan itu dijalankan pihak kecamatan pada Kamis (15/8).
"Setelah berkumpul di warkop, sudah kumpul, ternyata sudah terpasang (bendera), jadi gak jadi. Setelah terpasang, ada informasi lagi bendera itu bergeser ke samping, rumah orang, (yang mindah) gak tahu," kata Sahid.
Mengetahui bendera bergeser, Susi koordinasi dengan kelurahan, kecamatan, hingga Danramil agar dipindahkan ke depan asrama lagi. Tapi pada Jumat (16/8), usai salat Jumat, mantan Caleg Partai Gerindra itu mendapat informasi tiang bendera telah rusak dan roboh.
"Ternyata datang lagi, minta dipasang, tapi setelah jumatan jadi bengkok jadi tiga, terus masuk ke selokan. Jumat malam, Mbak Susi ngecek di sana, ya selesai. Tidak ada undangan (massa) mereka datang sendiri," kata Sahid.
"Yang undang itu tanggal 14 (Agustus), ngajak melalui WhatsApp untuk audiensi ke kecamatan," lanjut dia.
Terkait ujaran kebencian, Sahid mengaku tidak ada. "Gak ada (ujaran kebencian) kita yakin gak ada, bahasannya juga standar aja, ayo rekan-rekan audiensi untuk diminta pasangkan bendera di asrama, gak ada yang provokatif," ungkap Sahid.
Sahid tidak merinci lagi apa saja pertanyaan yang disampaikan polisi kepada kliennya. Dia hanya menyebut ada 28 pertanyaan dan diperiksa hingga Selasa (27/8) dini hari.
"Sampai jam 01.00 WIB, Selasa (27/8). Pertanyaannya cuma 28, sedikit aja. Gak tahu ya, muter-muter," ujar pria yang juga pengacara musisi Ahmad Dhani ini.